OBAT-OBATAN DAN OPERASI
Peristiwa sakit sudah dialami oleh
manusia sejak awal keberadaannya. Sejak awal, manusia memakai ramuan
tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang dideritanya. Manusia
belajar dari pengalaman bagaimana harus mengobati penyakit. Pengalaman yang ada
mengajarkan bahwa tubuh yang terganggu dapat dipulihkan dengan ramuan yang
terbuat dari bahan-bahan yang disediakan oleh alam.[1]
Kita
akan membahas tentang obat-obatan dan operasi. Obat-obatan yang dimaksud adalah
obat buatan, bukan ramuan tradisional. Maka pembahasan kita akan dibagi dalam dua
bagian besar yakni: a) obat-obatan,
dan b) operasi.
A. OBAT-OBATAN
1.
Pengertian dan Fungsi Obat
Obat adalah suatu substansi/bahan yang digunakan untuk mendiagnosa,
menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit. Perlu disadari
bahwa pada dasarnya tubuh telah memiliki daya yang bermanfaat untuk menangkal beragam
serangan penyakit. Namun daya itu sifatnya terbatas sehingga dapat timbul
gejala yang disebut penyakit. Terhadap penyakit yang menyerang tubuh, obat
mendapat tempat untuk membantu dan bukannya menekan, yang pada hakikatnya
mendesak atau mengambil peran sarana-sarana tubuh untuk menangani serangan-serangan
penyakit, kecuali jika tubuh tidak lagi mempunyai sarana-sarana sebagaimana
mestinya. Yang bisa dikatakan bahwa penggunaan obat-obatan secara berlebihan
dapat melemahkan atau melumpuhkan daya tahan tubuh untuk melawan serangan
penyakit. Maka obat mesti diperlakukan sebagai sarana pelayanan kesehatan atau
yang memiliki sifat mengatasi gejala penyakit sehingga terbantu menuju kesembuhan.[2]
2. Efek
Samping Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan obat tertentu dapat menimbulkan gejala yang tidak diharapkan dan
dikehendaki. Hal ini tidak dapat dihindarkan karena sifat bawaan obat-obatan
tersebut dan juga kondisi orang yang memakainya. Artinya bahwa obat tertentu tidaklah
sama untuk semua orang untuk tingkat kesembuhan dan efek yang ditimbulkannya. Untuk
lebih terangnya berikut adalah efek samping penggunaan obat-obatan:[3]
- Alergi yaitu
kombinasi antara obat dan anti bodi yang ditimbulkan oleh obat sebagai
“benda asing” yang merangsang keluarnya zat-zat tubuh yang mengakibatkan
timbulnya gejala-gejala alergi.
- Karsinogenitas
yaitu kombinasi bahan-bahan yang dalam keadaan biasa dapat menimbulkan
kanker. Istilah karsinogenitas berasal dari kata carcinom yang artinya kanker dan gen yang artinya menimbulkan.
Misalnya suntikan silikon untuk kecantikan tubuh terutama payudara dapat
menyebabkan kanker.
- Teratogenitas
yaitu kombinasi bahan-bahan yang dapat menimbulkan cacat. Istilah
teratogenitas berasal dari kata teratos
yang artinya salah bentuk dan gen yang artinya mengakibatkan. Efek
samping teratogenitas menyebabkan cacat pada buah kandungan, terutama pada
umur kandungan ¾ bulan. Misalnya domide
yakni obat yang mengandung efek samping sedative (obat tidur) dapat
menimbulkan efek samping teratogenik bila diberikan kepada ibu pada masa
awal kehamilan.
- Indiosinkrasi
yaitu efek samping karena sifat bawaan khusus bagi sekelompok kecil orang
yang tidak tahan pada obat anti malaria (primaquina). Akibatnya ialah anemia hemolitika (pecahnya sel/butir
darah merah).
- Keracunan karena
kelebihan dosis atau tidak sesuai takaran (over dosis).
- Gejala-gejala
umum lain seperti mual, muntah-muntah, diare, dan lain sebagainya.
3.
Beberapa Efek Buruk Lainnya
Selain efek samping di atas ada juga beberapa pengaruh buruk obat-obatan
karena cara pemakaiannya. Adapun efek buruk yang dimaksud ialah: [4]
- Toleransi obat
yaitu berkurangnya khasiat obat setelah pemakaiannya berturut-turut dalam
jangka waktu yang agak lama (toleransi kronis) atau waktu yang singkat
(toleransi akut). Maka seseorang perlu penambahan takaran obat untuk
memperoleh efek yang sama, walaupun organ-organ tubuhnya tidak dapat
menerimanya.[5]
- Resistensi kuman
dan supra infeksi yaitu ketahanan kuman terhadap obat anti kuman karena
penggunaan secara kurang sempurna (resistensi kuman). Sedangkan supra
infeksi yaitu gejala infeksi karena kuman yang merajalela karena matinya
kuman-kuman lain yang menyainginya.
