NTT DAN MASALAH PENDIDIKAN
Andreas Neke
Pengamat Sosial, Tinggal di Bajawa-Flores-NTT
Para penggiat dan pecinta pendidikan Nusa Tenggara Timur (NTT) pernah merasa sangat marah dan sedemikian tersinggung oleh pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, yang mengomentari laporan Programme for International Students Assessement (PISA), dalam mana menempatkan kualitas pendidikan Indonesia pada peringkat yang rendah.
Menyikapi laporan tersebut, pak menteri berkomentar bahwa jangan-jangan sampel dari survei ini adalah siswa-siswi asal NTT. Pernyataan ini seolah menyatakan bahwa rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disebabkan oleh rendahnya pendidikan di NTT. Atau dengan perkataan lain mau menyatakan bahwa pendidikan NTT menjadi biang dari rendahnya mutu pendidikan Indonesia.
Pernyataan menteri pendidikan tersebut, mengundang polemik di kalangan masyarakat NTT. Pro dan kontra muncul ke permukaan. Dan tak sedikit pula membuat geram dan tersinggung masyarakat NTT pada umumnya karena merasa terhina atau merasa bahwa yang dikatakan itu tidak benar.
Apapun bentuk reaksi terhadap pernyataan yang timbul, yang paling penting adalah kesediaan untuk membenahi mutu pendidikan NTT. Ketersinggungan dan kemarahan tak dapat mengubah situasi serta “stigma” yang telah terpatri. Hanya keterbukaan hati dan budi untuk menerima kritikan yang akan memampukan masyarakat NTT untuk bergerak lebih maju secara perlahan menuju perubahan yang lebih manusiawi.
Potret Pendidikan NTT
Tak terbantahkan bahwasannya sejarah propinsi ini telah mencatat dan merekam sepak terjang pendidikan sejak awal beridirinya sampai dengan kenyataan faktual dewasa ini. Para pencatat sejarah tentunya dapat menemukan dan merekam dengan jelas kemajuan dan kemunduran proses pendidikan NTT dalam segala aspeknya.
Tak terbantahkan bahwa di setiap wilayah yang merupakan bagian dari propinsi ini telah terdapat sekolah-sekolah bermutu, yang tentunya telah melahirkan lulusan-lulusan terbaik yang telah pula menyumbang bagi kemajuan masyarakat sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.
Namun tak terbantahkan bahwa tak sedikit pula sekolah di wilayah propinsi ini yang “diragukan” mutu pendidikannya, dengan beragam indikator terukur seperti out put dan out come lulusan, kualifikasi guru, sarana dan prasarana sekolah, serta beragam indikator lainnya.
Di sini patut dicatat bahwasannya upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah-sekolah masih terkesan lamban dan tak serius. Patut diapresiasi beberapa upaya serius untuk memajukan pendidikan di banyak wilayah. Namun perlu disesali kekurangseriusan memperbaiki mutu pendidikan dalam aneka jenjangnya. Kekurangseriusan ini menjadi bukti kurangnya komitmen terhadap perubahan manusia ke arah yang lebih manusiawi.
Patut mendapat perhatian yang teramat serius bertalian dengan mutu pendidikan. Kemajuan pendidikan di suatu daerah merupakan kemajuan manusia, karena pendidikan merupakan sarana yang paling ampuh untuk memajukan pembangunan daerah. Adalah berbanding lurus, pendidikan bermutu melahirkan manusia yang bermutu, yang pada akhirnya akan menciptakan dan menemukan beragam peluang untuk memajukan pembangunan di suatu wilayah.
Kiranya masyarakat NTT dapat menyadari bahwa proses pendidikan di wilayah ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Kekurangseriusan dalam membenahi mutu pendidikan pada akhirnya berjalan berbarengan dengan lambannya kemajuan, secara khusus dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pada situasi bersamaan menempatkan pula NTT pada urutan nomor tiga terbawah dalam aspek kemajuan ekonomi.
