-->

PERSATUAN ANTARA ORANG YAHUDI DAN BUKAN YAHUDI (Uraian Eksegetis-Teologis atas Ef 2:11-22)

 

PERSATUAN ANTARA ORANG YAHUDI


DAN

BUKAN YAHUDI

(Uraian Eksegetis-Teologis atas Ef 2:11-22)

Pengantar

            Gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Orang-orang yang percaya kepada Kristus hidup dalam status baru lewat pembaptisan yang diterimanya. Pembaptisan menjadikan seseorang anggota keluarga Allah. Dengan pembaptisan ini diharapkan agar setiap orang mampu melepaskan diri dari segenap ikatan masa lampau: latar belakang suku, budaya, bahasa dan lain-lain, yang dapat merusak status barunya dalam Kristus. Kenyataan menunjukkan sebaliknya. Kita akan melihat bagaimana jemaat Efesus bergumul dalam status lama kepada status baru dalam perikop 2:11-22.

 

1. Struktur

Perikop 2:1-10 melukiskan tentang kasih karunia Allah yang melimpah-limpah kepada orang-orang Kristen - kafir. Pelukisan ini sebenarnya sudah cukup bagus. Perikop 2:11-22 mau mengemukakan lebih lanjut aspek lain dari kasih karunia tersebut yakni perihal persatuan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir. Dengan demikian perikop ini akan dibagi dalam tiga bagian yakni: perpisahan karena perseteruan (11-12), perdamaian oleh darah Kristus (13-18), dan persatuan dalam jemaat (19-22).[1]

 

 

2.Uraian Eksegetis[2]

2. 1 Perpisahan karena Perseteruan (11-12)

            Ayat 11: Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu - sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging...: “Karena itu” (dio) menghubungkan bab ini dengan bab sebelumnya (2:1-10), di mana keselamatan orang-orang beriman terjadi melalui pewartaan Kristus. Ef 2:11-22 memaklumkan konsekuensi keselamatan dalam tatanan sosial. Bab ini dilawankan dengan bab sebelumnya dan secara tegas diperkenalkan oleh kata kerja imperative present, “ingatlah” (mnēmoneuete). Ungkapan “orang-orang bukan Yahudi menurut daging” menjelaskan bahwa Surat Efesus dialamatkan kepada seorang pendengar bukan Yahudi, atau kepada orang-orang bukan Yahudi pada umumnya. Keadaan masa lalu mereka disebut dalam 2:12,19, dan 3:1.[3] Paulus dalam surat kepada Jemaat Efesus berbicara sebagai seorang Kristen Yahudi. Perhatian utamanya adalah memaklumkan kesatuan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi dalam gereja. Dia memaklumkan dalam 2:18, “karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa”.

 

yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya sunat, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia: Frase ini mengakui pentingnya sunat sebagai tanda identitas Yahudi dalam dunia Yunani-Romawi. Ini menghadirkan kembali sebuah pengakuan akan adanya perseteruan di antara kelompok-kelompok masyarakat. Keterasingan digambarkan oleh orang-orang bukan Yahudi sebagai kelompok luar oleh orang-orang Yahudi. Mereka disebut “tak bersunat” (akrobystia). Ini merupakan kata yang sering kali digunakan Paulus dalam surat-suratnya baik dalam arti figuratif pun dalam arti literer untuk menerangkan pentingnya iman dalam Kristus (bdk. Rom 2:25-29; 4:10-12;5:6). Ini digunakan sebagai jalan untuk berbicara tentang orang-orang bukan Yahudi  secara umum dalam Rom 3:30; 4:9; Gal 2:7; dan secara khusus Kol 3:11, yang menggambarkan penghapusan perbedaan antara orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi dalam Kristus dengan terminologi yang sama: sunat dan tak bersunat. Penulis Efesus boleh jadi dipengaruhi oleh Kolose. Ini juga penting untuk membandingkan teks Kol 2:11 yang mengekspresikan perlawanan “sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia”. Kol 2:11 menunjuk “sunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia”, rupanya sebagai metafora untuk baptisan. Menarik mencatat bahwa cheiropoiētos (dikerjakan oleh tangan manusia) digunakan dalam Septuaginta untuk menggambarkan penyembahan berhala (bdk. Yes 2:18; 10:11). Ef 2:11 menekankan sunat lahiriah (fisik). “Oleh tangan manusia” mengulang kembali penggambaran pada ayat sebelumnya. Sunat dari orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi tanpa Kristus dalam kenyataannya disamakan.