- Drug addition (defendensi fisik) yakni ketergantungan orang
terhadap obat agar tubuhnya berfungsi normal, dan jika tidak akan membuat
gejala-gejala yang menyiksa dirinya seperti kejang-kejang, muntah-muntah
dan lain sebagainya.
- Drug habituation (defendensi psikis) yakni ketergantungan
seseorang terhadap pemakaian obat yang memberi rasa nyaman.
Beberapa jenis obat-obatan yang
menyebabkan ketergantungan yang menyiksa baik fisik maupun psikis pemakai
antara lain:[6]
a. Golongan narkotika: candu, morfin, heroin, kokain
dan lain-lain yang menjadi penawar nyeri dan membuat orang tertidur.
b. Golongan stimulant:
kafein, nikotin, alkohol dan lain-lain yang memacu susunan syaraf pusat
sehingga mencegah kelelahan.
c. Golongan sedatif:
mencegah susunan syaraf pusat, menenangkan dan menidurkan.
d. Golongan hallucinogen:
meskalin, ganja, dan lain sebagainya yang menimbulkan halusinasi, perubahan
pikiran, emosi dan lain sebagainya.
4. Hak
dan Kewajiban Memakai Obat
Pemulihan
atau pemeliharaan kesehatan adalah hak dan kewajiban setiap orang. Pemakaian
obat sebagai salah satu sarana memelihara dan memulihkan kesehatan juga adalah
hak setiap orang. Hak dan kewajiban untuk memakai obat-obatan tersebut tidak
lepas dari pihak-pihak yang bertugas atau yang berkewajiban untuk mengusahakan
sarana-sarana itu atau persoalan-persoalan mengenai sarana biasa dan luar
biasa.[7]
Pertama, hak atas obat perlu diatur demi
pemenuhan yang lebih efektif oleh lembaga atau orang-orang tertentu yang
bertanggung jawab atas obat-obatan. Kedua,
kewajiban terhadap penggunaan obat-obatan adalah sejauh obat itu termasuk sarana
biasa (proporsional) dan bila menolaknya akan merugikan atau membahayakan hidup
atau kesehatannya. Sebaliknya, seseorang memiliki hak untuk pemakaian obat-obat
tersebut jika merupakan sarana luar biasa (tidak proporsional). Yang jelas
bahwa terhadap pemakaian obat-obatan wajib mengindahkan hal-hal yang berkaitan
dengan resep dan perintah yang dianjurkan.[8]
5. Penanggung
Jawab Obat-obatan
Berbicara tentang obat-obatan tak lepas dari soal tanggung jawab. Banyak
pihak bertanggung jawab atas obat-obatan sehingga pasien dapat memperoleh dan
memakai obat-obatan yang baik, juga agar obat tak hanya semata-mata komoditas
ekonomi tetapi juga komoditas sosial. Obat mesti diperlakukan sebagai sarana
pelayanan kesehatan. Aspek ekonomi dan teknologi harus selaras dengan aspek sosial
dan kesehatan. Berikut ini adalah pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab
terhadap obat-obatan:[9]
5. 1
Tanggung Jawab Pabrik Bahan Baku
Ini terkait dengan bahan baku yang akan disalurkan ke pabrik. Tersedianya
bahan baku yang cukup dan kualitas yang bermutu merupakan tanggung jawab pabrik
bahan baku.
5. 2
Tanggung Jawab Pabrik Obat
Pabrik obat memiliki tanggung jawab besar terhadap pembuatan atau pengadaan
obat dari pabrik. Dua hal yang sangat menentukan adalah terkait dengan faktor
keamanan dan faktor khasiat obat.[10]
- Faktor Keamanan.
Pabrik obat memiliki tanggung jawab untuk meredusir risiko efek samping
obat-obatan sekecil mungkin. Dalam hal ini dituntut adanya pengorbanan
untuk meningkatkan mutu obat-obatan meskipun ada persaingan dalam dunia
perdagangan.
- Faktor Khasiat Obat.
Pabrik bertanggung jawab penuh agar obat benar-benar berkhasiat. Obat yang
berkhasiat bukan berarti tidak membahayakan dalam keadaan normal, tetapi
juga harus dilihat jauh akibat yang ditimbulkannya.
