SIFAT-SIFAT GEREJA
A. Gereja yang Satu
1.
Undangan
Tuhan diberikan kepada semua orang Kristen. Undangan tersebut menuntut sikap
keterbukaan hati untuk berpartisipasi penuh dalam Gereja-Nya. Undangan yang dimaksud
adalah undangan untuk turut bersukacita karena rahmat keselamatan dan
penebusan, sukacita karena berbagi hidup dengan Kristus.
2.
Menjadi
Kristen berarti masuk dalam Gereja yang memiliki kesatuan dan persekutuan dalam
Tuhan. Poin ini menekankan kesatuan dalam sebuah komunitas yang memiliki
karunia-karunia yang beragam.
3.
Paus
Fransiskus menekankan, “Ambil bagian dalam Gereja berarti ikut bertanggung
jawab untuk hal-hal yang Tuhan minta, ambil bagian dalam Umat Allah dalam
perjalanannya menuju keabadian.”
4.
Pesan
Paus menekankan bahwa Tuhan sangat murah hati. Ia membuka semua pintu dan
menanti umatnya dengan sabar. Namun, Tuhan tidak suka pada umat yang menjawab
“ya”, tetapi bertindak sebaliknya.
Bacaan Kitab Suci dari 1 Petrus 2:5-10; bdk. 1
Korintus 12:12. yang mengungkapkan sifat Gereja yang satu
Kesatuan iman dalam Gereja Katolik merupakan keyakinan umat Allah secara
universal kepada Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Keyakinan ini
menunjukkan apa yang diyakini dan diimani oleh Gereja dari dahulu hingga
sekarang. Sebagaimana diserukan dalam 1 Petrus 2:5- 10, Kristus menghendaki
kesatuan Gereja dan menjadikannya satu tubuh dan satu keyakinan dalam
mewartakan perbuatan-perbuatan yang baik dari Tuhan.
Menggali ajaran Gereja
Dokumen Gereja yang menjelaskan sifat Gereja yang satu antara lain Dokumen
Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini (Gaudium et Spes, GS),
Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium, LG), Kumpulan Definisi dan
Pernyataan Gereja Mengenai Ajaran Iman dan Moral (Denzinger Schonmetzer, DS),
Dekret tentang Ekumenisme atau Persatuan Gereja (Unitatis Redintegratio, US),
dan Katekismus Gereja Katolik (KGK).
Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang- orang zaman sekarang,
terutama kaum miskin dan yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan,
duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh
manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Persekutuan mereka terdiri atas
orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam
penziarahan menuju Kerajaan Bapa, dan menerima warta keselamatan untuk
disampaikan kepada semua orang. Maka dari itu, persekutuan tersebut berhubungan
erat dengan umat manusia serta sejarahnya. (GS art. 1).
Sifat Gereja yang satu melambangkan satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam
syahadat iman diakui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik
(LG art. 8). Keempat sifat yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain
tersebut melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak
memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan
Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya
melaksanakan setiap sifat itu (KGK art. 811).
Sifat Gereja yang satu mengungkapkan iman yang mengakui bahwa Gereja
menerima sifat-sifat ini dari asal Ilahi-nya. Namun, akibat-akibatnya dalam
sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti
dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh
kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya
dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya
yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas
dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan
ilahinya” (DS art. 3013), (KGK art. 812).
Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu
ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga pribadi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus”
(UR art. 2 paragraf 6). Gereja itu satu menurut pendiri-Nya. “Sebab Putra
sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang dengan Allah dan
mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu tubuh” (GS art.
78 paragraf 3).
Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus yang tinggal di hati umat
beriman, memenuhi, dan membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat
beriman yang mengagumkan dan dengan erat menghimpun mereka sekalian dalam
Kristus sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja” (UR art. 2 paragraf 2).
Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban
yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah logos
segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan sama di mana-mana, dan juga hanya
ada satu Bunda Perawan; Aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (KGK art.
813).
Sejak berdirinya, Gereja yang satu memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di
satu pihak, kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah,
di lain pihak, oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat
Allah, berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota
Gereja, ada keanekaragaman anugerah, tugas, syaratsyarat hidup dan cara hidup;
“maka dalam persekutuan Gereja, selayaknya pula terdapat Gereja-Gereja khusus,
yang memiliki tradisi mereka sendiri” (LG art. 13). Kekayaan yang luar biasa
akan perbedaan tidak menghalangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan
akibat-akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara
terus-menerus. Karena itu, Santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya
memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (Ef. 4:3), (KGK art. 814).
Manakah ikatan-ikatan kesatuan, terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kol.