Ayat 12: bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel...: Hoti (bahwa) pada permulaan ayat ini seperti dalam 2:11, menunjukkan bahwa klausa ini juga dihubungkan dengan kata kerja “ingatlah” dalam ayat 11. Ayat ini melanjutkan menjelaskan secara terinci keberadaan orang-orang beriman bukan Yahudi. Seperti dalam 2:1-3, hal yang sama dilukiskan dalam nada pesimistis. Perumpamaan memberikan kesan pencabutan hak milik atas rumah. Politeia dapat berarti kewarganegaraan, tetapi di sini disebut “persekutuan”. Penerimaan orang-orang bukan Yahudi oleh jemaat Efesus digabungkan dengan status atau anggota masyarakat dan memahami keterasingan sebagai yang terpenting karena pencabutan beberapa hak yang diberikan oleh pemerintahan Romawi. Boleh jadi ayat ini juga adalah refleksi keluaran orang-orang bukan Yahudi dalam Perjanjian Lama (Kel 19:6; Mzm 80:8-9, 105). Asumsi pokok dalam 2:12 adalah bahwa orang-orang beriman bukan Yahudi sekarang adalah bagian dari persekutuan Israel. Dengan kata lain, penulis Efesus kelihatannya menyamakan Israel dengan gereja. Ini adalah perkembangan yang mencolok dalam hubungan yang tak perlu dipersoalkan lagi dalam surat-surat Paulus. Dengan kemungkinan pengecualian Gal 6:16, Paulus tidak menggunakan kata “Israel” untuk menunjuk komunitas orang-orang yang beriman kepada Kristus. Surat-suratnya kadang-kadang memberi kesan menganggap orang-orang beriman sebagai Israel sejati (bdk. Gal 3; Rom 4; Rom 9), tetapi ini secara sederhana membuktikan bahwa Paulus menyatakan keberadaan Israel juga dari luar kelompok. Pada satu sisi, dalam Rom 9:6 dia menyatakan bahwa tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel (Rom 9 4), tetapi pada sisi lain dia berbicara tentang pewarisan keistimewaan sebagai seorang Israel (9:4) dan juga kelalaian Israel pada masa lampau, yang mengejar dasar kebenaran atas dasar hukum, untuk mencapai kebenaran (Rom 9:31). Dalam kata-katanya, Paulus menyatakan kesaksian sebagai Israel sejati, Yahudi sejati, yang tidak berada dalam Kristus. Dalam pertentangan ini, Ef 2:11-22 kelihatannya secara sederhana tepat membahasakan keyahudian untuk menggambarkan identitas gereja.

 

....dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia: Kemudian kontras dalam bagian ini dapat dilihat secara khusus dalam perbandingannya dengan 2:12 dan 2:19. Kedua ayat ini menggunakan kata “tidak mendapat bagian” (xenoi). Bentuk jamak dari “ketentuan-ketentuan” menunjuk pada ketentuan-ketentuan Perjanjian Lama yang kadang-kadang disebut bersama (Im 26:42; bdk. Rom 9:4). Ketentuan-ketentuan berdasar pada janji Allah. Paulus sering kali menunjuk janji atau janji Allah (Rom 4: 13;9:4; Gal 3:16-29). Dalam 1 Tes 4:13 dia menggambarkan kelompok-kelompok luar dengan tanpa pengharapan. Gambaran “tanpa Allah” adalah terjemahan dari bahasa Yunani atheoi (atheis), yang menyatakan bahwa orang-orang beriman pernah hidup sebagai kelompok luar untuk menyatakan keselamatan yang mereka lukiskan sebagai tanpa Allah (Gal 4:8). Dugaan bahwa orang-orang kafir adalah bebal, tanpa Allah dihubungkan dengan ide Yer 10:25; 1 Tes 1:9; 4:5; Gal 4:8. Atheos adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan keadaan tanpa Allah atau tidak beriman. Kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang tidak pernah didengar dari Allah, tetapi juga menunjuk pada penolakan kepada Allah dan hukum-Nya. Dalam dunia Yunani-Romawi kata ini digunakan bertalian dengan pengabaian kepada ritus agama yang dilihat sebagai keselamatan fundamental. Bukti dari abad kedua mengindikasikan bahwa orang-orang Kristen dituduh atheis karena menolak berpartisipasi dalam praksis agama tradisional. Kata “atheis” digunakan untuk menyebut orang-orang Kristen yang dianggap sebagai kelompok luar dari kelompok sosial yang lebih luas. Walaupun bukti ini datang kemudian dari periode penulisan Efesus, kiranya tidak benar mengatakan bahwa bahasa ini digunakan penulis Efesus untuk menggambarkan hidup sebelumnya dari orang-orang kafir, yakni bahasa yang khusus dipakai oleh orang-orang tak beriman untuk mengkritik gereja. Orang-orang beriman boleh jadi disebut atheis bahkan kelompok-kelompok di luar Yahudi, karena ini adalah bukti bahwa orang-orang Yahudi disebut juga atheis dalam dunia Yunani-Romawi. Demikian halnya kekristenan abad kedua menggunakannya untuk menggambarkan orang-orang kafir/pagan.

 

2. 2 Perdamaian oleh Darah Kristus (13-18)