5. 3
Tanggung Jawab Instansi Penyalur
Tanggung
jawab instansi penyalur (mencakup impor bahan baku dan obat luar negeri, agen tunggal,
pedagang besar, farmasi, toko-toko terutama apotek). Mereka ini bertanggung jawab
atas penyimpanan dan penyaluran obat secara benar dan tepat, memenuhi
syarat-syarat keamanan, terjaminnya mutu (tidak kadaluwarsa atau palsu). Selain
itu mereka harus bekerja untuk kesejahteraan rakyat umum, tidak mencari
keuntungan melampaui batas yang wajar, dan dapat terjangkau oleh yang
berpenghasilan rendah.[11]
5. 4
Tanggung Jawab Apotek
Apotek berhubungan langsung dengan konsumen. Atas dasar ini, apotek bertanggung
jawab sejauh membuat ramuan sendiri, menyimpan obat-obatan jadi, memberi
informasi dan konsultasi kepada konsumen perihal dosis, penggunaan, keracunan,
membawa resep dokter dengan cermat, dan menyediakan obat yang diminta. Oleh
karena itu, mereka perlu mengindahkan Kode Etik Apoteker yang ada (demi
kepentingan perikemanusiaan, terikat rahasia jabatan, bertanggung jawab atas
segala perbuatan pembantunya, dan menjauhkan diri dari praktek menyodorkan komisi
kepada dokter untuk mendapat langganan dan dari periklanan yang menyesatkan).[12]
5. 5
Tanggung Jawab Dokter
Dokter bertanggung jawab mengadakan diagnosa dan memilih atau menentukan
obat-obat untuk kepentingan pasien serta memberi informasi yang perlu agar obat
itu dipergunakan dengan baik.[13]
5. 6
Tanggung Jawab Konsumen/Pemakai Sendiri
Selain memiliki hak untuk mendapatkan obat yang perlu, konsumen juga berhak
menolak obat yang termasuk sarana luar biasa, tetapi mempunyai kewajiban
memakai obat-obatan yang merupakan sarana luar biasa.[14]
6. Penilaian Moral Pemakaian Obat
Selain penilaian moral secara umum terhadap obat-obatan, efek samping dan
pengaruh buruk lainnya juga perlu diperhatikan. Dua hal ini tak lepas dari
usaha untuk menggunakan obat-obatan secara benar dan hati-hati. Harus jelas
dipahami bahwa penggunaan setiap obat selalu terkandung bahaya karena sebagian
obat jauh lebih berbahaya dari obat lainnya.
6. 1 Penilaian
Moral Pemakaian Obat dan Efek Sampingnya
Terhadap efek samping obat dapat diterapkan prinsip satu perbuatan dengan
akibat ganda. Prinsip ini harus dilengkapi dengan keterangan: optimal dalam situasi, artinya prinsip
itu harus ditafsirkan secara dinamis untuk tidak puas dengan status quo, melainkan sambil memakai apa
yang ada (optimal dalam situasi) sambil mencari pemecahan yang lebih baik.[15]
Yang
dimaksud dengan optimal di sini
berarti bahwa manusia telah berusaha sekuat tenaga untuk menolong sambil
meredusir efek samping sekecil mungkin. Sedangkan dalam situasi berarti bahwa manusia terbatas dalam arti yang sangat
luas, sehingga perlu dicegah sikap perfeksionistis yang dapat melumpuhkan
(karena tidak bersedia memakai apa yang ada dan selalu menunggu sarana yang
lebih baik) sehingga orang tidak berbuat apa-apa. Sesungguhnya dengan kesediaan
memakai apa yang ada, yang optimal dalam situasi itu, secara moral akan dapat
menghindarkan keresahan hati. Dengan ini kita diharapkan mampu melakukan
sesuatu yang optimal dari apa yang terbatas.[16]
6. 2 Penilaian
Moral Pemakaian Obat dan Pengaruh Buruk Lainnya
Penilaian moral yang dimaksudkan di sini berbeda dengan efek samping di
atas. Pengaruh buruk ini lebih pada penggunaan yang salah dan penyalahgunaan
atas obat. Penggunaan yang salah timbul karena ketidaktahuan, mungkin karena
kurang informasi atau pengaruh media iklan yang menyesatkan atau kurang teliti,
terlalu ceroboh dan kurang bertanggung jawab. Sedangkan penyalahgunaan obat
merupakan tindakan yang disadari tidak sesuai dengan peraturan pemakaian atau
tujuan obat, dengan motif tertentu. Misalnya, obat-obatan yang digunakan untuk
mempengaruhi susunan syaraf menjadi penawan nyeri (candu, morfin, heroin)[17], memacu
susunan syaraf untuk tidak tidur (kokain) atau obat tidur (valium) dan lain
sebagainya.[18]
7.
Psikofarmaka
7.1 Pengertian
Psikofarmaka merupakan sebutan ringkas untuk berbagai zat atau obat natura
atau sintetis yang mempengaruhi saraf sentral (fungsi-fungsi pelbagai bagian sistem
saraf sentral) untuk menimbulkan efek psikis, yakni perubahan kelakuan dan
perasaan. Psikofarmaka ini juga disebut psikotrop
karena mempengaruhi proses psikis seperti kebutuhan, perasaan, pengamatan
dan lain sebagainya.[19]
7. 2 Khasiat
Psikofarmaka[20]
- Kelompok neuroleptika. Khasiatnya tergantung
pada ciri-ciri kepribadian orang dan pada umumnya mengurangi keadaan takut,
halusinasi, khayalan. Penggunaannya sering disertai dengan berkurangnya
prestasi.
