-->

SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL: KELAS X (FASE E), SEMESTER GANJIL (1), KURIKULUM MERDEKA

 


SOAL

 

Nama Sekolah  : SMK Sanjaya Bajawa

Mapel               : Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

Fase/Kelas        : E/X

Semester           : Ganjil

 

1. Seorang remaja merasa bakat melukisnya tidak berguna karena tidak menghasilkan uang. Sebagai teman seiman, pernyataan manakah yang paling tepat untuk mengevaluasi pandangan ini berdasarkan ajaran Katolik tentang Imago Dei (Citra Allah)…

A. Semua orang punya bakat yang sama, jadi bakatnya tidak istimewa dan tidak perlu terlalu dipikirkan.

B. Ia harus tetap melukis, tetapi hanya untuk dirinya sendiri, karena orang lain tidak menghargainya jika tidak berbayar.

C. Melukis tetap berharga karena merupakan anugerah Tuhan dan bisa menjadi sarana memuji-Nya serta menghibur orang lain.

D. Bakat hanya berharga jika bisa menghasilkan kekayaan materi; jadi, sebaiknya ia mencari bakat lain.

 

2. Mengapa dalam pandangan Katolik, mengenali kelemahan diri (seperti mudah marah atau kurang sabar) justru menjadi langkah penting menuju pengembangan diri yang utuh, setara dengan mengenali kekuatan?

A. Kelemahan bisa diubah menjadi kekuatan melalui usaha keras manusia tanpa perlu melibatkan dimensi spiritual.

B.Kelemahan adalah bukti keterbatasan manusia yang mendorong kerendahan hati dan bergantung pada rahmat Tuhan serta bantuan orang lain.

C.Kelemahan adalah tanda dosa asal yang harus dihilangkan seluruhnya, sedangkan kekuatan adalah anugerah yang harus diperlihatkan.

D.Mengenali kelemahan hanya penting agar kita bisa menghindari situasi yang dapat memicu kelemahan tersebut.

 

3. Budi sangat pintar matematika, sedangkan Santi sangat mahir bermain musik. Di sekolah mereka ada kegiatan proyek yang membutuhkan kedua kemampuan tersebut. Tindakan manakah yang paling mencerminkan prinsip “Aku Pribadi yang Unik” dalam konteks kerja sama tim Katolik?

A.Budi mengambil alih proyek karena matematika lebih penting dalam penilaian, dan Santi hanya menjadi asisten.

B.Mereka berkolaborasi secara sinergis: Budi fokus pada perhitungan dan struktur, Santi fokus pada presentasi kreatif, sambil saling menghargai peran masing-masing sebagai anugerah unik.

C.Budi mencoba mengajari Santi matematika secara intensif, dan Santi melakukan hal yang sama pada Budi dengan musik, agar mereka bisa mandiri.

D.Budi dan Santi bekerja secara terpisah, lalu menggabungkan hasilnya tanpa ada komunikasi mendalam tentang proses masing-masing.

 

4. Jika seseorang terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain hingga merasa rendah diri dan ingin mengubah semua keunikan yang ia miliki, tindakan ini secara iman Katolik dianggap bertentangan dengan prinsip dasar...

A.Solidaritas universal, karena ia seharusnya lebih memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri.

B.Keutamaan Roh Kudus, karena gagal menemukan karisma di dalam dirinya.

C.Penerimaan diri sebagai Citra Allah (Imago Dei), yang telah diciptakan muliaan dan hormat oleh-Nya.

D.Tanggung jawab moral untuk terus mengembangkan bakat demi keuntungan finansial.

 

5. Mazmur 8:6 ("Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.. ") menekankan keunikan manusia. Manakah yang paling mendalam menjelaskan arti "kemuliaan dan hormat "  dalam konteks keunikan diri?

A. Menunjukkan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi kudus seperti para santo dan santa.

B. Artinya bahwa keunikan fisik setiap orang (sidik jari, wajah) adalah anugerah evolusioner yang luar biasa.

C. Menggambarkan bahwa setiap pribadi adalah karya seni yang unik, tidak ada duanya, yang diciptakan dan dirawat secara personal oleh Allah sendiri, menegaskan martabat ilahi mereka.

D. Merujuk pada kemampuan manusia untuk mencapai prestasi besar di dunia, seperti menjadi penemu atau pemimpin terkenal.

 

6. Berdasarkan pemahaman bahwa “Aku Pribadi yang Unik” (diciptakan, dikasihi, dan diberi bakat oleh Allah), bagaimana Anda akan merumuskan tujuan hidup yang mencerminkan tanggung jawab iman atas keunikan tersebut?

A. Meniru seluruh cara hidup tokoh idola atau santo tertentu agar bisa mencapai kekudusan yang sama seperti mereka.

B. Menggunakan keunikan untuk mendapatkan posisi tertinggi dalam masyarakat agar semua orang mau mendengarkan ajaran iman Katolik.

C. Mencapai kekayaan sebesar-besarnya agar bisa membuktikan bahwa bakat dari Tuhan itu menguntungkan dan membanggakan.

D. Mengembangkan semua bakat dan mengatasi kelemahan yang ada untuk memuliakan Tuhan dan melayani sesama sesuai dengan panggilan dan cara hidup unik yang telah Allah rancangkan.

 

7. Ketika Anda melihat teman Anda sering diejek karena memiliki kekurangan fisik yang unik, apa tindakan etis yang paling tepat untuk Anda lakukan, selain hanya membela, guna menunjukkan penghargaan terhadap martabatnya sebagai citra Allah?