3:14)? Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan
yang tampak berikut ini. 1) Pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan
oleh para rasul. 2) Perayaan ibadat bersama, terutama sakramensakramen. 3)
Suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai
saudara-saudari dalam keluarga Allah (KGK 815).
“Itulah satu-satunya Gereja Kristus. Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita
menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia memercayakannya kepada
Petrus dan para rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing … Gereja itu,
yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja
Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para uskup dalam persekutuan
dengannya” (LG art. 8).
Dekrit Konsili Vatikan II mengenai oikumene menyatakan: “Hanya melalui
Gereja Kristus yang katolik-lah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat
dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa
hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah, Tuhan telah
memercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus
di dunia. Dalam Tubuh itu harus disatu-ragakan sepenuhnya siapa saja, yang
dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah” (UR art. 3), (KGK art. 816).
Penjelasan Penting tentang sifat-sifat gereja yang satu:
Gereja yang satu menjelaskan bahwa Allah berkenan menghimpun orang-orang
yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah (1Ptr. 2: 5-10) dan membuat mereka
menjadi satu tubuh (1Kor. 12:12). Setiap orang Kristen memiliki semangat
persatuan yang dipupuk dan diperjuangkan oleh setiap orang Kristen itu sendiri.
Kristus memang mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul supaya kolegialitas
para rasul tetap satu dan tidak terbagi. Di dalam diri Petrus, Kristus
menetapkan asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap kelihatan.
Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertamatama secara universal. Tidak hanya
Paus, tetapi setiap uskup (pemimpin Gereja lokal) menjadi asas dan dasar yang
kelihatan dari kesatuan dalam Gereja. Kristus akan tetap mempersatukan Gereja,
tetapi dari pihak lain disadari pula bahwa perwujudan konkret harus
diperjuangkan dan dikembangkan serta disempurnakan terus-menerus. Oleh karena
itu, kesatuan iman mendorong semua orang Kristen supaya mencari “persekutuan”
dengan semua saudara seiman.
Kesatuan Gereja diwujudkan dalam persekutuan konkret antara orang beriman
yang hidup bersama dalam satu negara atau daerah yang sama. Tuntutan zaman dan
tantangan masyarakat merupakan dorongan kuat untuk menggalang kesatuan iman
dalam menghadapi tugas bersama. Kesatuan Gereja terarah kepada kesatuan yang
jauh melampaui batas-batas Gereja dan terarah kepada kesatuan semua orang yang
“berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2Tim. 2:22).
Terdapat kesatuan iman pada anggota Gereja; kesatuan iman ini bukan
kesatuan yang statis, tetapi kesatuan yang dinamis. Iman adalah prinsip
kesatuan batiniah Gereja. Kesatuan dalam pimpinannya, yaitu hierarki. Hierarki
mempunyai tugas untuk mempersatukan umat. Hierarki sering dilihat sebagai
prinsip kesatuan lahiriah dari Gereja. Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan
sakramental. Ibadat/kebaktian dan sakramensakramen merupakan ekspresi simbolis
dari kesatuan Gereja itu (1Kor. 12:12). Oleh karena itu, kesatuan Gereja harus
selalu diperjuangkan. Kita menyadari bahwa kenyataannya, di dalam Gereja sering
terjadi perpecahan dan keretakan-keretakan. Perpecahan dan keretakan yang
terjadi itu tentu disebabkan oleh perbuatan manusia.
Gereja yang satu berarti memiliki sikap terbuka terhadap kemajemukan. Dalam
hal ini, umat beriman dituntut menjadi saksi iman dalam panggilan hidupnya
“yang berbeda-beda dan beraneka bakat serta talenta”, tetapi saling bekerja
sama untuk meneruskan misi Tuhan kita. Keanekaragaman budaya dan tradisi
memperkaya Gereja kita dalam ungkapan iman yang satu. Pada intinya, cinta kasih
haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya saling
dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerja sama dalam persatuan yang
harmonis.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) menjelaskan bahwa Gereja itu satu karena
tiga alasan berikut.
1.
Gereja
itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal Maha Kudus, kesatuan Allah
tunggal dalam tiga pribadi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
2.
Gereja
itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan semua orang
dengan Allah melalui darah-Nya di salib.
3.
Gereja
itu satu menurut jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman,
yang menciptakan persekutuan umat beriman dan yang memenuhi serta membimbing
seluruh Gereja (KGK art.813).