- Kelompok tranquilizer. Dalam dosis yang
rendah atau sedang akan meningkatkan prestasi orang yang perasaannya agak
labil, juga dapat menenangkan orang dalam keadaan stres.
- Kelompok hiponotika. Khasiatnya untuk
melelahkan dan menidurkan dengan bahaya penyalahgunaan, ketagihan, merasa
kurang beristirahat dan sebagainya.
- Kelompok thymoanaleptika. Khasiatnya untuk
menyemangati, memacu.
- Kelompok stimulantia. Khasiatnya untuk
menghidupkan, menunda tidur dan meningkatkan prestasi. Penggunaan dosis
yang terlalu tinggi atau penggunaan dalam jangka waktu lama bisa
menimbulkan ketagihan, tidak dapat tidur dan gemetar.
- Kelompok analeptika. Khasiatnya merangsang
pernafasan dan peredaran darah juga mengendorkan kejang.
- Kelompok psychotominetika. Khasiatnya untuk menimbulkan
keadaan yang menyerupai psike (halusinasi, euphoria), termasuk sarana yang
memabukkan.
7. 3 Penilaian
Moral Pemakaian Psikofarmaka[21]
- Hubungan antara
khasiat psikofarmaka tertentu dengan faktor kepribadian. Ada akibat
berlainan dari pemakaian psikofarmaka sehingga tidak bisa diramalkan
secara skematis. Misalnya penggunaan tranquilizer pada orang yang satu
akan mengurangi ketakutan pada saat ujian dan membuat tenang. Akan tetapi
pada orang lain justru akan membuat kegelisahan dan membuyarkan
konsentrasi.
- Hubungan antara
khasiat psikofarmaka dan aneka situasi. Efek yang timbul dari pemakaian
psikofarmaka pada situasi yang berlainan belum jelas misalnya di waktu
belajar, ujian, stres dan sebagainya. Jadi khasiatnya tidak otomatis sama
dalam setiap situasi.
- Efek samping
yang timbul dari pemakaian dalam jangka waktu pendek dan panjang apalagi
terus menerus seperti dependensi, gangguan genetik dan lain sebagainya.
- Penentuan dosis
yang tepat juga belum jelas karena pelbagai psikose dan gangguan psikis
yang belum jelas.
- Mekanisme cara
kerja psikofarmaka juga belum jelas secara tuntas.
Dari keterangan di atas kiranya dapat disimpulkan
penilaian moralnya adalah sebagai berikut:[22]
a. Pada umumnya apa yang sudah dikatakan tentang
penilaian pemakaian obat-obatan juga berlaku untuk pemakaian psikofarmaka.
Perbedaannya bahwa dalam hal pemakaian obat-obatan dicari khasiat fisik,
sedangkan dalam pemakaian psikofarmaka yang dicari adalah khasiat psikis,
meskipun lewat proses fisiologis dengan mempengaruhi sistem saraf sentral
(vegetatif).
b. Dasar pembenaran pemakaian psikofarmaka adalah
prinsip totalitas, yang ditafsirkan melewati taraf jasmani dan juga dikenakan
pada totalitas psikis. Oleh karena itu, orang yang terlibat demi kesejahteraan
totalitas manusia dari aspek psikis (bila psikisnya terganggu) asalkan menghargai
terjaminnya pribadi manusia.
c. Penilaian efek samping atas pengaruh lainnya yang
timbul dari pemakaian psikofarmaka hendaknya diperhatikan hak dan kewajiban
memakai dan penilaian moral pemakaian
dan efek sampingnya.
d. Tanggung jawab dalam pemakaian psikofarmaka
diembankan pada pribadi-pribadi tertentu, karena berbagai faktor:
◘ Konsumen/pasien mungkin berada dalam keadaan
khusus, misalnya ia menderita psikis, sehingga mungkin daya penilaiannya
berkurang karena berbagai faktor, sehingga juga kemampuan untuk mengambil
keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan berkurang atau sangat terhambat.
Dalam situasi yang demikian makin besarlah peranan dan tanggung jawab keluarga
atau dokter yang memeriksanya.
◘ Dokter atau keluarga penderita berada dalam
godaan untuk mencari jalan yang paling mudah (memberikan psikofarmaka) untuk
menolong si penderita, apalagi bila ia menjadi beban dan sangat mengganggu.
Misalnya, orang yang mengalami depresi akan mengancam untuk bunuh diri atau
orang tertentu sulit untuk dijaga terus menerus, maka ada godaan untuk
memberikan psikofarmaka kepadanya.