A. Meminta teman tersebut untuk menyembunyikan kekurangannya agar ia tidak lagi menjadi korban ejekan.

B.Mendekati para pengejek untuk menjelaskan nilai martabat manusia (Imago Dei) dan keindahan keunikan, sambil melibatkan teman yang diejek dalam kegiatan positif gereja/sekolah.

C.Menggunakan wewenang Anda (jika ada) untuk menghukum para pengejek agar mereka jera dan takut mengulanginya.

D.Melibatkan orang lain yang juga diejek agar mereka membentuk kelompok pertahanan diri.

 

8.  Kitab Suci (Kejadian 1:27) menegaskan bahwa “Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya (Imago Dei), menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Analisis manakah yang paling tepat menjabarkan implikasi teologis dari kalimat tersebut terhadap kesederajatan gender?

A. Kalimat tersebut hanya menegaskan perbedaan biologis, tetapi tidak ada kaitannya dengan kesamaan hak asasi atau kesederajatan martabat.

B. Martabat laki-laki dan perempuan adalah sama persis karena kedua-nya merupakan Citra Allah, sehingga peran dan fungsi mereka dalam masyarakat harus saling melengkapi, bukan saling mendominasi.

C. Kesederajatan hanya berlaku dalam konteks Gereja, sementara di masyarakat umum, peran laki-laki tetap lebih dominan.

D. Perempuan diciptakan setelah laki-laki, sehingga secara de facto perempuan memiliki posisi kedua di hadapan Allah.

 

9. Dalam masyarakat sering terjadi diskriminasi upah di mana wanita dibayar lebih rendah dari laki-laki untuk pekerjaan yang sama (diskriminasi gender). Sintesis ajaran Kitab Suci (Imamat 19:13: “Janganlah engkau menahan upah seorang pekerja”) dan Ajaran Sosial Gereja Katolik (ASG) mengharuskan kita untuk...

A. Mendorong perempuan untuk memilih profesi yang dominan wanita saja agar terhindar dari perbandingan upah dengan laki-laki.

B. Berjuang untuk upah yang sama untuk pekerjaan yang sama (equal pay for equal work) sebagai perwujudan keadilan Kristiani dan pengakuan atas martabat perempuan sebagai pribadi yang setara dalam kontribusi ekonomi.

C. Mengharuskan Gereja hanya memberikan upah yang sama kepada semua karyawan rohaniawan, tetapi tidak mengomentari perusahaan swasta.

D. Menerima perbedaan upah tersebut sebagai takdir karena laki-laki memiliki tanggung jawab mencari nafkah yang lebih besar secara tradisi.

 

10. Jika seorang remaja laki-laki menolak untuk berpartisipasi dalam tugas rumah tangga, mengklaim bahwa tugas-tugas tersebut adalah “pekerjaan perempuan,” tindakan ini secara moral dan teologis dianggap salah karena...

A. Dia akan didenda sesuai dengan hukum Gereja (Hukum Kanonik) karena menolak tugas rumah tangga.

B. Melanggar prinsip subsidiaritas yang hanya berlaku untuk hubungan antara pemerintah dan rakyat.

C. Dia akan dinilai buruk oleh teman-teman dan akan merusak reputasinya di lingkungan sosial.

D. Tidak sesuai dengan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi

 

11.  Perempuan memiliki hak penuh untuk memilih menjadi biarawati (hidup bakti) dan laki-laki berhak memilih menjadi imam. Mengapa hak untuk memilih panggilan hidup ini menjadi salah satu bukti nyata pengakuan Gereja Katolik terhadap kesamaan martabat dan kebebasan individu?

A.Karena kedua panggilan tersebut menuntut kesempurnaan moral yang lebih tinggi daripada umat awam.

B.Karena masing-masing panggilan adalah bentuk perwujudan totalitas diri yang unik dan setara di hadapan Allah dalam menjawab panggilan Allah.

C.Karena kedua panggilan tersebut (biarawati dan imam) memiliki tugas yang persis sama dalam pelayanan liturgi Gereja.

D.Karena Gereja harus mengisi kekosongan jabatan rohani di paroki-paroki yang membutuhkan.

 

12. Seorang remaja putri merasa tidak yakin untuk mengambil jurusan teknik karena sering mendengar anggapan bahwa “perempuan tidak cocok di bidang teknis.” Bagaimana remaja tersebut harus mengevaluasi anggapan itu dari sudut pandang kesederajatan menurut iman Katolik?

A. Mengubah tujuannya ke jurusan yang lebih “feminine” agar hidupnya lebih mudah dan tidak bertentangan dengan pandangan masyarakat.

B. Mencari teman laki-laki yang dapat membantunya menyelesaikan tugas-tugas di jurusan teknik jika ia nanti mengambilnya.

C. Menganggap anggapan tersebut benar karena tradisi selalu memisahkan peran gender, dan Gereja tidak dapat mencampuri urusan profesi.

D. Mengevaluasi bahwa stereotip itu bertentangan dengan prinsip martabat manusia karena membatasi kebebasan dan pengembangan bakat yang merupakan anugerah ilahi.

 

 13. Kitab Suci, dalam Kejadian 1:26-27, mengajarkan bahwa manusia diciptakan menurut “gambar dan rupa Allah”. Jika seorang siswa melihat temannya terus-menerus merundung (bullying) siswa lain karena keterbatasan fisik, bagaimana seharusnya siswa tersebut menganalisis tindakan perundungan itu dalam terang ajaran Kitab Suci tentang martabat manusia?

A.Tindakan perundungan menunjukkan penolakan terhadap nilai-nilai sosial, tetapi tidak secara langsung bertentangan dengan ajaran 'gambar Allah' karena itu hanya berlaku untuk aspek rohani.