“Kesatuan” Gereja juga tampak nyata dalam berbagai hal. Sebagai orangorang
Katolik, kita dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam
perayaan ibadat bersama, terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis
berdasarkan suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui Sakramen
Tahbisan Suci. Sebagai contoh, tata perayaan Ekaristi, kalender liturgi,
bacaan-bacaan, tata perayaan, doa-doa, dan lain sebagainya adalah sama,
terkecuali bahasa yang dipergunakan dapat berbeda. Kesatuan Gereja yang nyata
ini dirayakan oleh orang-orang percaya yang sama-sama beriman Katolik dan
dipersembahkan oleh imam yang dipersatukan dengan uskupnya, dipersatukan dengan
Bapa Suci, Paus, penerus takhta Santo Petrus.
Rangkuman
1.
Gereja
Katolik bersifat satu menunjukkan bahwa Gereja Katolik berada pada satu naungan
kepemimpinan Gereja atau biasa disebut sebagai Kepala Gereja yang dipimpin oleh
Paus. Paus mewakili keberadaan Gereja, yakni Tuhan Yesus sendiri. Di bawah
jabatan Paus, ada uskup yang memegang kesatuan Gereja Katolik pada suatu
wilayah tertentu. Uskup juga memiliki bawahan yang memegang wilayah dengan
cakupan lebih kecil dan begitu seterusnya. Semua sistem kepemimpinan dalam
Gereja Katolik terstruktur dengan rapi/terpusat/satu kesatuan.
2.
Sistem
yang terpusat menjadikan Gereja Katolik di seluruh dunia memiliki pedoman yang
sama, seperti kalender liturgi, bacaan-bacaan Injil yang akan menjadi bahan
khotbah yang akan disampaikan oleh para Iman maupun Uskup. Dengan adanya
tritugas Kristus, setiap orang akan ikut terlibat dalam kegiatan pelayanan
gerejawi untuk saling bersama-sama membantu menabur iman dalam Kristus. Gereja
Katolik juga mengimani satu Tuhan dan satu iman, dalam satu komuni suci.
3.
Sifat
Gereja yang satu juga menunjuk pada kesatuan iman yang dimiliki oleh umat
kepada Bapa. Ada banyak hal yang dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kesatuan
Gereja, termasuk kegiatan yang melibatkan umat, seperti doa bersama, kebaktian,
retret, seminar, dan sebagainya. Karena umat Gereja Katolik adalah satu dalam
Kristus, maka semua kegiatan dan acara yang dilakukan oleh Gereja akan membantu
umat untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman dan kepercayaannya akan Kristus.
4.
Gereja
itu satu karena sumber dan teladannya adalah Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan
Roh Kudus. Yesus Kristus, Putra Allah, sebagai pendiri dan kepala Gereja
menetapkan kesatuan semua umat manusia dalam satu tubuh. Sebagai jiwa Gereja,
Roh Kudus mempersatukan semua umat beriman dalam kesatuan dengan Kristus.
Gereja hanya mempunyai satu iman, satu kehidupan sakramental, satu warisan
apostolik, satu pengharapan yang umum, serta cinta kasih yang satu dan sama
dengan menghargai kebinekaan yang ada di dalamnya.
B. GEREJA
KUDUS
Menggali
Ajaran Kitab Suci
-
Yaitu
orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang
dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan
darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin berlimpah atas kamu.
(1Ptr. 1:2).
-
Kepada
kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan
dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera
dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus (Rm. 1:7).
-
Dan
Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan
aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu yang
telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti kita
(Yoh. 17:11).
Umat beriman dikuduskan karena terpanggil sesuai rencana Allah sendiri.
Dari pihak umat juga harus menunjukkan sikap taat untuk menerima penebusan dan
keselamatan melalui pengurbanan Putra Allah sendiri, yaitu Yesus Kristus.
Kekudusan terungkap dari aneka sikap hidup harian umat beriman. Kekudusan
akan diberikan Allah bila umat beriman setia pada Gereja. Kekudusan ini harus
diperjuangkan secara terus- menerus. Membaca dan merenungkan sabda Tuhan setiap
hari juga menjadi sumber dan pedoman hidup menuju kekudusan.
Ajaran Gereja (menurut Konsili Vatikan II Lumen Gentium artikel 26)
Tugas Menguduskan
“Uskup mempunyai kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus
rahmat imamat tertinggi”, terutama dalam Ekaristi, yang dipersembahkannya
sendiri atau yang dipersembahkan atas kehendaknya, dan yang tiada hentinya
menjadi sumber kehidupan dan pertumbuhan Gereja. Gereja Kristus itu sungguh
hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang mematuhi para gembala
mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja.
Gereja-Gereja itu di tempatnya masing-masing merupakan umat baru yang
dipanggil oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (1Tes. 1:5).