B. BEDAH
ATAU OPERASI
1. Operasi
Kata bedah atau operasi berasal dari kata Yunani chirourgein yang berarti kerja tangan. Operasi merupakan salah satu
cabang kedokteran yang berusaha untuk membuang atau memperbaiki jaringan tubuh
yang sakit, rusak dan cacat dengan jalan memotong bagian tubuh atau
menghentikan fungsi organ tubuh yang bermasalah agar tercipta keseimbangan dan
totalitas. Tindakan medis ini dimaksudkan untuk memelihara dan memulihkan
kesehatan bahkan untuk menyelamatkan hidup manusia.[23]
Operasi
pada umumnya tidaklah dipersoalkan. Dalam operasi dapat diterapkan peraturan
yang berlaku bagi kategorisasi sarana-sarana biasa (sarana proporsional) dan
sarana luar biasa (sarana tidak proporsional). Manusia berhak atas operasi
sebagai sarana proporsional dan dapat wajib mempergunakannya sejauh berguna
bagi kesehatannya. Sarana proporsional menyangkut kemendesakkan operasi: apakah
operasi harus dilakukan demi kesehatan atau perbaikan penampilan? Di lain
pihak, pasien tidak wajib mempergunakan operasi yang termasuk sarana tidak proporsional. Sarana non proporsional
menyangkut faedah operasi: apakah operasi harus dan wajib dilakukan meskipun
tidak mempengaruhi kesehatan pasien sama sekali?[24]
Beberapa
operasi yang dapat disebutkan adalah operasi umum, oftamologi (mata),
otolaringologi (pangkal telinga, tenggorokan dan sistem pernafasan bagian
atas), obstertric dan genekologi (kandungan dan kebidanan, kolon dan rectal
(usus besar), urologi (sistem kemih), sistem saraf dan torasik (rongga dada),
dan operasi plastik (operasi kosmetik).
2. Operasi
Plastik
Salah
satu jenis operasi adalah operasi plastik atau yang sering disebut operasi
kosmetik. Kata plastik (bahasa Yunani: plassein)
berarti membentuk atau memberi bentuk. Kata kosmetik (bahasa Yunani: kosmein) berarti menghias atau
menciptakan keteraturan. Jadi, operasi plastik atau kosmetik dapat didefinisikan
sebagai bagian khusus dari operasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki
gangguan-gangguan keutuhan atau kecantikan tubuh entah karena bawaan atau
kecelakaan atau karena terapi yang mengganggu keutuhan tubuh seperti kemotrapi
bagi para penderita kanker.[25]
3. Jenis-jenis
Bedah Plastik
Ada
dua jenis bedah plastik (operasi) yakni operasi rekonstruksi dan operasi estetik.
Yang membedakan operasi rekonstruksi dan estetik adalah dari tujuan prosedur
pembedahan itu sendiri. Pada operasi rekonstruksi diusahakan mengembalikan
bentuk/penampilan serta fungsi organ tubuh menjadi lebih baik atau lebih
manusiawi, setidaknya mendekati kondisi normal. Pada operasi estetik, pembedahan
dilakukan pada pasien-pasien normal (sehat), namun menurut norma bentuk tubuh
kurang harmonis (misalnya, hidung pesek, dll), maka diharapkan melalui operasi
bedah plastik estetik didapatkan bentuk tubuh yang mendekati sempurna.[26]
Yang perlu dipahami
mengenai bedah plastik, adalah bukan permainan sulap. Tindakan pembedahan
sendiri didasarkan pada ilmu pengetahuan kedokteran khususnya mengenai luka dan
proses penyembuhan yang berjalan alami. Penyembuhan luka dapat berlangsung
sampai 12 bulan, dengan akan meninggalkan bekas luka, di sinilah peran bedah
plastik, dalam upaya menyembunyikan bekas luka sayatan atau meninggalkan bekas
luka yang samar.[27]
4. Beberapa
Teknik Operasi Plastik
4. 1 Indoskopi
Indoskopi
adalah pipa berlubang yang dipakai untuk memasukan bahan tanam di dalam
jaringan payudara dan menghilangkan lipatan perut. Pemasukan pipa ini
dimaksudkan untuk mengencangkan otot yang kendur pada otot. Ahli bedah dapat
memasukan jaringan ke tempat yang dituju dengan bantuan monitor TV dan kemudian
mengisinya dengan saline. Indoskopi
sangat bermanfaat dalam bedah plastik karena pendarahan yang ditimbulkan
sedikit dan bekas sayatan hampir tidak ada.
4. 2 Bantalan
atau Implan
Bantalan dapat digunakan untuk memperbesar payudara, membentuk pipi, dagu,
dada, hidung dan rahang. Banyak pria menggunakan implant dalam tubuh mereka
untuk membentuk dada yang bidang dan rahang yang keras. Bantalan submalar dapat
dimasukkan di dalam tulang pipi untuk mengganti beberapa jaringan lemak yang
sering hilang. Biasanya bantalan ini terbuat dari karet silikon saline,
hodrogel, teflon, polietilen yang disebut medpor,
dan lempengan goretex. Penanaman
bantalan dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bekas luka. Hanya
saja perlu diperhatikan risiko bantalan yang salah letak atau bergeser. Jika
keadaan ini terjadi, maka bantalan
tersebut harus segera diambil karena tubuh menolaknya.[28]
4. 3
Suntikan Lemak
Lemak
sering digunakan untuk memontokkan tangan, membentuk garis wajah dan bibir.