Dalam situasi yang demikian patut disoroti aspek pendidikan dengan atensi yang teramat serius karena kemajuan pendidikan akan memajukan manusia dengan beragam dimensi kemanusiaannya, baik spiritual, sosial, pengetahuan, maupun keterampilan. Karena pada akhirnya hanya manusia yang berpendidikan yang mampu menciptakan situasi yang lebih manusiawi bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
PILGUB dan Pendidikan NTT
Tak dapat dipungkiri bahwasannya pada setiap momen pemilihan umum, para politisi lebih menekankan dimensi kemajuan material (ekonomi) dengan sedikit melupakan dimensi hakiki dari kemajuan itu sendiri yakni pendidikan. Gadang-gadang perbaikan ekonomi melalui beragam program seperti menciptakan lapangan kerja, perbaikan dan pengadaan infrastruktur, dan sembako murah biasanya menjadi isu yang sedemikian serius digarap untuk menjadi isu publik pada setiap kesempatan pemilihan umum dalam aneka level.
Masyarakat sebagai pemilih juga biasanya larut dalam isu-isu yang sarat muatan kemajuan material. Rakyat kemudian tergiring dalam isu yang ada. Ini sangat beralasan karena tuntutan ekonomi menjadi hal yang penting untuk keberlanjutan dan kelangsungan hidup. Namun demikian, rakyat perlu menyadari bahwa perubahan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan harus berawal dari perubahan dan kemajuan pendidikan, karena pendidikan dapat merubah manusia secara lebih manusiawi.
Momen PILGUB kali ini sejatinya menjadi momen flash back untuk melihat secara jeli dan jernih potret dan prospek pendidikan manusia NTT. Calon pemimpin haruslah mereka yang memiliki komitmen terhadap pendidikan. Perwujudan komitmen tersebut akan tampak dalam perumusan visi, misi, dan program yang berorientasi pada perubahan manusia secara utuh melalui pendidikan.
Hal realistis yang perlu menjadi prioritas adalah kesanggupan menanggapi “lambannya” kebijakan nasional dalam hal pendidikan. Kebijakan dan aksi nyata ialah melalui upaya yang serius dalam pengadaan serta perbaikan sarana dan prasana sekolah, dan serentak pula perbaikan kesejahteraan guru.
Calon pemimpin harus berorientasi situasi lokal untuk menunjukkan komitmen terhadap perubahan mutu pendidikan, melalui upaya pengadaan serta perbaikan sarana dan prasana sekolah, dan serentak pula perbaikan terhadap kesejahteraan guru, mengingat pemimpin setempat yang mengalami secara konkret realitas pendidikan di daerahnya.
Tak dapat dipungkiri bahwa sarana dan prasarana sekolah merupakan faktor pendukung utama keberlangsungan pendidikan sebuah lembaga pendidikan. Tanpa sarana dan prasarana sekolah yang memadai mustahil sebuah cita-cita perubahan hasil dari sebuah proses pendidikan akan tercapai, karena proses pendidikan akan berjalan dalam sebuah kondisi yang serba terbatas atau bahkan berkekurangan.
Ini berjalan berbarengan dengan upaya perbaikan kesejahteraan guru. Guru adalah sebuah jabatan profesi yang menuntut perhatian dan penghargaan yang setinggi-tingginya dari para pemimpin. Benar bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi persoalannya adalah bahwa sebuah profesi membutuhkan penghasilan demi kelanjutan sebuah kehidupan.
Akan sangat mustahil bila guru berbakti tanpa perhatian dan penghargaan yang layak/wajar dari pemimpinnya. Kepedulian dan keseriusan ini menjadi faktor yang amat penting untuk memajukan pendidikan. Bila kondisi kekurangpedulian dan kekurangseriusan terus belanjut, guru akan tetap mendua hati dalam pelaksanaan profesinya, karena bagaimanapun juga mereka akan terbagi dalam pengabdian, di satu sisi menjalankan profesi keguruan dengan hati yang terbebani, dan di sisi lain akan berupaya memenuhi tuntutan ekonomi demi kehidupan yang lebih baik.