Di situ umat beriman berhimpun karena pewartaan Injil Kristus, dan dirayakan
misteri Perjamuan Tuhan, “supaya karena Tubuh dan Darah Tuhan, semua saudara
perhimpunan dihubungkan erat-erat”. Di setiap himpunan di sekitar altar, dengan
pelayanan suci Uskup, tampillah lambang cinta kasih dan “kesatuan tubuh mistik
itu, syarat mutlak untuk keselamatan”.
Jemaat-jemaat itu, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar,
hiduplah Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus,
katolik, dan apostolik. “Keikutsertaan dalam tubuh dan darah Kristus tidak lain
berarti berubah menjadi apa yang kita sambut.”
Penjelasan
Singkat:
Semua perayaan Ekaristi yang sah dipimpin oleh Uskup. Ia diserahi tugas
mempersembahkan ibadat agama kristiani kepada Allah Yang Maha Agung dan
mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja, yang untuk keuskupan masih
perlu diperinci menurut pandangan Uskup sendiri. Demikianlah, para Uskup,
dengan berdoa dan bekerja bagi umat, membagikan kepenuhan kesucian Kristus
dengan pelbagai cara dan secara melimpah. Dengan pelayanan sabda, mereka
menyampaikan kekuatan Allah kepada umat beriman demi keselamatannya (Rm. 1:16).
Dengan sakramen-sakramen, yang pembagiannya mereka urus dengan kewibawaan
mereka supaya teratur dan bermanfaat, mereka menguduskan umat beriman. Mereka
mengatur penerimaan babtis, yang memperoleh keikutsertaan dalam imamat rajawi
Kristus. Merekalah pelayan sakramen penguatan sesungguhnya, mereka pula yang
menerima tahbisan-tahbisan suci mengatur dan mengurus tata-tertib pertobatan.
Dengan saksama, mereka mendorong dan mendidik umat supaya dengan iman dan
hormat menunaikan perannya dalam liturgi dan terutama dalam korban kudus misa.
Akhirnya, mereka wajib membantu umat yang mereka pimpin dengan teladan hidup
mereka, yakni dengan mengendalikan perilaku mereka dan sedapat mungkin
menjauhkan dari segala cela, dengan pertolongan Tuhan mengubahnya menjadi baik.
Dengan demikian, mereka akan mencapai hidup kekal, bersama dengan kawanan yang
dipercayakan kepada mereka.
Dalam Perjanjian Baru telah dijelaskan bahwa pengudusan manusia adalah
pengudusan yang bersumber dari dan oleh Roh Kudus (1Ptr. 1:2). Dikuduskan
karena dipanggil oleh Allah sendiri (Rm. 1:7). Dikuduskan bukan berarti tanpa
tanggapan dari manusia kepada Allah itu sendiri. Sebagai jawaban dari manusia
atas panggilan itu adalah “ya” dan itulah jalan menuju kekudusan (kesucian).
Sikap ini harus ditunjukkan melalui sikap iman dan pengharapan. Sikap iman
dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan sehari-hari. Kesucian
bukan soal bentuk kehidupan “seperti harus menjadi biarawan-biarawati”, tetapi
lebih pada tanggapan dan sikap/perilaku yang baik sesuai ajaran dari Yesus
Kristus melalui Gereja.
Gereja dikatakan kudus karena didirikan dan berasal dari yang kudus, yakni
Yesus sendiri. Gereja menerima kekudusannya dari Kristus dan doa-Nya: “Ya Bapa
Yang Kudus, kuduskanlah mereka dalam kebenaran” (Yoh. 17:11). Tujuan dan arah
Gereja adalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan
umat manusia.
Uskup mempunyai kepenuhan sakramen Tahbisan, maka ia menjadi “pengurus
rahmat imamat tertinggi” terutama dalam Ekaristi, yang dipersembahkannya
sendiri atau yang dipersembahkan atas kehendaknya, dan yang tiada hentinya
menjadi sumber kehidupan dan pertumbuhan Gereja (LG art. 26).
Tuhan adalah
sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah pengantara dan jalan
keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja.
Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia,
Gereja adalah agen pengudusan-Nya.
Melalui pelayanan
Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa
melalui sakramen-sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah
sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang
kelihatan.
Kekudusan itu
terungkap dengan aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu
sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil
bagian dalam satu kekudusan Gereja, yang berasal dari Kristus. Kesucian ini
adalah kekudusan yang harus diperjuangkan terus-menerus.
Segenap umat
katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen dan menurut situasi masing-masing
mengusahakan agar kita sebagai Gereja yang berziarah membawa kerendahan hati
dan kematian Yesus dalam tubuhnya, dari hari ke hari, makin dibersihkan dan
diperbarui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan,
tanpa cacat atau kerut.