Ayat 13: Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu jauh, sudah menjadi dekat oleh darah Kristus: Bagian ini bergerak dari pelukisan keberadaan masa lampau orang-orang beriman kemudian pada sebuah perayaan dalam keberadaan masa kini mereka. Penggunaan en Christō menyolok di sini. Ayat 11-12 menggambarkan bagaimana orang-orang beriman pernah berada di luar kelompok dari keselamatan yang sesungguhnya tetapi yang sekarang berada dalam keselamatan yakni dalam Kristus. Darah Kristus menciptakan kenyataan baru. Pernah terasing dari umat Allah, orang-orang bukan Yahudi dibawa mendekat. Darah Kristus lebih menunjuk kepada salib Kristus. Ef 1:7 berbicara “penebusan melalui darah-Nya, pengampunan dosa”. Penulis Efesus dalam ayat 13-14 dipengaruhi oleh Kol 1:20, “dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus”. Secara khusus Rom 5:8-11 melukiskan pendamaian dengan Allah melalui darah Kristus (bdk. 2 Kor 5:18-20). Diperdebatkan bahwa mungkin ritus sunat mempengaruhi pilihan penulis melalui kata-kata: darah Kristus melampaui sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia (ayat 11). Ayat 13-14 dan secara khusus ayat 17 memuat gema Yes 57:19 dan mungkin juga Yes 52:7. Yes 57:19, “Aku akan menciptakan puji-pujian. Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat -firman TUHAN -Aku akan menyembuhkan dia!”. Secara jelas siapa yang “jauh” adalah asing dari orang-orang Yahudi, tetapi interpretasi rabinik kemudian menggabungkan mereka dengan orang-orang bukan Yahudi. Sementara kenyataan di atas tidak menunjuk secara khusus bahwa orang-orang bukan Yahudilah yang dimaksud.

Ayat 14: Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak...: Perubahan bentuk orang kedua jamak kepada orang pertama jamak dalam ayat ini mengindikasikan bahwa dimulailah sebuah sesi baru. Dalam kenyataannya banyak ahli memahami ayat 14-18 sebagai sebuah fragmen dari hymne Kristen awal atas laporan dari beberapa ciri yang sering diulangi yakni: susunan literer dan formulasi frase. Ada juga pengaruh beberapa penyisipan yang dibuat oleh penulis Efesus dalam hymne.  Sebagai contoh, “melalui salib” (ayat 16) biasanya dianggap sebagai tambahan kemudian. Terjemahan atas frase tēn echthran en tē sarki autou (perseteruan dalam darah-Nya) dimasukkan dalam ayat 14 atau pada awal ayat 15, yang memperkenalkan ide penghapusan Hukum Taurat. Pertimbangan sintaksis memasukkan kejanggalan dari obyek kata kerja “merubuhkan”. Walaupun “dinding” (ayat 14) dan “Hukum Taurat” (ayat 15) dengan saksama dihubungkan, dinding lebih menjadi simbol yang hidup dari perseteruan dari pada Hukum Taurat. Jadi “perseteruan” akan mungkin dimengerti sebagai keterangan tambahan kepada tembok pemisah dan frase ini dimasukkan sebagai bagian dari ayat 14. “Dia” menunjuk Kristus (bdk. 2:16-18). “Dalam darah-Nya” mengulang kembali Kol 1:22 dan menegaskan bahwa melalui kematian Kristus hidup baru telah ada, yang meliputi keselamatan bagi orang-orang bukan Yahudi (bdk. Gal 3:13; Rom 7: 4).

 

...dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan...: Tembok pemisah (to mesotoichon tou phragmou) adalah mungkin pemisah yang memisahkan orang-orang bukan Yahudi dari halaman yang dikelilingi oleh tembok Bait Allah Yerusalem. Kata kerja lyo (merubuhkan) digunakan untuk menggambarkan penghancuran Bait Allah. Jika seperti yang diperdebatkan dalam komentar ini, Efesus ditulis setelah penghancuran Bait Allah pada tahun 70 M, menggambarkan hubungan istimewa bagi yang menerimanya. Bagaimanapun penulis Efesus memahami penghancuran tersebut sebagai usaha mempertahankan pesan Paulus mengenai keselamatan dari orang-orang bukan Yahudi. Kata benda Yunani mesotoichon berasal dari PL dan menunjuk partisipasi di dalam rumah. Kiranya pelukisan tembok Bait Allah adalah lebih mungkin. Ini menunjuk halangan yang membagi surga dan bumi. Bagaimanapun tembok yang dimaksud adalah Hukum Taurat dan bukan tembok pemisah yang memisahkan orang-orang bukan Yahudi dari bagian dalam Bait Allah Yerusalem. Sekedar gambaran tentang tembok pemisah tersebut, “Tidak seorang pun yang masuk dalam pagar dan mengelilingi pintu gerbang Bait Allah. Barang siapa yang mengejar hanya akan mensyukuri kematian yang mengikutinya” (bdk. Kis 21:27-31; 10:28).

Ayat 15: sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya: Merinci tembok dengan teliti dihubungkan dengan pengharapan Hukum Taurat. Satu hal menarik dari teks Yahudi abad kedua, secara aktual melukiskan Hukum Taurat dalam term: ”pembuat hukum... diberkati oleh Tuhan karena kebenaran pengetahuan universal, mengelilingi kita dengan tidak putus-putus pagar yang dibuat dari kayu runcing dan pagar baja untuk mencegah percampuran kita dengan orang lain... jadi ada yang melindungi dalam tubuh dan jiwa... dan beribadat hanya kepada Allah yang melampaui semua ciptaan”. Bagaimanapun tembok dalam ayat 14 mungkin dimengerti sebagai sebuah metafora untuk Hukum Taurat, tetapi ini kelihatannya melampaui maksudnya. Untuk berbicara pengharapan akan Hukum Taurat merupakan bahasa yang lebih kuat dan lepas dari pernyataan tentang Hukum Taurat yang tidak dipersoalkan lagi dalam surat-surat Paulus (bdk. Rom 3:31). Bagaimanapun, secara literer “Hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya” memperkuat kesan bahwa keseluruhan Hukum Tauratlah yang dimaksud.