B.Perundungan hanya merupakan masalah disiplin sekolah yang dapat diselesaikan dengan hukuman biasa, tidak perlu dikaitkan dengan ajaran teologis Citra Allah.

C.Perundungan adalah bentuk nyata dari pengabaian martabat intrinsik manusia; tindakan itu secara fundamental menodai dan merendahkan 'gambar Allah' yang melekat pada diri korban, sebab Allah mengasihi semua ciptaan-Nya.

D.Tindakan perundungan itu melanggar hak asasi, namun bukan urusan pribadi, karena martabat hanya terkait hubungan manusia dengan Tuhan.

 

14. Dalam konteks Evangelium Vitae art. 48, Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa serangan terhadap kehidupan tidak hanya terjadi pada permulaan dan akhir hidup, tetapi juga dalam pelanggaran martabat sehari-hari. Manakah yang paling tepat mengaitkan tindakan perundungan (bullying) yang menyebabkan korban depresi berat/bunuh diri dengan penolakan terhadap status manusia sebagai “manifestasi istimewa kemuliaan Allah”?

A. Perundungan hanya melanggar peraturan sekolah atau hukum sipil, tetapi tidak secara langsung menyerang kesakralan hidup fisik yang menjadi fokus EV 48.

B.Pelaku perundungan tidak menyadari ajaran Gereja, sehingga tindakan mereka hanya kesalahan etika ringan.

C. Tindakan perundungan secara sistematis merampas harga diri dan harapan hidup seseorang, yang secara esensial menyangkal nilai yang diberikan Allah pada pribadi itu.

D. Karena perundungan bukan merupakan pembunuhan langsung, bobot moralnya lebih ringan dan tidak dapat disamakan dengan aborsi atau euthanasia.

 

15. Manakan pernyataan yang benar dan sesuai dengan prinsip Evangelium Vitae art. 48 untuk memperjuangkan martabat manusia sebagai Citra Allah?

A. Menyelenggarakan program advokasi berupa (1) mendampingi ibu hamil dalam krisis untuk menolak aborsi, dan (2) membuat tim pendukung psikososial untuk korban perundungan.

B. Mendirikan pusat pelatihan kejuruan yang hanya menerima anak-anak dari keluarga miskin agar mereka memiliki nilai fungsional yang tinggi di masyarakat.

C. Melakukan kampanye untuk mendukung hukuman mati sebagai bentuk pembelaan terhadap masyarakat yang sah dari serangan kejahatan.

D. Membuat petisi online yang menuntut legalisasi euthanasia bagi pasien terminal yang menderita agar mereka tidak lagi merusak martabat mereka di mata keluarga.

 

16. Anton merasa sangat bersalah setelah ia memfitnah temannya, meskipun tindakannya itu membuatnya populer di kalangan teman-temannya yang lain. Namun, Budi, temannya, berargumen bahwa "Kebenaran itu relatif, yang penting kamu populer dan tidak ada yang dirugikan secara fisik." Bagaimana ajaran Gaudium et Spess art. 16 menganalisis argumen Budi?

A. Argumen Budi benar, karena suara hati bersifat subjektif dan dibentuk oleh lingkungan sosial (teman-teman) yang paling dominan.

B. Argumen Budi salah, karena GS art. 16 menegaskan bahwa suara hati mengacu pada hukum objektif (Hukum Allah) yang melampaui persetujuan sosial atau popularitas.

C. Argumen Budi relevan, karena "seorang diri bersama Allah" berarti manusia bebas menentukan sendiri mana yang baik dan buruk tanpa intervensi pihak luar.

D. Argumen Budi dan suara hati Anton sama-sama benar, karena Gereja mengajarkan bahwa kebenaran moral bisa berbeda-beda tergantung situasi.

 

17. Galatia 5:16-25 mempertentangkan "perbuatan daging" (misalnya: perselisihan, iri hati, kepentingan diri sendiri) dengan "buah-buah Roh" (misalnya: kasih, kesabaran, penguasaan diri). Seorang siswa bernama Rian tahu bahwa ia harus belajar untuk ujian (tanggung jawab), tetapi ia terus-menerus menundanya untuk bermain game online yang ia nikmati (keinginan). Bagaimana konflik yang dialami Rian dapat dianalisis menggunakan kacamata Galatia 5:16-25 dalam konteks suara hati?

A. Suara hati Rian (keinginan bermain game) sedang berperang melawan "perbuatan daging" (kewajiban untuk belajar).

B. Rian belum memiliki "buah Roh", sehingga wajar jika ia tidak mampu mendengar suara hatinya sama sekali.

C. Konflik Rian adalah murni masalah manajemen waktu dan tidak ada hubungannya dengan pertarungan rohani yang dijelaskan dalam Galatia 5.

D. Rian sedang mengabaikan suara hatinya (tanggung jawab belajar) karena ia memilih hidup menurut "keinginan daging" (kepentingan diri sendiri/kenikmatan sesaat) yang menghambatnya menghasilkan 'buah Roh' berupa penguasaan diri.

 

18. Di sebuah negara, menyuap pejabat dianggap sebagai hal yang "wajar" dan "lumrah" untuk memperlancar urusan. Seorang pengusaha Katolik merasa bahwa jika ia tidak memberi suap, bisnisnya akan bangkrut dan karyawannya akan di-PHK. Ia pun memutuskan untuk memberi suap, dengan alasan "terpaksa" dan "demi kebaikan yang lebih besar" (menyelamatkan karyawan). Evaluasi yang paling tepat mengenai tindakan pengusaha tersebut dari sudut pandang tanggung jawab moral dan suara hati adalah...