Gereja kita telah
ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup para
kudus sepanjang masa. Tidak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita,
selalu ada para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Kita
manusia yang rapuh dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi kita bertobat
dari dosa kita dan sekali lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan.
Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja kaum pendosa, bukan kaum
yang merasa diri benar atau merasa yakin akan keselamatannya sendiri. Salah
satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum tanda damai, “Tuhan Yesus
Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-
Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa,
Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan.
C. GEREJA YANG KATOLIK
Menggali Ajaran Gereja (menurut dokumen Lumen Gentium (LG) artikel 13)
Semua orang dipanggil untuk menjadi umat Allah secara baru. Maka, umat itu
tetap satu dan tunggal, disebarluaskan ke seluruh dunia dan melalui segala
abad, supaya terpenuhi rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan
satu kodrat manusia, dan menetapkan untuk akhirnya menghimpun dan mempersatukan
lagi anak-anak-Nya yang tersebar (Yoh. 11:52). Sebab demi tujuan itulah, Allah
mengutus Putra-Nya, yang dijadikanNya ahli waris alam semesta (Ibr. 1:2), agar
Ia menjadi Guru, Raja, dan Imam bagi semua orang, Kepala umat anak-anak Allah
yang baru dan universal. Demi tujuan itu pulalah, Allah mengutus Roh Putra-Nya,
Tuhan yang menghidupkan, seluruh Gereja serta segenap orang beriman menjadi
azas penghimpun dan pemersatu dalam ajaran para rasul dan persekutuan, dalam
pemecahan roti, dan doa-doa (Kis. 1:42).
Jadi, satu Umat Allah itu hidup di tengah segala bangsa dunia, warga
kerajaan yang tidak bersifat duniawi, melainkan surgawi. Sebab semua orang
beriman, yang tersebar di seluruh dunia, dalam Roh Kudus, berhubungan dengan
anggota-anggota lain. Demikianlah “dia yang tinggal di Roma mengakui orangorang
India sebagai saudaranya”. Namun, karena Kerajaan Kristus bukan dari dunia ini
(Yoh. 18:36), maka Gereja dan Umat Allah, dengan membawa masuk Kerajaan itu,
tidak mengurangi sedikit pun kesejahteraan materiel bangsa mana pun juga.
Sebaliknya, Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan, dan
adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga
memurnikan, menguatkan, serta mengangkatnya. Gereja tetap ingat, bahwa harus
ikut mengumpulkan bersama dengan Sang Raja, yang diserahi segala bangsa sebagai
warisan (Mzm. 2:8), untuk mengantarkan persembahan dan upeti ke dalam kota-Nya
(Mzm. 71/72:10; Yes. 60:4-7; Why. 21:24). Sifat universal yang menyemarakkan
Umat Allah itu merupakan kurnia Tuhan sendiri. Oleh karenanya, Gereja yang
katolik secara tepat-guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat
manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam
kesatuan Roh-Nya.
Berkat ciri katolik itu, setiap bagian Gereja menyumbangkan kepunyaannya
sendiri kepada bagian-bagian lainnya dan kepada seluruh Gereja. Dengan
demikian, Gereja semesta dan masing- masing bagiannya berkembang karena
semuanya saling berbagi dan serentak menuju kepenuhannya dalam kesatuan. Maka
dari itu, umat Allah bukan hanya dihimpun dari pelbagai bangsa, melainkan dalam
dirinya sendiri pun tersusun dari aneka golongan. Di antara para anggotanya,
terdapat kemacamragaman, entah karena jabatan, sebab ada beberapa yang
menjalankan pelayanan suci demi kesejahteraan saudarasaudara mereka, entah
karena corak dan tata tertib kehidupan, sebab cukup banyak yang dalam status
hidup bakti (religius) menuju kesucian melalui jalan yang lebih sempit, yang
mendorong saudara-saudara dengan teladan mereka. Maka dari itu, dalam
persekutuan Gereja, selayaknya pula terdapat GerejaGereja khusus, yang memiliki
tradisi mereka sendiri, sedangkan tetap utuhlah primat takhta Petrus, yang
mengetuai segenap persekutuan cinta kasih, melindungi keanekaragaman yang
wajar, dan sekaligus menjaga, agar hal-hal yang khusus jangan merugikan
kesatuan, tetapi justru menguntungkannya. Dengan demikian, antara pelbagai
bagian Gereja, perlu ada ikatan persekutuan yang mesra mengenai kekayaan
rohani, para pekerja dalam kerasulan, dan bantuan materiel. Sebab para anggota
umat Allah dipanggil untuk saling berbagi harta benda, dan bagi masing-masing
Gereja pun berlaku amanat Rasul: “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan
kurnia yang telah diperoleh setiap orang, sebagai pengurus aneka rahmat Allah
yang baik.” (1Ptr. 4:10).