              Bahkan ada beberapa perendahan dalam penjelasan Hukum Taurat ini. Surat Efesus boleh jadi dipengaruhi oleh Kol 2:20 di mana kata dogmata (ketentuan) dengan jelas mengandung konotasi negatif – ide Kol 2:14 (bdk. 2:20) menunjuk ketentuan asketis dari pada Hukum Taurat per se. Dalam menggambarkan Hukum Taurat secara negatif penulis Efesus mungkin memiliki konsep Hukum Taurat yang dikaitkan kepada permusuhan. Cara hidup orang-orang Yahudi berdasar pada Hukum Taurat yang menuntun pada kebencian melawan mereka yang berasal dari masyarakat Yunani-Romawi, dan penulis-penulis Yahudi pada gilirannya mempertahankan hukum-hukum mereka. Bagaimanapun, fokus penciptaan manusia baru dalam ayat berikutnya akan secara alami mendorong pernyataan-pernyataan kategoris: Setiap kesatuan masa lampau dimengerti dalam term keberadaan yang cacat/rusak.

 

... untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera: Frase ini mengandung dua gagasan yang juga berdasar pada ayat 14: “damai” dan “menciptakan keduanya menjadi satu”. Ef 2:10 menyiapkan jalan untuk frase ini, untuk menunjuk orang-orang beriman yang dicipta dalam Yesus Kristus. Di dalamnya Paulus menjaga ide kristologis dalam mana Adam adalah representasi ciptaan lama dan Kristus adalah representasi ciptaan baru yang mempersatukan orang-orang beriman dalam tubuh-Nya (bdk. 1 Kor 12:12;13;15:22,45-49; Gal 3:27-28; Rom 12:5; Kol 3:10-11). Kol 3:10 juga menunjuk pada ciptaan manusia baru dan penulis Efesus mungkin dipengaruhi oleh teks ini. Kol 3:10-11, seperti Gal 3:27-28, kelihatannya menggambarkan keaslian dari bentuk baptis tradisional yang merayakan penciptaan baru dalam term kesatuan dan penghapusan perbedaan kelompok dan kategori-kategori pribadi (memasukkan perbedaan antara Yahudi dan bukan Yahudi). Dalam usaha mencari keaslian dari Gal 3:27-28 beberapa penulis mengatributkannya kepada Yesus.

            Yang menarik bahwa Efesus juga menunjuk dua kelompok (Yahudi dan bukan Yahudi) menjadi satu. Tidak ada bukti yang yang menunjuk asketisme seksual dalam Efesus. Dalam kenyataannya, jemaat Efesus dengan kuat mendukung perkawinan. Bagaimanapun, kesatuan dari perbedaan jenis kelamin jelas dimengerti oleh penulis Efesus sebagai gambaran yang kuat untuk berbicara tentang hubungan antara Allah dan komunitas manusia. Dalam 2:15 penulis Efesus menggambarkan dalam bahasa tradisional kesatuan dengan baptisan yang diinterpretasikan dalam kekristenan awal yang menggambarkan “kebaruan” komunitas. Jadi ciptaan baru adalah buah dari penebusan Kristus dan pelampauan perbedaan-perbedaan dan kategori-kategori lama. Penulis Efesus tidak berbicara secara langsung tentang baptisan di sini, tetapi beberapa gambaran bahasa baptisan ada dalam pikiran para pendengar.

Ayat 16: dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu: Menunjuk damai dalam ayat sebelumnya yang menyiapkan jalan untuk menyebut pendamaian. Damai juga adalah hymne dari Kol 1:15-20, yang menggambarkan proses pendamaian. Kata kerja “mendamaikan” (apokatallassō) tidak sering muncul dalam literatur Paulus (2:16; Kol 1:20,22; katallassō: Rom 5:10; 2 Kor 5:18-20). Tubuh (Kristus) pertama-tama adalah metafora untuk gereja yang digunakan dalam bagian ini. Jalan dalam mana simbol Paulinum lebih dekat untuk gereja disatukan dengan membuat metafora (ayat 20-21) yang secara khusus mempunyai ciri menyolok dari teks ini. Ayat ini mengulang beberapa ide yang sama dengan ayat 14. Ada dua rujukan yang menunjuk “perseteruan”, dan menyebut penyelesaiannya melalui salib (bdk. Kol 1:20) yang dihubungkan dengan dicapai “dalam diri-Nya” (ayat 14). Ayat ini juga dengan sangat hati-hati dihubungkan dengan Kol 1:20-23. Kedua teks ini memberi tekanan pada pentingnya kematian fisik Yesus untuk pemulihan kosmis. Kol 1:22 menunjuk “tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya”; ini jelas menunjuk tubuh fisik Kristus yang mengalami penderitaan. Dalam Ef 2:16 ketidakhadiran langsung pada tubuh fisik Kristus menunjuk satu tubuh (terdiri dari kesatuan Yahudi dan bukan Yahudi) dapat dimengerti sebagai sebuah metafora bagi gereja (bdk. Ef 1:23; atas ide dari “satu tubuh” yang menggambarkan gereja lihat Kol 1:18). Jemaat Efesus adalah bagian dari jemaat Kolose yang tertarik dalam pemulihan kosmis yang terjadi melalui Kristus.