A. Tindakannya dapat dibenarkan, karena suara hati harus tunduk pada realitas sosial-ekonomi yang mendesak (suara hati yang situasional).

B. Tindakannya salah, namun ia tidak berdosa karena ia tidak punya pilihan lain (prinsip double effect).

C. Tindakannya benar, karena menyelamatkan pekerjaan karyawan adalah "buah Roh" (kasih) yang lebih penting daripada menaati hukum (perbuatan daging).

D. Tindakannya menunjukkan suara hati yang keliru (sesat) karena ia membenarkan sarana yang jahat (suap) untuk mencapai tujuan yang baik (menyelamatkan karyawan), padahal Gereja mengajarkan tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang buruk.

 

19. Siska adalah seorang siswi yang cerdas. Sahabatnya, Maria, sedang mengalami depresi berat karena masalah keluarga dan terancam tidak naik kelas. Saat ujian akhir yang sangat menentukan, Maria memohon Siska untuk memberinya jawaban. Suara hati Siska terbelah antara kejujuran (nilai moral) dan belas kasihan (membantu sahabatnya yang putus asa). Manakah bentuk tanggung jawab yang paling utuh dan mencerminkan ketaatan pada suara hati yang luhur dalam situasi Siska?

A. Memberikan contekan kepada Maria (mengutamakan belas kasihan), karena kondisi darurat depresi Maria membatalkan kewajiban moral untuk jujur.

B. Melaporkan Maria kepada pengawas ujian bahwa ia berusaha menyontek, agar Maria belajar bertanggung jawab atas kesulitannya sendiri (menjaga keadilan).

C. Diam saja dan fokus pada ujiannya sendiri, karena membantu Maria adalah urusan pribadi Maria, dan menjaga kejujuran adalah urusan pribadi Siska.

D. Menolak memberi contekan (menjaga kejujuran), namun setelah ujian selesai segera mencari guru BP dan wali kelas untuk menjelaskan kondisi depresi Maria agar dicarikan solusi akademis dan psikologis yang menyeluruh.

 

20. Banyak orang menyamakan suara hati dengan perasaan (sensasi psikologis). Padahal, Ajaran Gereja membedakannya. Suara hati adalah "keputusan akal budi" (judgement of reason) tentang moralitas suatu tindakan, bukan sekadar emosi. Manakah contoh di bawah ini yang paling jelas menunjukkan tindakan yang didasari oleh suara hati (putusan akal budi), bukan sekadar perasaan?

A. Doni merasa malu dan takut ketahuan guru saat ia berbohong, sehingga ia tidak jadi berbohong.

B. Dina merasa iba melihat pengemis di jalan, sehingga ia langsung memberinya uang tanpa berpikir panjang.

C. Rika merasa senang dan bangga pada dirinya sendiri setiap kali ia memuji orang tuanya di depan umum.

D. Toni tidak mau ikut merundung (bully) teman sekelasnya, meskipun ia tidak merasa iba pada korban, karena ia sadar (tahu/mempertimbangkan) bahwa merundung adalah tindakan yang merendahkan martabat manusia dan itu jahat.

21.  Yesus bersabda dalam Matius 7:15-19, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu... Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka... setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik..." Seorang influencer di media sosial sering mengunggah konten yang tampak sangat rohani dan menggunakan kutipan Kitab Suci. Namun, di konten lainnya, ia secara konsisten memamerkan kemewahan secara berlebihan (flexing), merendahkan orang miskin, dan memprovokasi kebencian terhadap kelompok lain. Bagaimana ajaran Yesus dalam Mat 7:15-19 ("Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka") membantu kita menganalisis influencer tersebut secara kritis?

A. Kita harus percaya pada influencer itu, karena "pohon"-nya (konten rohani) jelas menunjukkan ia orang baik, meskipun "buah" lainnya (pamer) tidak kita sukai.

B. Kita tidak boleh menghakimi influencer tersebut, karena hanya Allah yang tahu "pohon" yang asli, dan kita hanya melihat sebagian kecil hidupnya di media sosial.

C. Kita harus mengevaluasi keseluruhan "buah" (dampak nyata kontennya), bukan hanya "pohon" (citra rohani yang ditampilkan). Jika buahnya adalah kesombongan dan kebencian, kita harus waspada bahwa pohonnya mungkin tidak baik.

D. Kita harus memisahkan antara kehidupan rohaninya dan kehidupan pribadinya; "buah" yang dimaksud Yesus hanyalah ajaran rohani, bukan gaya hidup atau perilaku sosialnya.

 

22. Dekret Konsili Vatikan II, Inter Mirifica (IM) artikel 9 dan 10, menekankan bahwa pengguna (penerima) media komunikasi sosial juga memiliki kewajiban moral untuk "memilih" siaran/konten yang baik dan "menghindari" apa yang dapat menyebabkan kerugian rohani. Rina sering menonton konten gosip (infotainment) di media sosial yang berisi fitnah dan membuka aib orang lain. Rina beralasan, "Saya hanya viewer, bukan pembuat konten. Jadi saya tidak ikut berdosa. Yang salah adalah yang membuat berita bohong itu." Evaluasi yang paling tepat terhadap alasan Rina berdasarkan semangat Inter Mirifica art. 9 & 10 adalah...

A. Alasan Rina keliru secara moral. Menurut IM, pengguna media memiliki tanggung jawab untuk menghindari konten yang merusak (fitnah), karena dengan menontonnya, Rina secara tidak langsung mendukung industri gosip tersebut.

