-->

Bahan Bina Rohani Remaja Katolik (8)

MEMATRI KASIH MERAIH PRESTASI

Sebuah Ulasan Biblis-Teologis

Catatan Awal

Tema ini merupakan motto dari lembaga pendidikan SMAS Katolik St. Clemens Boawae. Lama setelah sebuah pencarian yang cukup panjang, akhirnya motto ini dirumuskan bersama dalam hari studi guru. Pertanyaan sederhana tentunya muncul dari benak kita masing-masing, apa makna terdalam dari motto ini. Atau yang lainnya, apa makna yang terkandung di dalamnya.

Dengan demikian uraian berikut merupakan pencarian makna atas motto yang dimaksud. Uraian di dalamnya merupakan refleksi biblis-teologis atasnya, yang diharapkan agar penemuan makna biblis-teologis ini akan mengantar kita pada pemaknaan yang benar dalam peziarahan pendidikan kita di lembaga pendidikan yang tercinta ini.

Mematri Kasih

Merujuk pada perikop Luk 8:4-15, kita coba menggali pemahaman dasar atas gagasan mematri kasih dan meraih prestasi. Secara sederhana, mematri berarti meresapkan dalam hati dan menjadikannya sebagai bagian dari diri seseorang. Karena telah menjadi bagian dari diri/pribadi, dengannya berarti telah meresapi dan menjiwai keseluruhan hidup seseorang.

Bila kembali merujuk pada perikop di atas, mematri kasih boleh disejajarkan dengan “benih yang jatuh di tanah yang baik”. Benih yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang yang mendengarkan Firman Allah dan menyimpannya dalam hati. Orang yang menyimpan Firman dalam hati ialah orang yang menerima Firman itu dan meresapkannya dalam hati serta menjadikan Firman itu menguasai dan menjiwai keseluruhan hidupnya. [1]

Kasih dalam konsep biblis-teologis merujuk pada pada banyak pengertian. Perjanjian Lama menunjuk pada kasih yang bersifat pribadi dan selektif. Bersifat pribadi karena berakar pada sifat Allah sendiri, layaknya Dia mengasihi Israel sebagai bangsa yang terpilih. Kasih ini akan lebih jelas dalam kasih seorang ibu kepada anaknya. Kasih di sini disertai dengan kerelaan menanggung derita. Kasih adalah bagian dari kepribadian yang tak dapat sirna oleh murka sekalipun, karena pada hakekatnya ketidaksetiaan Israel tidak pernah meniadakan kasih Allah. Allah senantiasa setia dalam ketidaksetiaan manusia.

Kasih juga bersifat selektif karena Allah mengambil inisiatif untuk memilih Israel. Allah memilih Israel karena Dia mengasihi mereka. Kasih ini bersifat spontan dan tidak lahir karena suatu nilai tertentu. Bahkan kasih itu memberikan nilai atas obyek tertentu. Ini berarti bahwa pilihan Allah atas Israel menjadikan Israel mempunyai nilai dan arti di hadapan Allah dan manusia, karena Israel tidak ada apa-apanya tanpa status keterpilihan Allah atas mereka.

Perjanjian Baru menggambarkan kasih dalam Allah yang mengasihi manusia. Ini tampak dalam diri Yesus. Yesus adalah penampakan kasih Allah yang menyembuhkan, menerima orang berdosa, dan menjadi sahabat untuk semua orang. Ini menggambarkan tindakan Allah yang menyelamatkan. Penyelamatan ini menunjuk Allah yang mengasihi manusia.

Puncak penyelamatan diri Allah dalam diri Yesus tampak dalam peristiwa Salib. Salib menjadi klimaks dimana Allah telah menunjukkan dan membuktikan cinta-Nya kepada manusia. Dalam Salib Allah telah menyerahkan semua untuk semuanya tanpa reservasi bagi diri-Nya sendiri. Dengannya peristiwa Salib menjadi puncak segala perwujudan cinta Allah bagi segenap umat manusia.

Dengan demikian mematri kasih harus berakar pada sifat Allah yang mengasihi. Sejatinya mematri kasih mengandung kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Mematri kasih seharusnya bermula dari insiatif yang bersifat spontan (bukan karena apa/sesuatu) dan harus tampak dalam aksi/tindakan menyelamatkan. Di sana ada pemberian diri yang total untuk meraih sesuatu yang baik dalam kehidupan.

Mematri kasih sebagai seorang peserta didik berarti kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Anda bisa berkorban dan menanggung penderitaan dalam banyak hal. Dan ini bisa dimulai dalam hal-hal kecil. [2] Belajar ketika kebanyakan teman: tidur/ber-HP ria, bercerita/gosip, atau ke pasar; ke sekolah walaupun kebanyakan teman ke kampung untuk prosesi adat, berpesta pada pesta nikah atau sambut baru, dll. Dengan sikap mau berkorban dan menanggung derita ketika kebanyakan teman menikmati kesenangan dan kenikmatan sesaat, pada akhirnya akan memampukan Anda untuk meraih hasil positif karena pengorbanan dan penderitaan yang telah Anda berikan.