Ayat 17: Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang jauh dan damai sejahtera kepada mereka yang dekat: Dilawankan perseteruan antara kelompok dan keterasingan yang digambarkan dalam ayat 11-12, Kristus membawa warta damai... “kamu yang jauh” menunjuk orang-orang bukan Yahudi dan “mereka yang dekat” menunjuk orang-orang Yahudi. Ayat ini berisi kiasan Yes 57:19 dan Yes 52:7. Tidak jelas apakah damai yang diwartakan Kristus menunjuk pendamaian dengan Allah atau hubungan antara kelompok orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi. Bagi penulis Efesus, pendamaian dengan Allah di sini jelas merupakan implikasi penting agar kelompok-kelompok dapat saling berhubungan satu sama lain. Adalah baik menggambarkan bagian mana pelayanan Kristus dengan kalimat “Ia datang dan memberitakan”. Pelayanan awal Yesus, pewartaan Yesus setelah kebangkitan, dan pewartaan kebangkitan Kristus oleh para rasullah yang dimaksud. Ayat 14-16 kelihatannya tidak tepat menempatkan pewartaan di bawah satu peristiwa khusus. Kalimat sepertinya lebih menunjuk keseluruhan karya penyelamatan Kristus. Referensi kedua pada “damai” dihilangkan dalam Textus Receptus adalah mungkin karena pertimbangan lebih lanjut. Bagaimanapun, kehadiran yang sedemikian kuat didukung. Lebih lanjut, dicatat bahwa “damai” menambah bobot pernyataan penulis untuk menjaga referensi damai dalam Yes 57:19.

Ayat 18: karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa: Ayat ini berisi ide-ide sejajar dalam dengan 16. Kedua ayat ini menegaskan keterlibatan kedua kelompok dan kenyataan bahwa kontak dengan Allah terjadi melalui Kristus. “Satu tubuh” dan “satu Roh” digabungkan bersama dalam ayat 4:4. Ini menekankan bahwa “dalam satu Roh” merupakan jalan bagi Allah untuk mengambil tempat melalui Roh atau dalam komunitas (lihat juga 1:3,17; 4:4-6). Penggunaan kata “jalan masuk” (prosagōgē) adalah menarik. Kata ini jarang muncul dalam Perjanjian Baru (bdk. Rom 5:2; Ef 3:12). Kata ini mempunyai konotasi negatif. Kata ini dapat digunakan untuk menunjuk pertemuan dengan kaisar. Pemohon akan memohon kekuatan pelindung demi kebaikan. Yang asalnya sama dari kata kerja (prosagō), yang dalam LXX menunjuk ketertarikan kultis. Kata ini menunjuk jalan masuk pada ruang kudus sebagai tanda kehadiran yang kudus (Im 1:3;3:3;4:14). Ini berarti bahwa kata ini bertalian dengan ide jalan masuk kepada kekuatan politik dengan jalan masuk kepada yang kudus. Ini menantang pengharapan bahwa hanya yang mempunyai kekhususan akan mampu masuk dalam wewenang pemerintah, ratu, raja. Dengannya mau mengatakan bahwa orang-orang bukan Yahudi sekarang mempunyai jalan masuk kepada yang kudus yang pernah dihadiahkan untuk orang-orang Yahudi.

 

2. 3 Persatuan dalam Jemaat (19-22)

Ayat 19: Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang: Dengan ayat ini mulailah sesi baru, yang ditandai oleh kembalinya kata “kamu” yang dilawankan dengan “kita” dari ayat 14-18 dan dihubungkan dengan ayat 11-13. Dalam beberapa tanggapan akhir dari ayat 19-22 dihubungkan dengan bagian pertama, ayat 11-13. Bagian akhir menghubungkan keadaan yang buruk dari keadaan masa lalu orang-orang beriman lewat pelukisan kenyataan baru dengan sebuah metafora. Ayat 12 menunjukkan status orang-orang beriman yang pernah menjadi orang asing (xenoi), tetapi dalam ayat ini menerangkan bahwa mereka tidak menginginkan orang asing dan pendatang (paroikoi). Keselamatan dihadirkan dalam kata “menolong dari keadaan kehilangan status sebagai orang merdeka dan ketiadaan rumah”. Kata “orang asing” dan “pendatang” dihubungkan dengan literatur kuno dan itu mungkin membedakannya dengan arti dalam Efesus. Kata paroikoi secara literer berarti tinggal atau penduduk asing. Kata ini digunakan untuk menekankan siapa orang asing itu. Pengalaman berada di luar menunjukkan kenyataan penyelamatan seperti ketika ketiadaan rumah di tanah asing. Paroikoi  juga ada dalam 1 Ptr 2:11; 1 Ptr merupakan bagian penting untuk menunjuk hubungan dengan jemaat Efesus.