Bila guru tak fokus menjalankan keprofesiannya, persoalan kronis pendidikan NTT tak akan pernah terobati. Stigma buruknya pendidikan NTT akan tetap melekat dalam sejarah pendidikan NTT. Dengannya berarti bahwa perhatian dan perbaikan kesejehteraan guru di tengah himpitan kemajuan dunia ekonomi menjadi sebuah keharusan, karena dengan ini para guru akan tetap fokus dalam pelaksanaan tugasnya. Yang dengannya berarti pula bahwa profesi mereka dihormati karena kesejahteraan mereka diperhatikan sebagaimana mestinya.
Patut dipahami bahwa komitmen calon pemimpin terhadap perkembangan pendidikan merupakan komitmen terhadap kemanusiaan. Perbaikan dan kemajuan pendidikan NTT merupakan perbaikan dan kemajuan manusia NTT. Ini akan terealisasi bila kesepahaman lahir bahwa komitmen dan keseriusan terhadap pendidikan harus menjadi visi dan misi calon pemimpin, yang kemudian terjabar secara nyata dalam program yang terukur pelaksanaannya.
Komitmen calon pemimpin terhadap perkembangan dan kemajuan NTT akan tampak dalam komitmen terhadap perubahan pendidikan NTT. Tanpa komitmen terhadap perubahan pendidikan, kiranya arus perubahan akan terasa janggal, karena setiap perubahan apapun bentuknya bermula dari pendidikan. Wajah pendidikan berubah maka wajah kemajuan suatu masyarakat akan berubah.
Dalam konstelasi politik pemilihan calon pemimpin NTT, rakyat NTT harus menguji para calon pemimpinnya secara serius melalui upaya penggalian visi, misi, dan program kerja para calon pemimpin yang berkomitmen pada perubahan pendidikan. Tanpa tahapan ini, proses pemilihan akan berjalan tanpa efek bagi kemajuan manusia NTT yang sesungguhnya.
Demikian kecerdasan pemilih menjadi sebuah keharusan yang tak dapat ditawar. Karena hanya melalui pemahaman yang benar terhadap visi, misi, dan program kerja calon pemimpin, rakyat NTT akan sampai kepada penentuan pilihan yang tepat seturut cita-cita masyarakat menuju situasi yang lebih baik, demi NTT yang lebih manusiawi di masa yang akan datang, melalui perbaikan mutu pendidikan.
Andreas Neke
Pengamat Sosial, Tinggal di Bajawa-Flores-NTT
Para penggiat dan pecinta pendidikan Nusa Tenggara Timur (NTT) pernah merasa sangat marah dan sedemikian tersinggung oleh pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, yang mengomentari laporan Programme for International Students Assessement (PISA), dalam mana menempatkan kualitas pendidikan Indonesia pada peringkat yang rendah.
Menyikapi laporan tersebut, pak menteri berkomentar bahwa jangan-jangan sampel dari survei ini adalah siswa-siswi asal NTT. Pernyataan ini seolah menyatakan bahwa rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disebabkan oleh rendahnya pendidikan di NTT. Atau dengan perkataan lain mau menyatakan bahwa pendidikan NTT menjadi biang dari rendahnya mutu pendidikan Indonesia.
Pernyataan menteri pendidikan tersebut, mengundang polemik di kalangan masyarakat NTT. Pro dan kontra muncul ke permukaan. Dan tak sedikit pula membuat geram dan tersinggung masyarakat NTT pada umumnya karena merasa terhina atau merasa bahwa yang dikatakan itu tidak benar.
Apapun bentuk reaksi terhadap pernyataan yang timbul, yang paling penting adalah kesediaan untuk membenahi mutu pendidikan NTT. Ketersinggungan dan kemarahan tak dapat mengubah situasi serta “stigma” yang telah terpatri. Hanya keterbukaan hati dan budi untuk menerima kritikan yang akan memampukan masyarakat NTT untuk bergerak lebih maju secara perlahan menuju perubahan yang lebih manusiawi.
Potret Pendidikan NTT
Tak terbantahkan bahwasannya sejarah propinsi ini telah mencatat dan merekam sepak terjang pendidikan sejak awal beridirinya sampai dengan kenyataan faktual dewasa ini. Para pencatat sejarah tentunya dapat menemukan dan merekam dengan jelas kemajuan dan kemunduran proses pendidikan NTT dalam segala aspeknya.