B. Alasan Rina benar. Tanggung jawab moral sepenuhnya ada pada produsen (pembuat konten), sedangkan viewer bebas memilih tontonan sebagai hiburan.

C. Alasan Rina benar, asalkan Rina tidak ikut menyebarkan (share) konten gosip tersebut; jika hanya menonton, ia tidak melanggar moralitas.

D. Alasan Rina keliru, karena seharusnya Rina ikut berkomentar di kolom gosip tersebut untuk meluruskan kebenaran dan melawan pembuat konten.

 

23. Algoritma media sosial (seperti TikTok atau Instagram) cenderung menyajikan konten yang "sesuai" dengan apa yang sudah kita sukai atau percayai. Jika seorang siswa terus-menerus melihat konten yang berisi ujaran kebencian terhadap suatu kelompok, ia akan semakin jarang melihat konten yang berisi pandangan damai atau perspektif lain. Ditinjau dari perspektif iman Katolik yang mengutamakan kasih (caritas) dan kebenaran (veritas), apa bahaya moral terbesar dari fenomena "echo chamber" (ruang gema) algoritma ini?

A. Siswa akan membuang-buang waktu dan kuota internet karena melihat konten yang mirip terus-menerus.

B. Siswa kehilangan kemampuan berdialog dan objektivitas; ia merasa pandangannya (yang penuh kebencian) adalah satu-satunya kebenaran, sehingga menumbuhkan prasangka dan mematikan belas kasih.

C. Siswa akan menjadi "nabi palsu" seperti yang dimaksud dalam Matius 7 karena ia tidak bisa membedakan buah yang baik dan buruk.

D. Siswa akan kesulitan mencari konten rohani Katolik karena algoritmanya sudah dipenuhi konten kebencian.

 

24. Anda menerima sebuah pesan berantai (broadcast) di WhatsApp Group (WAG) keluarga besar yang berisi informasi menghebohkan tentang "bahaya" vaksin tertentu, disertai data yang tampak ilmiah, namun sumbernya tidak jelas (misalnya: "Info dari Dokter X di USA"). Suara hati Anda ragu akan kebenarannya, tetapi Anda juga khawatir jika info itu benar dan keluarga tidak tahu. Sebagai siswa Katolik yang kritis dan bertanggung jawab, tindakan yang paling bijak dan mencerminkan ajaran Gereja (mencari kebenaran dan menjaga kebaikan bersama) adalah...

A. Segera meneruskannya (forward) ke WAG lain dengan catatan "Cuma meneruskan, semoga bermanfaat," agar orang lain juga waspada.

B. Tidak menyebarkannya; segera melakukan cek fakta (misalnya ke situs Kemenkes/Turnbackhoax), dan jika terbukti hoax, memberikan klarifikasi di WAG keluarga dengan sopan dan berdasarkan data yang valid.

C. Mendiamkannya saja dan menghapus pesan itu. Anda aman secara pribadi, tetapi membiarkan orang lain dalam WAG keluarga mungkin termakan hoax tersebut.

D. Bertanya di WAG keluarga, "Apakah info ini benar?" (Tindakan ini masih berisiko karena memberi panggung pada hoax tersebut untuk didiskusikan sebelum diverifikasi).

 

25. Fenomena "cancel culture" marak di media sosial, di mana seorang figur publik yang melakukan kesalahan (misalnya: ujaran rasis di masa lalu) "dihakimi" secara massal oleh netizen, dituntut untuk dipecat, dan kariernya dihancurkan, meskipun ia sudah berkali-kali meminta maaf. Bagaimana seorang Katolik yang kritis seharusnya mengevaluasi fenomena "cancel culture" ini dalam terang ajaran Gereja tentang dosa, pertobatan, dan pengampunan?

A. "Cancel culture" selalu baik karena itu adalah bentuk kontrol sosial (amarah publik) agar orang takut berbuat dosa dan keadilan ditegakkan.

B. "Cancel culture" selalu salah. Kita harus memaafkan semua kesalahan figur publik itu tanpa syarat dan melupakan kesalahannya, karena Yesus mengajarkan pengampunan.

C. "Cancel culture" adalah urusan hukum dan bisnis, bukan urusan agama. Gereja tidak perlu ikut campur dalam masalah karier seseorang.

D. "Cancel culture" seringkali berbahaya karena fokus pada penghukuman yang menghancurkan (balas dendam), bukan keadilan yang memperbaiki (restoratif), serta sering menutup pintu bagi pertobatan dan pengampunan sejati.

 

26. Dalam Lukas 4:1-13, Iblis menggoda Yesus yang sedang lapar dengan berkata, "Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti." Godaan ini mencerminkan ideologi Hedonisme (pencarian kenikmatan instan) dan Materialisme (fokus pada pemenuhan kebutuhan jasmani di atas segalanya). Jawaban Yesus, "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja," Cara paling tepat menganalisis ideologi tersebut dengan...

A. Menunjukkan bahwa roti dan kebutuhan materi sama sekali tidak penting bagi orang beriman.

B. Mengajarkan bahwa mencari kekayaan (materi) adalah dosa dan dilarang oleh Kitab Suci.

C. Menegaskan bahwa meskipun kebutuhan jasmani (roti) itu penting, martabat dan kehidupan manusia memiliki dimensi rohani yang jauh lebih tinggi dan tidak boleh dikorbankan demi kenikmatan sesaat.

