-->

MANUSIA MAHLUK YANG OTONOM DENGAN SUARA HATI DAN TANGGUNGJAWABNYA (Kurikulum Merdeka: Fase E: Semester 1)

 


MANUSIA MAHLUK YANG OTONOM DENGAN

SUARA HATI DAN TANGGUNGJAWABNYA

 

1.   Suara Hati Dan Tanggungjawab

Saat ini, dalam hidupmu banyak pilihan-pilihan yang pastinya membutuhkan tanggungjawab, sikap dan kejernihan. Tahukan bahwa kita sebagai manusia yang berbudi, kita mempunyai lentera yang akan menuntun kita membuat pilihan yang tepat. Bahkan, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa suara hati menjadi benteng terakhir agar seseorang membuat keputusan yang tepat. Suara hati merupakan pilihan batin seseorang untuk membedakan mana yang baik dan benar. Maka, marilah kita melihat pengalaman sejauh mana orang dizaman sekarang masih menggunakan suara hati yang jernih

Suara hati bekerja tentu dalam kesadaran moral hati kita. Suara hati bekerja sebagai indeks atau petunjuk, fudex atau hakim dan sekaligus vindex atau penghukum.

         Suara hati bekerja selalu dalam kesadaran moral. Artinya, sebelum suara hati itu bertindak, ia sudah mempunyai kesadaran atau pengetahuan tentang yang mana yang baik dan yang buruk. Kita semua sudah memiliki kesadaran moral di dalam diri kita, walaupun tingkatannya berbeda-beda, tergantung pada usia, pendidikan, kebiasaan atau sistem nilai yang kita anut. Pada saat kita bertindak, ada pertimbangan yang muncul, suara hati akan mengatakan perbuatan itu baik atau buruk. Jika tindakan itu baik, suara hati akan menyuruh melaksanakan, bila tindakan itu buruk suara hati akan melarang. Itulah yang sering disebut sebagai “kata hati”.

         Ada banyak cara dan kegiatan yang bisa dilakukan untuk membina kepekaan suara hati kita. Tetapi, yang paling indah dan berkualitas, adalah membiasakan aktivitas koreksi diri atau refleksi diri. Hal itu bisa kita lakukan dengan berdoa dan meneliti batin menjelang tidur malam. Kita bisa menenangkan diri sebentar untuk memasuki suasana keheningan. Nah, dengan pikiran yang berada dalam kondisi tenang atau hening, kita justru akan “mendengar” suara batin kita, melihat kembali lebih dalam apa yang telah kita lakukan seharian. Dengan pikiran hening, kita bisa belajar melakukan koreksi terhadap apa yang telah kita lakukan. Dalam posisi inilah, biasanya suara hati menjadi peka dan senantiasa terbina serta terasah terus menerus.

         Membina suara hati dengan melakukan refleksi atau koreksi diri merupakan cara melihat apa yang sudah kita lakukan dan melihat apa yang harus dan menjadi komitment atau perbaikan mendatang. Kita juga dapat menilai perbuatan-perbuatan kita di masa lampau, mana yang baik dan buruk. Mensyukuri jika itu sudah baik, namun juga sebaliknya, mengkoreksi jika apa yang kita lakukan masih buruk.

Konsili Vatikan II dengan sangat indah juga mengungkapkan apa itu suara hati dalam Dokumen Gereja Gaudium et Spes, Artikel 16, demikian:

“Di lubuk hatinya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggema dalam lubuk hatinya: jalankanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili. Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya. Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadap hati nurani Umat kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan untuk dalam kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam hidup kemasyarakatan. Oleh karena itu semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang objektif. Akan tetapi tidak jaranglah terjadi bahwa hati nurani tersesat karena ketidaktahuan yang tak teratasi, tanpa kehilangan martabatnya. Tetapi itu tidak dapat dikatakan tentang orang, yang tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta

Kitab Suci Galatia 5:16–25.

Santo Paulus menasehati melalui suratnya supaya kita selalu berusaha untuk memenangkan suara hati dan mengalahkan semua kecenderungan yang menyesatkan dan melunturkan martabat kita.

Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging – karena keduanya bertentangan – sehingga setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki. Akan tetapi, jikalau kamu memberikan dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat. Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu – seperti yang telah kubuat dahulu - bahwa barangsiapa melakukan hal-hal demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Tetapi buah Roh ialah: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus, ia telah menyalibkan daging dan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.