Tak terbantahkan bahwa di setiap wilayah yang merupakan bagian dari propinsi ini telah terdapat sekolah-sekolah bermutu, yang tentunya telah melahirkan lulusan-lulusan terbaik yang telah pula menyumbang bagi kemajuan masyarakat sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.
Namun tak terbantahkan bahwa tak sedikit pula sekolah di wilayah propinsi ini yang “diragukan” mutu pendidikannya, dengan beragam indikator terukur seperti out put dan out come lulusan, kualifikasi guru, sarana dan prasarana sekolah, serta beragam indikator lainnya.
Di sini patut dicatat bahwasannya upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah-sekolah masih terkesan lamban dan tak serius. Patut diapresiasi beberapa upaya serius untuk memajukan pendidikan di banyak wilayah. Namun perlu disesali kekurangseriusan memperbaiki mutu pendidikan dalam aneka jenjangnya. Kekurangseriusan ini menjadi bukti kurangnya komitmen terhadap perubahan manusia ke arah yang lebih manusiawi.
Patut mendapat perhatian yang teramat serius bertalian dengan mutu pendidikan. Kemajuan pendidikan di suatu daerah merupakan kemajuan manusia, karena pendidikan merupakan sarana yang paling ampuh untuk memajukan pembangunan daerah. Adalah berbanding lurus, pendidikan bermutu melahirkan manusia yang bermutu, yang pada akhirnya akan menciptakan dan menemukan beragam peluang untuk memajukan pembangunan di suatu wilayah.
Kiranya masyarakat NTT dapat menyadari bahwa proses pendidikan di wilayah ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Kekurangseriusan dalam membenahi mutu pendidikan pada akhirnya berjalan berbarengan dengan lambannya kemajuan, secara khusus dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pada situasi bersamaan menempatkan pula NTT pada urutan nomor tiga terbawah dalam aspek kemajuan ekonomi.
Dalam situasi yang demikian patut disoroti aspek pendidikan dengan atensi yang teramat serius karena kemajuan pendidikan akan memajukan manusia dengan beragam dimensi kemanusiaannya, baik spiritual, sosial, pengetahuan, maupun keterampilan. Karena pada akhirnya hanya manusia yang berpendidikan yang mampu menciptakan situasi yang lebih manusiawi bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
PILGUB dan Pendidikan NTT
Tak dapat dipungkiri bahwasannya pada setiap momen pemilihan umum, para politisi lebih menekankan dimensi kemajuan material (ekonomi) dengan sedikit melupakan dimensi hakiki dari kemajuan itu sendiri yakni pendidikan. Gadang-gadang perbaikan ekonomi melalui beragam program seperti menciptakan lapangan kerja, perbaikan dan pengadaan infrastruktur, dan sembako murah biasanya menjadi isu yang sedemikian serius digarap untuk menjadi isu publik pada setiap kesempatan pemilihan umum dalam aneka level.
Masyarakat sebagai pemilih juga biasanya larut dalam isu-isu yang sarat muatan kemajuan material. Rakyat kemudian tergiring dalam isu yang ada. Ini sangat beralasan karena tuntutan ekonomi menjadi hal yang penting untuk keberlanjutan dan kelangsungan hidup. Namun demikian, rakyat perlu menyadari bahwa perubahan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan harus berawal dari perubahan dan kemajuan pendidikan, karena pendidikan dapat merubah manusia secara lebih manusiawi.
Momen PILGUB kali ini sejatinya menjadi momen flash back untuk melihat secara jeli dan jernih potret dan prospek pendidikan manusia NTT. Calon pemimpin haruslah mereka yang memiliki komitmen terhadap pendidikan. Perwujudan komitmen tersebut akan tampak dalam perumusan visi, misi, dan program yang berorientasi pada perubahan manusia secara utuh melalui pendidikan.
Hal realistis yang perlu menjadi prioritas adalah kesanggupan menanggapi “lambannya” kebijakan nasional dalam hal pendidikan. Kebijakan dan aksi nyata ialah melalui upaya yang serius dalam pengadaan serta perbaikan sarana dan prasana sekolah, dan serentak pula perbaikan kesejahteraan guru.