Dengan suatu proses yang disebut mikro-lipoinjeksi,
lemak disedot dari daerah perut dan paha dan disuntikkan pada daerah yang
memerlukan. Suntikan lemak dapat bertahan sampai delapan tahun. Suntikan lemak juga
memakai paraplegia dan quadriplegia untuk memperbesar bokong
dan mencegah rasa sakit karena tekanan tubuh. Tidak semua orang cocok dengan
cara ini. Sedot lemak superfisial dewasa ini telah berhasil menghancurkan
kantung-kantung lemak dalam tubuh.[29]
5. Yang
Boleh Menjalani Operasi Plastik
Ada beberapa jenis penyakit yang dianjurkan oleh dokter untuk tidak
menjalani operasi plastik. Para penderita kelainan darah, seperti haemofilia
mempunyai risiko yang sangat tinggi dalam menjalani operasi apapun. Demikian
halnya penderita diabetes harus menjalani perawatan khusus dan intensif bila
harus menjalani operasi. Orang-orang yang bermasalah dengan jantung tidak
mungkin menjalani pembiusan umum. Kebanyakan operasi untuk penderita ini
dilakukan dengan bius lokal dan obat penenang. Maka bedah plastik dengan
melakukan pembiusan umum tidak boleh dijalankan atas penderita jantung. Sangat
dianjurkan agar orang-orang yang mengalami tekanan jiwa yang berat untuk tidak
tergesa-gesa mengambil keputusan melakukan operasi.[30]
6. Penilaian
Moral
Dalam amanat Paus Pius XII kepada
Kongres Nasional Chrirugi Plastik pada tanggal 4 Oktober 1958 dikemukakan
beberapa hal seputar bedah plastik meliputi nilai penampilan yang berkenan,
motivasi operasi plastik, dan efek samping operasi plastik. Ketiga hal ini
perlu dikaji untuk membuat penilaian moral atasnya.
6. 1 Nilai
Penampilan yang Berkenan
Penampilan yang menarik dan sesuai dengan sensus masyarakat umum dapat
dicapai melalui operasi. Nilai penampilan ini tentu tidak dapat dipisahkan dari
nilai estetika dan fungsi tubuh. Nilai keindahan yang dimaksud adalah keadaan
tubuh yang diidam-idamkan oleh seseorang. Keindahan itu tidak hanya menyangkut
penampilan lahiriah belaka meliputi proporsi, bentuk, warna, tetapi juga
menyangkut pancaran kepribadian, kejiwaan, ekspresi nilai-nilai yang lebih
mendalam (inner beauty).[31]
Selain
nilai keindahan, operasi bisa ditempuh agar organ tubuh yang sakit dapat
berfungsi secara normal. Organ-organ tubuh yang berfungsi secara normal akan
meningkatkan percaya diri dan penampilan seseorang. Dari sudut psikologis dan
sosial, harga diri dan status seseorang sangat dipengaruhi penampilan dan
kondisi fisiknya. Bila ada anggota tubuh yang tidak berfungsi dengan semestinya
dan masih dapat diperbaiki melalui operasi, maka langkah ini dapat ditempuh
demi kepentingan pribadi tersebut.[32]
6. 2 Motivasi
Operasi Plastik
Motivasi operasi plastik dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, operasi plastik yang
dilatarbelakangi usaha untuk memperbaiki cacat. Operasi ini dimaksudkan untuk
meningkatkan penampilan seseorang yang pada prinsipnya baik dan perlu, bahkan
bila memungkinkan wajib dilakukan. Jika
tidak dilakukan barangkali ada pihak lain yang dirugikan. Misalnya. dengan
operasi plastik seorang anak yang sumbing dapat memiliki penampilan yang lebih
elok dan bisa berkomunikasi dengan baik.[33]
Kedua, operasi plastik dengan tujuan
untuk mengubah identitas sosial. Dalam hal ini operasi ditempuh untuk mengubah
wajah sedemikian rupa agar seseorang itu tidak lagi dikenal. Operasi ini dapat
dilakukan untuk menghindari sesuatu yang membahayakan hidupnya. Tindakan ini dapat
dibenarkan secara moral. Namun operasi untuk mengubah identitas juga kadang
disalahgunakan oleh orang tertentu untuk menghilangkan identitas penjahat yang
sedang dikejar polisi. Dalam hal ini operasi dilakukan dengan alasan untuk menutupi
kejahatan dan menghilangkan jejak maka tindakan ini kita tolak secara moral.