 

melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah:  Ayat 19 dimaksudkan untuk menanggapi masalah dalam ayat 12. Orang-orang beriman berkata bahwa mereka tidak menginginkan keterasingan dari persekutuan orang Israel. Mereka tidak menginginkan menjadi orang luar. Mereka tidak memberi sedikit hak suara bagi orang-orang asing dan pendatang yang hanya mengambil bagian dalam beberapa kepentingan bangsa. Lebih lanjut mereka sekarang menjadi warga negara penuh dengan hukum yang benar. Dua metafora bagi gereja dihubungkan dengan ayat ini. Dalam kaitannya dengan ayat 12, ide gereja sebagai Israel spiritual, suatu bangsa yang kudus, gambaran dari kenyataan baru diberikan oleh orang-orang beriman yang  bergerak pada sebuah pemakluman bahwa mereka adalah anggota keluarga Allah. Gereja sebagai “anggota keluarga Allah” mempunyai metafora yang kuat, yang dihubungkan dengan pengalaman penyelamatan pada pertemuan fisik dari orang-orang beriman, jemaat lokal (bdk. Gal 6:10). Penggambaran juga kelihatan dalam 1 Ptr dan Surat-surat Pastoral, juga datang dari zaman kemudian dari era Perjanjian Baru (1 Ptr 4:17; bdk. 1 Ptr 2:5; 1 Tim 3:15). Bahasa keluarga Allah menggambarkan hubungan antara orang-orang beriman dengan Tuhan (bdk. 1:5;3:14-15;5:21-6:9).

            Dengan menyebut keluarga Allah, harus dimengerti sebagai “orang-orang kudus” seperti menunjuk orang-orang Yahudi atau orang-orang Yahudi yang mengimani Yesus (yakni orang-orang beriman bukan Yahudi yang akan berbagi dalam perseketuan mereka). “Orang-orang kudus” atau “orang kudus” digunakan dalam beragam teks Yahudi seperti menunjukkan kebenaran. Tetapi karena anggota keluarga Allah adalah suatu konsep yang luas untuk menunjuk keseluruhan orang-orang beriman (orang-orang bukan Yahudi dan orang-orang Yahudi), hal itu lebih baik dimengerti sebagai “orang kudus” seperti menunjuk semua orang beriman. Ada juga tiga kemungkinan yang tidak dapat disangsikan. Beberapa teks Yahudi menunjuk malaikat sebagai “orang kudus” atau “yang kudus”. Bila menunjuk anggota keluarga Allah, membuatnya sangat sulit dikeluarkan keanggotaannya dari antara orang-orang kudus. Hal itu mungkin bahwa baik penulis pun pendengar Efesus memahami konsep kewarganegaraan dengan malaikat dan kewargaan di antara orang-orang beriman dalam Yesus yang digabungkan dengan konsep yang lebih luas.

Ayat 20: yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru: Berkenaan denga anggota keluarga Allah dalam ayat sebelumnya memperkenalkan sebuah bagian yang sangat menarik dari metafora yang ada. Orang-orang beriman pernah hidup tanpa Kristus (ayat 12), tetapi sekarang mereka hidup dalam Yesus Kristus sebagai batu penjuru. Secara umum, melalui 2:20-22 penulis Efesus kelihatannya dipengaruhi oleh 1 Kol 3:9-17. Gambaran anggota komunitas dibentuk dalam persekutuan dengan Kristus sebagai batu penjuru juga nampak dalam, 1 Ptr 2:4-6 (bdk. 1 Kor 3:10-11; Yes 28:16; Mzm 118:21-23). Ada perdebatan serius perihal apakah kata akrogōniaios menunjuk batu penjuru dari dasar bangunan atau apakah secara nyata menunjuk batu yang menjadi puncak bangunan, puncak atau dasar iman. Ada pendapat bagus dalam mendukung kedua penafsiran ini. Penafsiran kemudian menunjuk Kristus sebagai puncak bangunan yang dengan tepat menekankan pemuliaan Kristus (yakni 4:16) melalui jemaat Efesus dan gagasan Kristus sebagai kepala dari tubuh (1:22). Ada beberapa alasan penting mengapa “batu penjuru” menjadi tekanannya. Ini menunjuk penggunaan kata dalam Yes 28:16, dasar pemberian hukum Kristus dalam 1 Kor 3:10-11, dan kenyataan bahwa ini sulit dimengerti oleh para nabi dan para rasul jika Kristus tidak menjadi dasar bangunan.

            Beberapa ahli mempunyai pandangan yang menyebut nabi-nabi sebagai referensi kepada nabi-nabi Perjanjian Lama. Referensi pada “nabi-nabi dan rasul-rasul” dalam 3:5 dan 4:11 mendukung gagasan ini. Kis juga memberikan gagasan yang sama. Lukas menggambarkan rasul-rasul (yang mempunyai pengetahuan historis tentang Yesus), orang tua-tua (yang memiliki otoritas kepemimpinan), dan nabi-nabi (guru-guru yang berkeliling untuk mengajar) yang membagi kepemimpinan dalam gereja awal. Dalam Kis nabi-nabi adalah guru-guru karismatis yang dihubungkan dengan gereja Yerusalem (Kis 11:27-28; 15:22,27,32;21:10-11). Kis 13:1 menyebut Barnabas dan Paulus  sebagai anggota kelompok nabi-nabi dan guru yang memimpin gereja di Antiokhia; mereka meletakan dasar misi bagi orang-orang bukan Yahudi melalui aksi Roh Kudus (Kis 13:2-4). Walaupun Kis dengan hati-hati menyebut “rasul” bagi Paulus, dia tidak dapat disangkal merupakan seorang rasul di Efesus (1:1;3:1-13). Seperti Kis, Efesus memberi tekanan pada pentingnya kesaksian rasul dan nabi. Perikop 2:11-22 mendukung bahwa penulis Efesus benar-benar bersaksi dari kelompok ini ke pusat perkembangan misi orang-orang bukan Yahudi.