Calon pemimpin harus berorientasi situasi lokal untuk menunjukkan komitmen terhadap perubahan mutu pendidikan, melalui upaya pengadaan serta perbaikan sarana dan prasana sekolah, dan serentak pula perbaikan terhadap kesejahteraan guru, mengingat pemimpin setempat yang mengalami secara konkret realitas pendidikan di daerahnya.
Tak dapat dipungkiri bahwa sarana dan prasarana sekolah merupakan faktor pendukung utama keberlangsungan pendidikan sebuah lembaga pendidikan. Tanpa sarana dan prasarana sekolah yang memadai mustahil sebuah cita-cita perubahan hasil dari sebuah proses pendidikan akan tercapai, karena proses pendidikan akan berjalan dalam sebuah kondisi yang serba terbatas atau bahkan berkekurangan.
Ini berjalan berbarengan dengan upaya perbaikan kesejahteraan guru. Guru adalah sebuah jabatan profesi yang menuntut perhatian dan penghargaan yang setinggi-tingginya dari para pemimpin. Benar bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi persoalannya adalah bahwa sebuah profesi membutuhkan penghasilan demi kelanjutan sebuah kehidupan.
Akan sangat mustahil bila guru berbakti tanpa perhatian dan penghargaan yang layak/wajar dari pemimpinnya. Kepedulian dan keseriusan ini menjadi faktor yang amat penting untuk memajukan pendidikan. Bila kondisi kekurangpedulian dan kekurangseriusan terus belanjut, guru akan tetap mendua hati dalam pelaksanaan profesinya, karena bagaimanapun juga mereka akan terbagi dalam pengabdian, di satu sisi menjalankan profesi keguruan dengan hati yang terbebani, dan di sisi lain akan berupaya memenuhi tuntutan ekonomi demi kehidupan yang lebih baik.
Bila guru tak fokus menjalankan keprofesiannya, persoalan kronis pendidikan NTT tak akan pernah terobati. Stigma buruknya pendidikan NTT akan tetap melekat dalam sejarah pendidikan NTT. Dengannya berarti bahwa perhatian dan perbaikan kesejehteraan guru di tengah himpitan kemajuan dunia ekonomi menjadi sebuah keharusan, karena dengan ini para guru akan tetap fokus dalam pelaksanaan tugasnya. Yang dengannya berarti pula bahwa profesi mereka dihormati karena kesejahteraan mereka diperhatikan sebagaimana mestinya.
Patut dipahami bahwa komitmen calon pemimpin terhadap perkembangan pendidikan merupakan komitmen terhadap kemanusiaan. Perbaikan dan kemajuan pendidikan NTT merupakan perbaikan dan kemajuan manusia NTT. Ini akan terealisasi bila kesepahaman lahir bahwa komitmen dan keseriusan terhadap pendidikan harus menjadi visi dan misi calon pemimpin, yang kemudian terjabar secara nyata dalam program yang terukur pelaksanaannya.
Komitmen calon pemimpin terhadap perkembangan dan kemajuan NTT akan tampak dalam komitmen terhadap perubahan pendidikan NTT. Tanpa komitmen terhadap perubahan pendidikan, kiranya arus perubahan akan terasa janggal, karena setiap perubahan apapun bentuknya bermula dari pendidikan. Wajah pendidikan berubah maka wajah kemajuan suatu masyarakat akan berubah.
Dalam konstelasi politik pemilihan calon pemimpin NTT, rakyat NTT harus menguji para calon pemimpinnya secara serius melalui upaya penggalian visi, misi, dan program kerja para calon pemimpin yang berkomitmen pada perubahan pendidikan. Tanpa tahapan ini, proses pemilihan akan berjalan tanpa efek bagi kemajuan manusia NTT yang sesungguhnya.
Demikian kecerdasan pemilih menjadi sebuah keharusan yang tak dapat ditawar. Karena hanya melalui pemahaman yang benar terhadap visi, misi, dan program kerja calon pemimpin, rakyat NTT akan sampai kepada penentuan pilihan yang tepat seturut cita-cita masyarakat menuju situasi yang lebih baik, demi NTT yang lebih manusiawi di masa yang akan datang, melalui perbaikan mutu pendidikan.