Meraih Prestasi

Meraih berarti menggapai/memperoleh/mendapatkan. Prestasi (prestise) adalah buah/hasil dari perjuangan, dan kehormatan yang diperoleh karena sesuatu yang telah diperbuat oleh seseorang. Dengannya meraih prestasi dapat dirumuskan sebagai sebuah usaha atau tindakan untuk menggapai/memperoleh/mendapatkan buah atau hasil dari perjuangan, dan serentak dengannya merupakan kehormatan yang diperoleh karena telah melaksanakan tugas dengan penuh pengorbanan (sebagai guru: mendidik dan mengajar, murid: belajar).

Bila kembali merujuk pada perikop Lukas, sama dengan tanah yang baik, yaitu “orang yang mengeluarkan buah dalam ketekunan”. Orang akan mampu mengeluarkan/menghasilkan buah dalam hidupnya bila telah “mendengarkan dan meresapkan” Firman dalam hatinya. Ini berarti bahwa buah/hasil/kehormatan akan diperoleh jika telah menyimak sesuatu dengan saksama dan menjadikan “sesuatu” itu sebagai bagian dari dirinya.

Sebagai siswa, prestasi adalah buah/hasil/kehormatan yang akan diperoleh jika Anda telah mendengarkan dan meresapkan pengajaran dengan baik. Anda seharusnya menjadikan setiap pengajaran Bapak/Ibu guru sebagai bagian diri Anda, yang dengannya Anda kemudian akan “mengeluarkannya” dalam rupa buah/hasil/kehormatan yang memuaskan, yang tentunya dalam prestasi yang memuaskan pula.

Dan lebih lagi, jika Anda meresapkan Firman yang adalah Allah itu dalam hati, dengannya Firman itu akan merajai dan menguasai keseluruhan diri dan perjuangan diri Anda, yang pastinya Anda tentu akan menghasilkan buah yang melimpah dalam keseluruhan perjuangan Anda sebagai seorang pelajar.

Catatan Akhir

Mematri kasih dan meraih prestasi adalah dua hal yang sejalan. Anda akan berprestasi jika Anda telah mengasihi lewat kesediaan untuk berkorban dan menanggung penderitaan. Tanpa kasih tidak akan pernah ada prestasi. Kasih itu akan tampak dalam kesediaan untuk berkorban dan menderita dalam belajar. Tanpa kesediaan untuk berkorban dan menderita dalam belajar, Anda tidak akan pernah berprestasi. Tak mungkin Anda berprestasi tanpa ada kasih yang mau berkorban dan menderita. Ini memerlukan pemberian diri yang total. Ingatlah bahwa Anda akan menuai apa yang telah Anda taburkan. Bila Anda menabur angin tentu akan menuai badai, sebaliknya bila Anda menabur kasih tentu Anda akan menuai prestasi.

Daftar Pustaka

A. Nygren, Agape and Eros, 1953

J. D. Douglas, The New Bible Dictionary, 1993

J. Moffatt, Love in the New Testament, 1992

Xaver Leon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, 1990

Panduan dan Susunan Acara BINA ROHANI:

1. Lagu Pembuka (Pilih salah satu lagu Roh Kudus)

2. Doa Pembuka (Spontan)

3. Hantaran (Lihat Catatan Awal)

4. Pembacaan KS ( Luk 8: 4-15)

Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan: "Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat." Setelah berkata demikian Yesus berseru: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti. Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."

5. Konferensi (Lihat Teks: a) Mematri Kasih, b) Meraih Prestasi

Gagasan yang ada boleh dikembangkan lebih lanjut untuk memperkaya dan memperdalam refleksi diri peserta didik.

6. Pertanyaan panduan (untuk direfleksikan dan dijawab secara pribadi, boleh secara tertulis atau lisan ketika kegiatan berlangsung), diberikan setelah bahan konferensi dipresentasikan:

A - Apakah Anda pernah berkorban untuk diri Anda dan orang lain; dalam bentuk apa?

- Apakah Anda lebih mengutamakan belajar dengan mengabaikan kesenangan-kesenangan lainnya?

- Apakah Anda sudah memberikan diri secara total dalam proses menjadi seorang siswa/i yang berprestasi?

B. - Apakah Anda mengasihi orang tua Anda?

- Orang tua Anda sedemikian berkorban dan menderita sebagai wujud kasih mereka kepada Anda, kasih yang bagaimanakah yang bisa/sudah Anda tunjukan sebagai wujud kasih Anda kepada orang tua Anda?

7. Kesimpulan (lihat teks: Catatan Akhir, atau lainnya yang dianggap lebih cocok)

8. Doa Penutup (spontan)

9. Lagu Penutup (salah satu lagu yang sesuai)

Boawae, Asrama Bukit, 03 Juni 2013



[1] Bandingkan gagasan Injil Yohanes. Firman, Logos (Yunani: λογος) berarti Allah. Prinsip dasarnya berarti membiarkan Allah berkuasa dan meresapi seluruh diri manusia. Yang dengannya semua tindakan manusia bersumber dari Allah, yang berarti pula dalam tindakan tersebut manusia menampakkan Allah yang tak kelihatan menjadi kelihatan.

[2] Bandingkan gagasan Yesus, “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, kepadanya akan diberikan perkara yang lebih besar”.

LihatTutupKomentar