Ayat 21: Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan: Peralihan dari ayat 21 memberikan sebuah gambaran harmoni perkembangan gereja (bdk. Ef  4:15-16). Kenyataan bahwa bangunan tersebut dimengerti seperti masih bertumbuh/berkembang memberikan dukungan bagi terjemahan akrogōniaios sebagai “batu penjuru”; karena Kristus dimengerti sebagai batu yang menjadi mahkota. Penggunaan metafora Bait Allah sejajar dengan komunitas Qumran yang memahami diri sebagai Bait Allah. Defenit artikel (the) dalam pasa hē oikodomē (seluruh bangunan atau bangunan) tidak ada dalam beberapa kesaksian. Meskipun memiliki ambiguitas yang melekat dalam ungkapan Yunani pasa oikodomē mungkin dimengerti menunjuk gereja universal, konsisten dengan ketertarikan jemaat Efesus sebagai sebuah persekutuan. Kata oikodomē tidak ada dalam 1 Kor 3:9 untuk menggambarkan komunitas lokal Korintus. Dalam Ef 4:12,16,29 berarti “membangun” dalam pengertian perbaikan etis.

Ayat 22: Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh: Menyambung metafora bait Allah dari ayat 21. “Di dalam Dia” (en hō) dapat merujuk “Tuhan” atau “bait Allah” dalam ayat sebelumnya, tetapi lebih mungkin menunjuk Yesus Kristus. Metafora tubuh (ayat 16) digabungkan dengan gambaran yang bertalian dengan arsitektur agar menciptakan sebuah penglihatan manusia spiritual. Orang-orang beriman dibangun atas dasar batu yang menjadi dasar pembangunannya (bdk. 1 Ptr 2:5). Kata kerja synoikodomeō (dibangun bersama) hanya ditemukan di sini dalam keseluruhan Perjanjian Baru. Bait Allah fisik secara tradisional dimengerti sebagai tempat kediaman Allah, tetapi sekarang Bait Allah rohani ada dalam bentuk komunitas orang-orang beriman. Tekanan pada entitas spiritual  secara langsung dilawankan pada tekanan atas tantangan fisik yang pernah memisahkan orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi. Orang-orang beriman sekarang ada dalam Roh. Namun tidaklah jelas apakah en pneumati menunjuk Roh Kudus atau tempat kediaman Allah. Gagasan berdiamnya Roh Allah dalam komunitas digambarkan seperti sebuah bait Allah, yang tidak lagi dipersoalkan dalam surat-surat Paulus (1 Kor 3:16;5:19-20).  

 

3. Refleksi Teologis

            Perikop Ef 2:11-22 menggambarkan bagaimana umat Kristen Yahudi dan Kristen kafir disatukan dalam satu tubuh yakni keluarga Allah, Bait Suci Allah. Persatuan/persekutuan ini terjadi karena rahmat Allah. Rahmat Allah membawa mereka pada persatuan dengan Allah, menjadikan mereka anggota keluarga Allah dalam kemanusiaan yang baru. Ini semua berdasar pada sejarah Israel.[4] Pembicaraan tentang “sunat” (ayat 11) dan “hukum Taurat” (ayat 15) tidak memberikan bukti spesifik bagaimana penyelesaian atas kasus tersebut. Kesatuan antara kedua kelompok ini diakui sebagai realitas dalam perikop ini, dan dengannya menunjukkan bahwa perseteruan terjadi dalam gereja pada masa lampau.[5]

            Perikop ini mendukung ide dari orang-orang bukan Yahudi yang mau berbagi warisan Israel (ayat 11-12). Penulis Efesus mencoba mendefinisikan identitas gereja orang-orang bukan Yahudi dalam terang warisan Israel. Penggunaan metafora Israel spiritual mendefinisikan identitas gereja dalam jalan yang penting.[6] Dalam mana menjadi terang bahwa perikop ini sarat dengan konsep dan tradisi Yahudi. Perikop ini mendorong relasi harmonis antara orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi dalam Gereja. Menjadi anggota gereja dalam status baru harus mampu fleksibel/luwes dan mampu beradaptasi dengan beragam orang dan budaya.[7]

            Dengannya menjadi terang bahwa perikop ini memaklumkan pesan-pesan religius penting. Orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi dapat mengilhami harmoni dalam hidup komunitas pada semua tingkat. Konsep kesatuan dipakai dalam arti yang sangat luas yakni dari kesatuan kosmos kepada kesatuan unit sosial yang kecil, dan perkawinan sebagai pusat hidup keluarga (2:11-22 dan 5:21-33).[8]

            Latar belakang 2:11-22 adalah generasi yang kehilangan kesaksian awal, otoritas, dan rasul. Atas realitas ini, mereka mau kembali kepada dasar yang benar. Maka dengannya pula menjadi terang bahwa Israel merupakan metafora bagi gereja.[9]  

Perikop ini berbicara tentang kesatuan gereja (2:15-16) dan dasar kerasulan gereja (2:20). Dewasa ini Gereja sedang mengusahakan "ekumenisme praktis" yang melampaui dialog resmi. Ini dapat menjadi dasar pelayanan pastoral yang baik untuk meyakinkan bahwa pelayanan Gereja sungguh berakar dalam Perjanjian Baru sendiri.