D. Menyatakan bahwa Yesus sedang berpuasa, sehingga godaan itu tidak relevan bagi-Nya saat itu.

 

27. Paus Fransiskus dalam Christus Vivit (CV) memperingatkan orang muda akan bahaya dunia digital yang menciptakan "kolonisasi ideologis", di mana anak muda kehilangan keunikan dirinya karena terus-menerus membandingkan diri dengan standar influencer (gaya hidup mewah, standar kecantikan fisik, atau popularitas). Seorang siswi merasa dirinya "gagal" dan tidak berharga karena ia tidak memiliki gaya hidup mewah atau followers sebanyak influencer di Instagram. Bagaimana semangat Christus Vivit mengevaluasi perasaan siswi tersebut?

A. Perasaan siswi itu wajar dan ia harus berusaha lebih keras (kerja/bisnis) agar bisa menjadi seperti influencer tersebut.

B. Perasaan siswi itu adalah jebakan ideologis; CV mengingatkan bahwa nilai diri seseorang tidak diukur dari materi atau popularitas digital, melainkan dari fakta bahwa ia adalah 'karya agung' Allah yang unik dan dicintai apa adanya.

C. Siswi tersebut harus segera menutup semua akun media sosialnya agar tidak terkontaminasi ideologi duniawi.

D. Siswi tersebut harus mencari influencer Katolik saja, karena hanya mereka yang menyajikan kebenaran sejati di media sosial.

 

28. Gaya hidup modern sering mendorong ideologi Individualisme Ekstrem, yang tercermin dalam sikap: "Ini hidupku, hakku, jangan urusi aku," atau "Saya sukses karena kerja keras saya sendiri, orang miskin gagal karena mereka malas." Bagaimana Ajaran Sosial Gereja (ASG) tentang Solidaritas dan Kebaikan Bersama (Bonum Commune) menganalisis gaya hidup tersebut?

A. ASG membenarkan individualisme, karena Gereja sangat menghargai hak milik pribadi dan kebebasan individu.

B. ASG membenarkan sikap itu, karena Gereja juga mengajarkan bahwa kemalasan (salah satu dari 7 dosa pokok) adalah akar dari kemiskinan.

C. ASG menolak individualisme ekstrem, karena manusia adalah makhluk sosial (kodrat komunal) yang saling bergantung dan memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada kesejahteraan semua orang, bukan hanya diri sendiri.

D. ASG menolak individualisme dan menuntut agar semua kekayaan dibagi rata (Komunisme) agar tidak ada yang miskin.

 

29. Seorang siswa memaksa orang tuanya untuk membelikan smartphone model terbaru setiap tahun, meskipun smartphone lamanya masih berfungsi dengan sangat baik. Alasannya adalah ia malu dengan teman-temannya dan takut dianggap ketinggalan zaman (FOMO/Fear of Missing Out). Ditinjau dari ajaran Gereja tentang keutamaan Kristiani, gaya hidup Konsumerisme (membeli barang demi status/gengsi, bukan fungsi) yang dialami siswa tersebut secara paling jelas menunjukkan kegagalan dalam menghidupi keutamaan...

A. Keadilan (Iustitia)

B. Iman (Fides)

C. Penguasaan Diri/ Kesederhanaan (Temperantia)

D. Keberanian (Fortitudo)

 

30. Ideologi Relativisme Moral adalah pandangan populer saat ini yang menyatakan bahwa "kebenaran itu subjektif" (tidak ada yang mutlak benar atau salah; tergantung perspektif masing-masing). Seorang siswa menggunakan ideologi ini untuk membela tindakannya menyontek saat ujian. Ia berkata, "Menyontek itu salah menurut guru, tapi menurut saya ini benar karena saya sedang menerapkan kasih dan solidaritas pada teman saya yang kesulitan." Bagaimana seorang Katolik yang kritis merumuskan tanggapan yang paling tepat terhadap argumen siswa tersebut, berdasarkan ajaran Gereja tentang Kebenaran Objektif?

A. Argumen siswa itu benar, karena Gereja mengajarkan bahwa kasih (solidaritas) adalah hukum yang terutama, yang boleh melanggar hukum kejujuran.

B. Argumen siswa itu salah, karena satu-satunya kebenaran adalah yang tertulis di Kitab Suci, dan menyontek tidak ada di Kitab Suci.

C. Argumen siswa itu keliru; Gereja mengajarkan bahwa tujuan yang baik (solidaritas) tidak pernah menghalalkan cara yang secara objektif buruk (ketidakjujuran/mencuri). Kasih sejati tidak dapat dibangun di atas kebohongan.

D. Argumen siswa itu bisa dibenarkan jika dilakukan dalam keadaan terdesak (prinsip double effect), karena kebenaran memang relatif tergantung situasi.

 

31. Kitab Suci 2 Timotius 3:16-17 menyatakan, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." Andi menggunakan ayat-ayat Kitab Suci (terutama dari Perjanjian Baru) untuk menghakimi dan menyalahkan teman-temannya yang dianggapnya "kurang rohani". Ia merasa sedang menjalankan tugas "menyatakan kesalahan". Bagaimana Anda menganalisis tindakan Andi berdasarkan pemahaman utuh dari 2 Timotius 3:16-17?

A. Tindakan Andi sudah tepat, karena "menyatakan kesalahan" adalah fungsi utama Kitab Suci, terlepas dari perasaan temannya.

B. Tindakan Andi keliru, karena Kitab Suci Perjanjian Baru hanya berisi kasih dan tidak boleh digunakan untuk menegur sama sekali.

C. Tindakan Andi tidak lengkap; meskipun Kitab Suci bermanfaat untuk "menyatakan kesalahan", tujuan akhirnya adalah "memperbaiki" dan "mendidik" untuk "perbuatan baik" (kasih), bukan untuk menghakimi atau merendahkan martabat orang lain.