Tindakan medis dalam hal operasi dapat dibenarkan secara moral hanya jika
mempunyai tujuan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.[34]
6. 3 Efek
Samping Operasi Plastik
Lazimnya operasi plastik menggunakan bahan silikon.[35]
Bahan ini mempunyai efek yang sangat berbahaya. Silikon dapat menggeser tempat
secara tidak semestinya. Artinya pada operasi untuk memancungkan hidung, silikon
dapat mengakibatkan hidung bergeser dan membuat penampilan seseorang lebih
jelek dari sebelumnya. Selain itu silikon juga dapat menimbulkan rasa nyeri
yang berkepanjangan serta alergi dan perubahan warna kulit.[36]
Penutup
Operasi pada dasarnya tidak terlalu dipersoalkan secara moral dengan pengandaian
bahwa operasi masih merupakan cara terbaik untuk memulihkan kesehatan pasien
menurut pertimbangan dokter. Dalam hal operasi plastik, kita perlu meneliti
secara khusus apa yang menjadi motivasi dan efek samping dari tindakan tersebut.
Motivasi harus berdasar pada pertimbangan yang benar, juga bertalian dengan
efek yang hendak ditimbulkannya. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mempertimbangkan
semuanya sebelum mengambil keputusan menjalani operasi plastik.
[1] Penggunaan obat untuk maksud sosial, keagamaan
atau pengobatan agaknya telah ada sejak pra-peradaban. Diduga bahwa nenek
moyang kita sudah memanfaatkan tumbuhan dan substansi lain sebagai “obat”,
mungkin 50.000 tahun yang lalu. Di antara resep yang terekam, terdapat
peninggalan dari orang Samaria. Di antara resep-resep yang masih ada, terlihat
adanya penggunaan garam sampai akar-akaran, biji-bijian, kulit pohon, dan
lain-lain. Terdapat juga hal-hal yang tidak masuk akal. Misalnya, orang Mesir
Kuno memakai resep mengobati kebutaan melalui campuran mata babi, antimon, dan
madu. Orang Mesir yang botak dianjurkan memakai campuran “… lemak singa, lemak
kuda nil, lemak buaya, lemak kucing, lemak ular…” [Dr. Jan Tambayong, Farmakologi untuk Perawat (Surabaya:
Airlangga, 1989), hlm. 1-2.]
[2] Robert Priharjo, Teknik Dasar Pemberian Obat bagi Perawat, (Tegal: Penerbit Buku
Kedokteran, 2000), hlm. 1-3. Bdk. Aziz Alimul, Konsep Dasar Keperawatan (Tegal: Salemba Medika, 1983), hlm. 991.
[3] Aziz Alimul, Konsep
..., hlm. 998-999; bdk. Robert Priharjo, Teknik ..., hlm. 5-6; bdk. Dr. Piet Go, OCarm, Hidup dan Kesehatan (Malang: STFT Widya Sasana, 1978 ), hlm.
205-207.
[4] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 208-210.
[5] Aziz Alimul, Konsep
..., hlm. 999.
[6] Robert Priharjo, Teknik ..., hlm. 16; bdk. Dr. Jan Tambayong, Farmakologi ..., hlm. 1-3.
[7] Aziz Alimul, Konsep
..., hlm. 993; bdk. Dr. Piet Go, OCarm, Hidup
..., hlm. 212.
[8] Aziz Alimul, Konsep
..., hlm. 1012-1013; bdk. Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 212.
[9] Aziz Alimul, Konsep
..., hlm. 992-993; bdk. Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 215-216; bdk. juga Robert Priharjo, Teknik ..., hlm. 13-15.
[10] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 216-218.
[11] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 218.
[12] Dr. Jan Tambayong, Farmakologi..., hlm. 1-3; bdk. Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 219-221.
[13] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 221.
[14] Dr. Jan Tambayong, Farmakologi..., hlm. 18; bdk. Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 221.
[15] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 213.
[16] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 213.
[17] Ditinjau dari sudut moral, menggunakan narkotika
selalu dilarang, sebab berarti penolakan yang tidak bertanggung jawab dan tidak
rasional untuk berpikir, berkehendak dan bertindak sebagai manusia bebas.
Narkotika dilarang bukan berarti mengecam para pemakainya. Mereka itu mengalami
“perbudakan yang berat”, dan mereka harus dibebaskan dari padanya. [FX.
Sumantra, Pr, Piagam bagi Pelayanan
Kesehatan: Piagam Panitya Kepausan untuk Reksa Pastoral Kesehatan tentang
Masalah-masalah Bio-Etika, Etika Kesehatan dan Pendampingan Orang Sakit
Dikeluarkan Tahun 1995 (Judul asli: The
Character for Health Care Workers) diterjemahkan oleh R. Hardawirjana, SJ
(Jakarta: DOKPEN KWI, 1996), 86-87.
[18] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 214.
[19] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 214; bdk FX. Sumantra, Pr, Piagam..., hlm. 90.
[20] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 223-224.