Tema sentral perikop ini adalah Kristus sebagai orang yang menghapus segala perseteruan (2:14), mendamaikan orang-orang dari segala kelompok, sehingga tidak ada "orang asing dan pendatang" (2:19).[10] Pendamaian dan kesatuan terjadi melalui salib dan kematian Kristus. Melalui salib dan kematian-Nya, Kristus menghancurkan tembok pemisah di antara dua kelompok yakni Yahudi dan bukan Yahudi. Dengannya kedua kelompok ini memiliki akses yang sama kepada Allah dan hidup dalam perjanjian cinta Allah.[11]

Adalah fakta menyedihkan bahwa, walaupun dunia terasa semakin sempit dan kita memiliki kemungkinan-kemungkinan untuk berkomunikasi, sebaliknya dunia terpecah menjadi begitu banyak kelompok yang berbeda. Gereja dapat menjadi model kehidupan tanpa sekat  yang menghalanginya karena Kristus telah merobohkan tembok pemisah dan membawa kesatuan bagi semua orang.[12]

Ini dalam skala global, namun dapat juga terjadi dalam kehidupan umat beriman. Kita semua adalah anggota keluarga Allah. Tak seorang pun harus diperlakukan sebagai orang asing atau pendatang. Perbedaan ras, kelas, jenis kelamin, kondisi ekonomi, politik, dan pendapat selalu ada, namun ini tidak menjadi hambatan untuk hidup dalam kesatuan bersama Kristus.[13]

Gereja adalah persekutuan Kerajaan Allah. Gereja sebagai persekutuan Kerajaan Allah juga dapat menjadi saksi yang lebih luas bagi masyarakat sekuler. Ada perbedaan setiap orang, tetapi terbuka untuk berbagi, dan dengannya tiadalah perpecahan. Ikatan kemanusiaan yang umum mengikat kita bersama-sama untuk kebaikan semua orang.

 

Penutup

            Perikop ini menyadarkan bahwa dasar persekutuan gereja adalah Kristus sendiri. Kristus telah merobohkan tembok pemisah yakni segala belenggu yang merintangi persekutuan dengan-Nya. Maka gereja seharusnya menjadi model bagi dunia yang sedang terkotak-kotak karena berbagai latar belakang yang berbeda. Gereja seharusnya mampu menerima dan mengakomodasi semuanya dalam persekutuan baru karena iman akan Kristus sendiri.

 

 



[1] Margaret Y. MacDonald, “Colossians and Ephesians” dalam Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina Series Vol. 17. (Collegeville, Minnesota: The Liturgical Press, 2000), hlm. 251;bdk. Dr. J.L.CH. Abineno, Tafsiran Alkitab – Surat Efesus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), hlm .60.

[2] Margaret Y. MacDonald, “Colossians ...”, hlm. 241-251; bdk.  Dr. J.L.CH. Abineno, Tafsir..., hlm. 61-82; bdk. juga T. K. Abbot, B.D.D. Litt, “The Epistle to the Ephesians and to the Collosians” dalam Samuel Rolles Driver, D.D., et. al (ed.), The International Critical Commentary on the Holy Scripture of the Old and New Testament (Edinburg: T & T Clark, 38 George Street, 1985), hlm. 55-77.

[3] Orang-orang bukan Yahudi dikatakan berada di luar Kristus, tak bersunat, bukan orang Yahudi, orang asing, di luar perjanjian dengan Allah, tanpa pengharapan, dan di luar Allah yang benar [Lihat Michael J. Gorman, Apostle of the Crucified Lord: A Theological Introduction to Paul and His Letters (Michigan/Cambridge, U.K: William B. Eerdmans Publishing Company, 2004), hlm. 511.]

[4] Michael J. Gorman, Apostle …, hlm. 512-513.

[5] Margaret Y. MacDonald, “Colossians ...”, hlm. 252.

[6] Margaret Y. MacDonald, “Colossians ...”, hlm. 253.

[7] Margaret Y. MacDonald, “Colossians ...”, hlm. 254; bdk. Michael J. Gorman, Apostle …, hlm. 512-513.

[8] Margaret Y. MacDonald, “Colossians ...”, hlm. 255.

[9] Margaret Y. MacDonald, “Colossians ...”, hlm. 255.

[10] Arland J. Hultgren, Commentary on Second Reading Ephesians 2:11-22, dalam http://www.textweek.com/pauline/eph2b.htm.

[11] Michael J. Gorman, Apostle …, hlm. 512-513.

[12] Arland J. Hultgren, Commentary…, dalam http://www.textweek.com/pauline/eph2b.htm.

[13] Arland J. Hultgren, Commentary…, dalam http://www.textweek.com/pauline/eph2b.htm.

 

 

LihatTutupKomentar