Sebagai orang Kristen, kita dituntut untuk hidup oleh Roh dan menghindari keinginan atau menuruti keinginan daging yang terlalu berlebihan (lihat Galatia 5:16). Keinginan daging memang selalu berlawanan dengan keinginan Roh. Santo Paulus selalu menasehati kita agar selalu memberikan diri di bawah pimpinan Roh (Galatia 5:17).

Selanjutnya Santo Paulus mengatakan, ”Barang siapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Gal 5:24). Singkatnya Santo Paulus selalu menasehati kita supaya kita selalu berusaha untuk memenangkan suara hati kita dan mengalahkan semua kecenderungan yang menyesatkan dan melunturkan martabat kita.

 

 

MANUSIA MAHLUK YANG OTONOM DENGAN

SUARA HATI DAN TANGGUNGJAWABNYA

 

2. Kritis Dan Bertanggungjawab Terhadap Pengaruh Sosial Media

Mendalami Ajaran Kitab Suci dan Gereja

Guru mengajak Peserta didik membaca Kutipan Kitab Suci Matius 7:15-19

Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah dari ara dari rumput duri?  Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.

 

        Bacaan Matius 7:15-19 berbicara soal sumber atau buah tindakan. Jika itu bersumber dari segala yang baik, tentu menghasilkan sesuatu yang baik pula. Namun, kadang ada yang berpura-pura baik, untuk mengelabui dan membujuk. Yesus mengistilahkan dengan nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba. Begitupun sumber media digital dewasa ini yang penuh dengan pesona.

        Pada hekekatnya semua media apapun itu termasuk media internet mempunyai pengaruh yang positif maupun negatif. Kekuatan media tersebut tentu mempunyai dampak yang bersifat personal namun juga bisa begitu masal kepada masyarakat. Mediapun bisa tersebar cepat dan bisa begitu luas. Kelebihan dan kekuatan media khususnya internet dapat juga mendekatkan manusia satu sama lain, namun begitu sebaliknya menjauhkan. Media pun mampu meningkatkan kedekatan pikiran dan relasi. Pikiran dan relasi seseorang menjadi lebih terbuka kepada orang lain, kepada bangsa lain, budaya lain, dan lain sebagainya.

Dekrit tentang Upaya-Upaya Komunikasi Sosial, Inter Mirifica, pada artikel 9 dan 10

Dalam Dekrit tentang Upaya-Upaya Komunikasi Sosial, Inter Mirifica, pada artikel 9 dan 10 memuat pesan bahwa,

 

Kita sebagai penerima, pembaca, pemirsa dan pendengar, yang atas pilihan bebas pribadi kita, perlu menampung segala informasi yang disiarkan oleh media itu kepada nilai-nilai keutamaan, ilmu-pengetahuan dan pengetahuan. Sebaiknya kita menghidari apa saja, yang bagi diri kita sendiri menyebabkan atau memungkinkan timbulnya kerugian rohani, atau yang dapat membahayakan sesama dengan nilai-nilai yang mengarah kepada nilai-nilai yang bersifat buruk atau merendahkan moral. Untuk itu kita harus senantiasa melawan dampak-dampak yang merugikan tersebut, dan dengan sepenuhnya mencari pengaruh-pengaruh yang yang lebih baik, kita perlu dan berusaha mengarahkan dan membina suara hati kita. Kita secara pribadi senantiasa harus menyaring segala informasi yang kita dapat dari media sebaik mungkin. Kita harus senantiasa berusaha mempergunakan media komunikasi sosial ini dengan pengendalian diri. Kita juga perlu berusaha memahami secara lebih mendalam apa yang kita lihat, dengar dan baca. Berusaha menjaga dengan sungguh-sungguh, supaya tayangan-tayangan, terbitan-terbitan yang bertentangan dengan iman serta tata susila, jangan sampai memasuki lingkup diri kita.

 

Kita perlu bersikap kritis terhadap media. Sikap kritis ini pun tidak hanya asal, melainkan harus bisa kita pertanggungjawabkan juga.  Kita perlu menyadari bahwa tidak semua tayangan dalam media berguna bagi  kita. Kita perlu menyadari bahwa dalam bermedia kita menjaga dan mengembangkan diri kita sebagai manusia bermartabat. Kita sadar bahwa media membawa banyak dampak yang sangat besar dan luas, baik yang bersifat positif-konstruktif, maupun yang berdampak negatif-destruktif. Menghadapi semua dampak itu maka kita harus memiliki sikap kritis, mandiri dan kreatif. Sikap kritis berarti tahu membedakan; mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk,  mana yang berguna dan mana yang tidak berguna

 

MANUSIA MAHLUK YANG OTONOM DENGAN

SUARA HATI DAN TANGGUNGJAWABNYA

 

3. Kritis Terhadap Segala Ideologi Dan Pengaruh Gaya Hidup Dewasa Ini

Mendalami Ajaran Kitab Suci dan Gereja

 

Kutipan Kitab Suci Luk 4: 1-13

Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar. Lalu berkatalah Iblis kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti. Jawab Yesus kepadanya: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja. Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia. Kata Iblis kepada-Nya: "Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti! Kemudian ia membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau, dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu. Yesus menjawabnya, kata-Nya: "Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya h  dan menunggu waktu yang baik.