[21] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 224-225; bdk FX. Sumantra, Pr, Piagam..., hlm. 90-91.
[22] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 225-227.
[23] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 229; bdk. http://hirayusopa.wordpress.com/2008/09/24/apakah-bedah-plastik-itu/,
13 Maret 2010.
[24] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 229.
[25] Piet Go, Hidup
…, hlm. 229; bdk juga Leila Henderson, Bedah Plastik: Apa yang Perlu Diketahui
(Judul asli: Cosmetic Surgery: Your
Questions Answered) diterjemahkan oleh Liliana Wijaja (Jakarta: Arcan,
1997), hlm.1.
[26] http://hirayusopa.wordpress.com/2008/09/24/apakah-bedah-plastik-itu/,
13 Maret 2010; bdk. http://nasional.kompas.com/read/2008/11/07/20311365/Operasi.Plastik..Era.Baru.Kosmetika..13
Maret 2010; bdk. Dr. Gentur Sudjatmiko SpBP,
”Bedah Plastik Membuka Kehidupan Baru”; bdk. juga Bob Riha, ”Operasi
Plastik, Era Baru Kosmetika” dalam
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/07/20311365/Operasi.Plastik..Era.Baru.Kosmetika..13
Maret 2010.
[27] http://hirayusopa.wordpress.com/2008/09/24/apakah-bedah-plastik-itu/,
13 Maret 2010; bdk. http://nasional.kompas.com/read/2008/11/07/20311365/Operasi.Plastik..Era.Baru.Kosmetika..13
Maret 2010.
[28] Menarik misalnya menyimak fenomena
berikut ini: “Tiga tahun lalu. Permintaan oprasi plastik atau plastic surgeory pada kaum laki-laki
hanya berkisar 5 persen dan 95 persen lainnya didominasi kaum wanita. Namun
demikian, dalam tiga tahun terakhir permintaan operasi plastik kaum laki-laki
meningkat 10 persen hingga 15 persen,” kata Ahli Bedah Plastik Rumah Sakit Umum
Dr. Soetomo, David S. Perdanakusuma, SpBP(K) [Lihat Bob Riha, Jr., ”Operasi
Plastik, Era Baru Kosmetika”dalamhttp://nasional.kompas.com/read/2008/11/07/20311365/Operasi.Plastik..Era.Baru.Kosmetika..13
Maret 2010.]
[29] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 235.
[31] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 230.
[32] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 231.
[33] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 233.
[34] Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm. 232.
[35] Silikon adalah polimer non organik yang bervariasi, dari cairan gel, karet,
hingga sejenis plastik keras. Beberapa karakteristik khusus silikon: tidak
berbau, tak berwarna, kedap air, serta tak rusak akibat bahan kimia dan proses
oksidasi, tahan dalam suhu tinggi serta tidak dapat menghantarkan listrik.
Pertama kali ditemukan, digunakan untuk membuat lem, pelumas, katup jantung
buatan hingga implan payudara.
Jenis-jenis silikon yang digunakan untuk
kesehatan dan kecantikan seperti: 1)
Silikon padat: bentuknya menyerupai karet penghapus. Silikon padat ini
digunakan untuk katup jantung buatan, pengganti testis, kateter, serta
persendian buatan. Dalam dunia bedah plastik, silikon dapat biasanya digunakan
untuk implan hidung, dagu, dan pipi. Beberapa tahun belakangan ini, silikon
padat juga digunakan untuk membantu penderita gangguan ereksi, dengan menggunakan
materi silikon padat yang dapat ditiup. 2)
Silikon berbentuk gel dalam wadah silikon padat: menyerupai dodol, dengan
tingkat perlekatan molekul sangat baik, digunakan untuk implan payudara atau
betis. Jika dibelah, tidak akan meleleh atau menyebar, tetapi tetap mengikuti
bentuk wadah penyimpannya. 3) Silikon
cair: silikon bentuk cair, dalam dunia medis digunakan dalam operasi retina.
Retina dapat lepas dari posisinya karena berbagai faktor, sehingga perlu
dibantu perlekatannya dengan silikon cair.
Di dunia kedokteran modern,
silikon dikategorikan sebagai bahan terbaik untuk melakukan perbaikan bagian
tubuh, karena penolakan jaringan tubuh terhadap silikon tergolong rendah.
Karena materinya adalah silikon industri yang membahayakan kesehatan, seorang
dokter bedah plastik tidak dibenarkan melakukan penyuntikan silikon cair.
Biasanya penyuntikan silikon cair untuk memperindah bagian wajah dilakukan oleh
tenaga non-medis (ilegal) yang
tarifnya relatif murah (sekitar Rp. 200.000,-persuntikan) sehingga risikonya
besar [Lihat Silikon dalam http://ceritakan.com/sains/fakta-tentang-silikon/.]
[36]Dr. Piet Go, OCarm, Hidup ..., hlm.234-235.