Jadi, kepada kesatuan katolik Umat Allah itulah, yang melambangkan dan
memajukan perdamaian semesta, semua orang dipanggil. Mereka termasuk kesatuan
itu atau terarahkan kepadanya dengan aneka cara, baik kaum beriman katolik,
umat lainnya yang beriman akan Kristus, maupun semua orang tanpa kecuali, yang
karena rahmat Allah dipanggil kepada keselamatan.
Penjelasan Pokok-Pokok Penting terkait makna ajaran iman tentang Katolik
berdasarkan Lumen Gentium art. 13 berikut ini.
Gereja Katolik dapat hidup di tengah segala bangsa di dunia ini karena
terbuka terhadap siapa pun yang mau mengimani Yesus dengan belajar akan
nilai-nilai dan ajaran agama Katolik, tidak terbatas pada waktu dan tempat.
Gereja Katolik meyakini Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang
tidak terbatas pada anggota Gereja saja, tetapi juga terarah kepada seluruh
dunia. Dengan sifat Katolik ini dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi
keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.
Gereja bersifat Katolik karena ajarannya universal, terbuka bagi semua
orang, diwartakan kepada segala bangsa. Gereja terbuka kepada setiap kemampuan
umatnya, budaya dan adat istiadatnya, pendidikan, kekayaan, latar belakang dan
seluruh kehidupan umatnya.
Gereja Katolik merangkul semua umatnya tanpa terkecuali. Gereja Katolik
juga bersifat dinamis, dapat diwujudkan dengan berbagai cara, sesuai dengan
nilai-nilai luhur dari ajaran Gereja.
Gereja Katolik tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, tetapi merupakan
identitas yang dinamis, selalu dan di mana-mana dapat mempertahankan diri
bagaimana pun pelaksanaannya karena Gereja Katolik bersumber dari Sabda Allah
sendiri.
Sesudah guru memberikan penjelasan pokok-pokok penting, guru memberitahukan
Gereja Katolik dalam tautan yang tersedia
Penjelasan:
1.
Gereja
bersifat katolik yang artinya universal, karena Kristus berdiam diri dan hadir
di dalamnya. Di mana ada Gereja, di sana Kristus juga hadir dalam mewartakan
kepenuhan dan totalitas iman menuju keselamatan.
2.
Gereja
bersifat katolik berarti terbuka bagi seluruh dunia, tanpa sekat pemisah baik,
bahasa, budaya, suku, warna kulit, dan status/kedudukan. Kekatolikan Gereja
berlaku untuk semua orang. Iman dan ajaran Gereja Katolik bersifat universal
atau umum dapat dilaksanakan oleh semua umat di berbagai tempat di dunia.
3.
Gereja
itu katolik karena dapat hidup dan hadir di antara semua bangsa. Dalam hal ini,
Gereja hadir sebagai tanda dari Sakramen yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Roh
Kuduslah kekuatan Gereja. Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja
meleburkan diri ke dalam dunia. Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap
mempertahankan identitas dirinya. Kekatolikan Gereja bersumber dari firman
Tuhan sendiri.
4.
Gereja
itu bersifat dinamis karena dapat dikembangkan lebih nyata atau diwujudkan
dengan bersikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan agama
bangsa mana pun. Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk
mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini. Gereja berusaha untuk
memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia
dengan terlibat dalam kehidupan bermasyarakat.
D. GEREJA YANG APOSTOLIK
Menggali Ajaran Kitab Suci berdasarkan perikop Matius 28:16-20 berkaitan
dengan sifat Gereja yang apostolik
Injil Matius tersebut membahas amanat agung Tuhan Yesus Kristus kepada para
murid ketika Ia naik ke surga dengan mulia. Yesus meminta murid-murid-Nya
mewartakan dan memberitakan Injil ke seluruh dunia agar dunia diselamatkan.
Tentu saja amanat ini juga diberikan kepada kita, para pengikut-Nya di zaman
sekarang ini. Bacaan tersebut juga menegaskan bahwa baptisan bukan perintah
yang dibuat oleh manusia ataupun Gereja, melainkan peraturan yang sudah
ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri.
Menggali Ajaran Gereja ((Konsili Vatikan II Lumen Gentium artikel 23 yang
berbicara tentang Keapostolikan Gereja Katolik).