 

 

      Untuk bersikap kritis namun juga bertanggungjawab, kita dapat bercermin pada sikap Yesus. Yesus dapat kita jadikan contoh yang luar biasa, dimana diri-Nya sungguh-sungguh menjadi pribadi yang kontras. Pribadi Yesus menjadi teladan pribadi yang otentik (tidak mudah terpengaruh, dewasa dan bertanggungjawab).

      Ada tiga tawaran yang mewakili keinginan dan nafsu manusiawi, yaitu jaminan kesejahteraan yang melimpah, yang digambarkan dengan roti; kedudukan dan kekuasan yang digambarkan dengan luasnya tanah Israel yang akan diberikan Yesus; popularitas dan keterjaminan sebagai anak Allah. Godaan-godaan iblis ini bertujuan agar Yesus meninggalkan pilihan yang utama untuk mewartakan Kerajaan Allah sebagai tugas dan karya yang harus Ia emban. Menghadapi berbagai tawaran itu, Yesus tetap konsisten untuk tidak hanyut pada  bujuk-rayu Si Iblis itu. Sikap hidup Yesus inilah yang bisa menjadi cermin dan teladan bagi kita.

Seruan Apostolik Pasca-Sinode tahun 2019, Christus Vivit (Kristus Hidup), Paus Fransiskus menyapa langsung orang muda dan menyampaikan tantangan dalam menghadapi gaya hidup dari para manipulator. Dalam penggalan artikel 182, Paus berpesan,

Dalam waktu yang bersamaan, para manipulator ini juga menggunakan taktik lain: pemujaan kemudaan, seolah-olah semua yang tidak muda menjijikkan dan lekas berlalu. Tubuh yang muda menjadi simbol pemujaan baru ini, sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan tubuh itu diidolakan dan diinginkan tanpa batas, sementara apa pun yang tidak muda dipandang dengan jijik.

Tetapi pemujaan kemudaan ini hanyalah sebuah senjata yang pada akhirnya merendahkan orang-orang muda sendiri. Ia melucuti mereka dari nilai-nilai nyata dan menggunakannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, ekonomi atau politik.

 

Sikap kritis juga harus disertai dengan rasa tanggungjawab. Sikap kritis yang baik, adalah sikap yang tidak hanya asal beda, melainkan sikap yang memang merupakan pilihan. Ketika kita memilih untuk mengatakan “tidak” pada  paham atau gaya hidup tertentu, kita tidak hanya berhenti pada ucapan atau lip service saja, tetapi seharunya juga sampai kehati. Sikap itu mengandung pilihan, arah dan tindakan. Sikap ini perlu didasari dengan pertimbangan yang logis, tepat sekaligus menimbang baik dan buruknya. Untuk bersikap kritis namun juga bertanggungjawab, kita dapat bercermin pada sikap Yesus. Yesus dapat kita jadikan contoh yang luar biasa, dimana diri-Nya sungguh-sungguh menjadi pribadi yang kontras. Pribadi Yesus menjadi teladan pribadi yang otentik (tidak mudah terpengaruh, dewasa dan bertanggungjawab).

Sikap kritis sebagai orang kristen, harus menjadikannya sikap iman. Maka dengan bersikap kritis dan bertanggung jawab, pertama, berarti seseorang berusaha memusatkan diri pada perkembangan nilai-nilai atau cita-cita yang dianggap luhur. Kedua, dengan sikap kritis yang bertanggungjawab, seseorang berusaha memalingkan diri dari keegoisan (berpusat diri sendiri) dan mengarahkan segala perhatian kepada perkembangan bersama. Tidak hanya hidup  menurut ukuran diri sendiri, melainkan juga kepentingan bersama yang lebih baik. Artinya ada nilai solidaritas di dalamnya. Akhirnya, dengan sikap kritis yang bertanggungjawab, akan membuka perhatian kepada hidup yang lebih sempurna, yaitu ke arah hidup Allah sendiri.

 

 

LihatTutupKomentar