D. Tindakan Andi seharusnya hanya menggunakan Perjanjian Lama untuk menegur, karena Perjanjian Baru hanya berisi ajaran moral yang ringan.

 

32. Dokumen Konsili Vatikan II, Dei Verbum artikel 11, mengajarkan bahwa Kitab Suci ditulis oleh pengarang manusia yang diilhami Roh Kudus, dan mengajarkan "kebenaran yang teguh, setia, dan tanpa kekeliruan... demi keselamatan kita. “Seorang teman Anda berdebat bahwa Kitab Suci (termasuk PB) penuh kesalahan, karena secara ilmiah atau historis tidak akurat (misalnya, perumpamaan Yesus yang tidak mungkin terjadi secara harfiah). Evaluasi manakah yang paling tepat untuk menanggapi argumen tersebut berdasarkan ajaran Dei Verbum art. 11?

A. Argumen teman Anda benar; Kitab Suci hanyalah buku sastra kuno yang indah namun tidak mengandung kebenaran objektif.

B. Argumen teman Anda salah; Kitab Suci adalah buku sains dan sejarah yang 100% akurat secara literal, dan ilmuwan modern pasti keliru.

C. Dei Verbum art. 11 menjelaskan bahwa "kebenaran tanpa kekeliruan" (inerrancy) dalam Kitab Suci merujuk pada kebenaran iman demi keselamatan (ajaran moral dan spiritual), bukan pada detail akurasi sains atau kronologi sejarah modern.

D. Dei Verbum art. 11 hanya berlaku untuk Perjanjian Baru; Perjanjian Lama memang mengandung kesalahan ilmiah.

 

33. Pada abad-abad awal Gereja, banyak sekali "Injil" yang beredar (seperti Injil Tomas, Injil Yudas, dll.), namun Gereja hanya memilih empat Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) untuk dimasukkan ke dalam Kanon (daftar resmi) Perjanjian Baru. Analisis teologis yang paling fundamental mengenai alasan Gereja menolak Injil-injil Gnostik (seperti Injil Tomas) adalah...

A. Injil Gnostik ditulis dalam bahasa yang terlalu rumit dan sulit dipahami oleh umat biasa.

B. Injil Gnostik ditemukan terlalu belakangan dan tidak setua empat Injil Kanonik.

C. Injil Gnostik (Apokrif) cenderung memiliki pandangan dualistis (materi/tubuh itu jahat, roh itu baik), yang menyangkal Inkarnasi (Yesus sungguh Allah dan sungguh Manusia), sementara Injil Kanonik menegaskan kesatuan Allah dan Manusia dalam diri Yesus.

D. Injil Gnostik hanya menceritakan masa kecil Yesus, sementara Injil Kanonik menceritakan karya publik dan sengsara-Nya.

 

34. Beberapa orang berpandangan bahwa Allah Perjanjian Lama (PL) adalah Allah yang kejam dan penuh hukum, sedangkan Allah Perjanjian Baru (PB) adalah Allah yang penuh kasih (Yesus). Mereka menyimpulkan bahwa umat Kristen seharusnya menolak PL dan hanya berfokus pada PB. Bagaimana Gereja Katolik mengevaluasi pandangan tersebut?

A. Pandangan itu benar; Yesus datang untuk membatalkan semua ajaran Perjanjian Lama yang dianggap sudah kuno dan tidak relevan.

B. Pandangan itu adalah bidah (sesat); Gereja mengajarkan bahwa PB adalah penggenapan dari PL. Keduanya adalah satu kesatuan sejarah keselamatan yang tak terpisahkan, di mana PB tersembunyi dalam PL, dan PL tersingkap dalam PB.

C. Pandangan itu setengah benar; kita boleh membaca PL, tetapi hanya bagian Mazmur dan Amsal, bukan bagian Hukum Taurat atau Nabi-nabi.

D. Pandangan itu salah; seharusnya kita lebih fokus pada PL karena PL adalah dasar hukum, sedangkan PB hanya tambahan etika.

 

35. Dalam Matius 28:18-20, Yesus memberikan Amanat Agung kepada para Rasul: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku... dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Peristiwa ini menjadi dasar penetapan Magisterium (Wewenang Mengajar Gereja). Manakah yang paling tepat menghubungkan kuasa Magisterium dan peran Roh Kudus dalam ketaatan Gereja?

A. Kuasa Magisterium bersifat otonom, artinya para Uskup memiliki kuasa untuk mengubah ajaran Yesus seiring perkembangan zaman.

B. Magisterium tidak diperlukan lagi di zaman modern karena setiap orang dapat membaca dan menafsirkan Kitab Suci sendiri.

C. Magisterium diperlukan untuk memastikan ajaran yang disampaikan (ajaran Yesus) tetap murni dan tidak keliru sepanjang masa, karena penyertaan Kristus dan bimbingan Roh Kudus menjamin kesetiaan ajaran tersebut.

D. Magisterium hanya memiliki wewenang untuk mengajarkan hal-hal yang tidak tertulis dalam Injil.

 

36. Katekismus Gereja Katolik artikel 85 dan 86 menjelaskan bahwa Tradisi Suci dan Kitab Suci berkaitan erat dan keduanya harus diterima dengan penuh bakti. Magisterium (para Uskup dalam persatuan dengan Paus) memiliki tugas untuk "melayani Sabda Allah" dengan menjaga dan menafsirkan depositum fidei (harta iman) yang terkandung dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci. Dalam perkembangan etika medis modern, muncul isu-isu baru (misalnya, rekayasa genetika) yang tidak dibahas secara eksplisit dalam Alkitab. Bagaimana peran Magisterium sesuai KGK art. 85-86 mengevaluasi isu baru ini?