Persatuan kolegial tampak dalam hubungan timbal balik antara setiap uskup
dan Gereja-Gereja khusus serta Gereja semesta. Imam Agung di Roma, sebagai
pengganti Petrus, menjadi asas dan dasar yang kekal dan kelihatan bagi kesatuan
para uskup maupun segenap kaum beriman. Setiap uskup menjadi asas dan dasar
yang nyata bagi kesatuan dalam Gereja, khususnya yang terbentuk menurut citra
Gereja semesta. Gereja Katolik yang satu dan tunggal berada dalam Gereja-Gereja
khusus dan terhimpun dari padanya. Maka dari itu, setiap uskup mewakili
Gerejanya sendiri, sedangkan semua uskup bersama Paus mewakili seluruh Gereja
dalam ikatan damai, cinta kasih, dan kesatuan.
Setiap uskup yang mengetuai Gereja khusus, menjalankan kepemimpinan
pastoralnya terhadap umat Allah yang dipercayakan kepadanya, bukan terhadap
Gereja-Gereja lain atau Gereja semesta. Akan tetapi, sebagai anggota Dewan para
uskup dan pengganti para rasul yang sah, atas penetapan dan perintah Kristus,
mereka wajib menaruh perhatian terhadap seluruh Gereja. Meskipun perhatian itu
tidak diwujudkan melalui tindakan menurut wewenang hukumnya, tetapi sangat
bermanfaat bagi seluruh Gereja.
Semua uskup wajib memajukan dan melindungi kesatuan iman dan tata tertib
yang berlaku umum bagi segenap Gereja, mendidik umat beriman untuk mencintai
seluruh Tubuh Kristus yang mistik, terutama anggota yang miskin dan sedang
berduka, serta mereka yang menanggung penganiayaan demi kebenaran (lih. Mat.
5:10). Segenap anggota Gereja akhirnya juga ikut serta memajukan segala
kegiatan yang umum bagi seluruh Gereja, terutama agar iman berkembang dan
cahaya kebenaran yang penuh terbit bagi semua orang. Memang sudah pasti bahwa
bila mereka membimbing dengan baik Gereja mereka sendiri sebagai bagian Gereja
semesta, mereka memberi sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan seluruh Tubuh
Mistik yang merupakan badan Gereja-Gereja itu.
Penyelenggaraan pewartaan Injil di seluruh dunia merupakan kewajiban badan
para gembala, yang bersama-sama menerima perintah Kristus dan dengan demikian
juga mendapat tugas bersama, seperti telah ditegaskan oleh Paus Coelestinus
kepada para bapa Konsili di Efesus. Setiap uskup melaksanakan tugas mereka
sendiri dan wajib ikut serta dalam kerja sama antara mereka dan para pengganti
Petrus yang secara istimewa diserahi tugas menyiarkan iman kristiani. Untuk
daerah-daerah misi, sedapat mungkin mereka wajib menyediakan pekerja-pekerja
panenan maupun bantuan- bantuan rohani dan jasmani, bukan hanya langsung dari
mereka sendiri, melainkan juga dengan membangkitkan semangat kerja sama yang
berkobar di antara umat beriman. Akhirnya, hendaklah para uskup, dalam
persekutuan semesta cinta kasih, dengan sukarela memberi bantuan persaudaraan
kepada Gereja-Gereja lain, terutama yang lebih dekat dan miskin, menurut
teladan mulia Gereja kuno.
Terjadilah berkat penyelenggaraan Ilahi bahwa pelbagai Gereja yang
didirikan di pelbagai tempat oleh para rasul serta para pengganti mereka,
sesudah waktu tertentu bergabung menjadi berbagai kelompok yang tersusun secara
organis. Dengan tetap mempertahankan kesatuan iman serta susunan satu-satunya
yang berasal dari Allah bagi seluruh Gereja. Setiap kelompok mempunyai tata
tertib, tata cara liturgi, serta warisan teologis dan rohani masingmasing.
Beberapa di antaranya adalah Gereja-Gereja patriarkal kuno, yang ibarat ibu
dalam iman, melahirkan Gereja-Gereja lain sebagai anak-anaknya.
Gereja-Gereja kuno itu sampai sekarang tetap berhubungan dengan
Gereja-Gereja cabang mereka karena ikatan cinta kasih yang lebih erat dalam
hidup sakramental dan saling menghormati hak-hak dan kewajiban mereka.
Keanekaragaman Gereja-Gereja setempat yang menuju kesatuan itu dengan cemerlang
memperlihatkan sifat katolik Gereja yang tak terbagi. Begitu pula
konferensi-konferensi uskup sekarang ini dapat memberi bermacam-macam sumbangan
yang berfaedah supaya semangat kolegial mencapai penerapannya yang konkret.