A. Magisterium tidak berhak mengomentari isu baru karena tugasnya hanya mengulang apa yang tertulis dalam Kitab Suci (Tradisi Suci tidak relevan untuk hal baru).

B. Magisterium menggunakan wewenangnya untuk menafsirkan depositum fidei (harta iman) secara otentik, menerapkan prinsip-prinsip moral abadi (dari Kitab Suci dan Tradisi) kepada situasi baru yang belum pernah ada, seperti rekayasa genetika.

C. Magisterium harus menunggu hasil penelitian ilmiah mutakhir sebelum mengeluarkan ajaran atau larangan apa pun mengenai isu medis baru.

D. Setiap anggota umat, termasuk ahli medis, memiliki wewenang setara dengan Magisterium untuk memutuskan sendiri isu-isu etika baru tersebut.

 

37. Injil Lukas diawali dengan pernyataan (Luk 1:1-4) bahwa Lukas menulisnya berdasarkan keterangan para saksi mata dan pelayan Sabda yang "menyampaikan" cerita dari permulaan. Tujuannya adalah agar Teofilus dapat mengetahui kepastian tentang hal-hal yang telah diajarkan kepadanya. Pernyataan Lukas ini secara langsung menganalisis dasar dari Tradisi Suci Gereja yang mana?

A. Kitab Suci lebih penting daripada kesaksian lisan.

B. Gereja hanya menerima kesaksian dari para Rasul yang melihat langsung Kristus, bukan orang lain.

C. Kebenaran Injil berakar pada kesaksian lisan dan hidup dari para saksi mata (Tradisi) yang kemudian diverifikasi dan dituliskan (Kitab Suci) untuk memastikan ajarannya tetap utuh.

D. Tradisi Suci adalah cerita-cerita yang tidak penting dan tidak akurat secara historis.

 

38. Dokumen Konsili Vatikan II, Dei Verbum (DV) artikel 8, menjelaskan bahwa Tradisi Suci berasal dari para Rasul yang "meneruskan" Sabda Allah. Tradisi ini "berkembang dalam Gereja dengan bantuan Roh Kudus" dan meliputi pemahaman yang semakin mendalam tentang realitas dan kata-kata yang diteruskan. Fenomena penghormatan Maria sebagai Bunda Allah (Theotokos) berkembang dalam Gereja setelah Konsili Efesus (431 M), meskipun gelar itu tidak secara eksplisit diucapkan dalam Kitab Suci. Bagaimana ajaran DV art. 8 mengevaluasi perkembangan ini?

A. Penghormatan Maria adalah kesalahan, karena semua ajaran harus secara eksplisit tertulis di dalam Kitab Suci.

B. Perkembangan penghormatan Maria tidak relevan, karena tradisi tidak penting bagi keselamatan.

C. Perkembangan ajaran mengenai Maria adalah contoh nyata dari bagaimana Tradisi Suci berkembang (pemahaman yang semakin mendalam) di bawah bimbingan Roh Kudus untuk melindungi kebenaran Inkarnasi (Yesus sungguh Allah dan sungguh Manusia).

D. Perkembangan ini adalah hasil dari pengaruh budaya non-Kristen pada masa itu, bukan dari Roh Kudus.

 

39. Dalam kehidupan Gereja Katolik, terdapat perbedaan antara Tradisi Suci (bagian dari depositum fidei, ajaran pokok yang diwariskan) dan tradisi manusiawi (misalnya, kebiasaan lokal, pakaian liturgi, atau cara devosi tertentu yang dapat berubah). Analisis teologis yang paling tepat mengenai perbedaan fungsi keduanya adalah...

A. Tradisi Suci dan tradisi manusiawi sama-sama mengikat dan tidak boleh diubah oleh Paus atau Konsili.

B. Tradisi Suci berfungsi sebagai sumber yang tidak dapat salah (infallible) mengenai ajaran iman dan moral, sementara tradisi manusiawi berfungsi sebagai sarana untuk mengekspresikan iman dan dapat diubah sesuai kebutuhan pastoral.

C. Tradisi manusiawi lebih penting karena berhubungan langsung dengan praktik budaya lokal umat.

D. Tradisi Suci hanya berlaku untuk para teolog, sedangkan tradisi manusiawi berlaku untuk umat awam.

 

40.Tradisi Suci mengajarkan kebenaran fundamental tentang martabat hidup manusia (dari konsepsi hingga kematian). Anda berhadapan dengan tren ideologis yang membenarkan aborsi dengan alasan "hak pribadi" dan euthanasia dengan alasan "mengakhiri penderitaan". Sebagai seorang Katolik yang berpegang teguh pada Tradisi Suci, sikap yang paling tepat dalam menghadapi tren ini adalah...

A. Mengabaikan tradisi dan mendukung ideologi modern demi menjaga toleransi dan perdamaian sosial.

B. Hanya memprotes di dalam hati, karena ajaran Gereja tidak boleh diungkapkan di ranah publik.

C. Memperjuangkan dan mewujudkan ajaran Gereja (Tradisi Suci) tentang nilai sakral kehidupan secara konsisten, meskipun berhadapan dengan tekanan sosial, sambil tetap menunjukkan belas kasih dan dialog.

D. Menyatakan bahwa ajaran tentang martabat hidup manusia hanya berlaku di dalam lingkungan gereja, tidak di lingkungan medis atau hukum.

 

 

LihatTutupKomentar