Penjelasan Penting terkait keapostolikan Gereja berdasarkan Ajaran
Kitab Suci dan Ajaran Gereja.
Gereja Katolik bersifat apostolik karena berdasar pada warisan iman dari
Gereja seperti yang ditulis dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci yang
dilestarikan, diajarkan, dan diwariskan oleh para rasul. Ciri apostolik ini
mengingat bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi dengan
Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).
Umat Katolik percaya dan mengimani Yesus Kristus yang mendirikan Gereja
Katolik. Yesus Kristus memberikan otoritas-Nya kepada para rasul dan diteruskan
kepada para uskup hingga saat ini. Yesus memberikan kepercayaan pertama untuk
memimpin Gereja Katolik secara universal kepada Santo Petrus, Paus Pertama
sekaligus Uskup Roma.
Rangkuman
1.
Gereja
apostolik dibangun di atas fondasi para rasul dan diteruskan oleh para penerus
rasul, yaitu Paus dan para uskup. Yesus telah memilih para rasul untuk menjadi
pemimpin-pemimpin pertama Gereja-Nya di bawah pimpinan Rasul Petrus. Yesus
menjanjikan bahwa Gereja-Nya tidak akan binasa. Kepemimpinan Gereja tidak
berhenti dengan berakhirnya kepemimpinan para rasul itu, tetapi diteruskan oleh
para pengganti mereka. Dengan demikian, janji penyertaan Yesus terus
berlangsung sampai saat ini dan sampai akhir zaman (Mat. 28:20).
2.
Gereja
apostolik memegang secara utuh dan melestarikan ajaran dan tradisi para rasul
yang telah menerima kuasa mengajar dari Kristus sendiri. Para rasul adalah para
uskup yang pertama dan sejak abad pertama, pengajaran para rasul dalam Kitab
Suci dan Tradisi Suci diturunkan secara lisan kepada para penerus.
3.
Gereja
apostolik adalah Gereja yang taat kepada Paus selaku penerus Rasul Petrus.
Gereja bersifat apostolik karena strukturnya, yaitu diajar, dikuduskan, dan
dibimbing oleh para rasul melalui pengganti-pengganti Petrus sampai kedatangan
Kristus Kembali
4.
Kepemimpinan
Gereja Katolik di bawah Paus di Roma berlangsung sampai saat ini. Dalam Gereja
Katolik, tidak ada uskup, Imam, dan Diakon yang menahbiskan dirinya sendiri
atau memilih dirinya sendiri untuk menjadi pemimpin, tetapi oleh karena
panggilan Tuhan dan Gereja dalam melayani. Hal ini menunjukkan bahwa apostolik
memiliki persatuan dengan Paus sebagai pemimpin Gereja Katolik secara
universal.
5.
Usaha-usaha
untuk melestarikan keapostolikan Gereja dalam diri kita pada zaman ini antara
lain umat diajak untuk setia dalam mempelajari Injil, iman Gereja yang
diwariskan oleh para rasul; menafsirkan dan mengevaluasi situasi hidup yang
konkret dengan iman Gereja dari para rasul; dan mengajak umat untuk loyal
kepada hierarki sebagai pengganti para rasul.
Gereja Katolik disebut apostolik karena memiliki warisan iman seperti yang
tertulis dalam Kitab Suci (Matius 28:16-20) dan Tradisi Gereja Katolik yang
dilestarikan dalam bentuk pengajaran resmi Gereja (Lumen Gentium artikel 23).
Fondasi Gereja yang apostolik berdiri kuat dan berakar dalam Yesus Kristus,
melalui bimbingan Roh Kudus, roh kebenaran yang diwariskan kepada para
rasulnya. Dalam konteks Gereja di zaman sekarang, hierarki Gereja dan umat
adalah bagian dari para rasul yang harus melestarikan dan menjaga khazanah iman
Gereja Katolik.
Dalam upaya mewujudkan Gereja yang apostolik pada zaman ini, Gereja
bersikap terbuka pada ajaran Yesus yang diwariskan kepada para rasul, yang
ditunjukkan dalam bentuk pengajaran, pewartaan, kesatuan utuh, dan kehadiran
Gereja di dunia. Keapostolikan Gereja dapat ditunjukkan melalui berbagai cara,
antara lain.
1.
setia
mempelajari Injil yang merupakan iman Gereja warisan para rasul,
2.
menafsirkan
dan menemukan iman Gereja para rasul dari berbagai latar belakang atau situasi
kehidupan nyata,
3.
mengupayakan
kesetiaan dan loyalitas kepada Gereja, dalam hal ini hierarki sebagai pengganti
para rasul.

