-->

YESUS DAN HARI RAYA PONDOK DAUN (Tinjauan Eksegetis-Teologis atas Yoh 7: 1-8: 59)

 


YESUS DAN HARI RAYA PONDOK DAUN

(Tinjauan Eksegetis-Teologis atas Yoh 7: 1-8: 59)

 

Pengantar

            Tradisi Yahudi mengenal beberapa hari raya. Hari-hari raya yang dimaksud seperti Sabat, Paskah, Pondok Daun, dan Penahbisan Bait Allah. Hari-hari raya ini bertalian langsung dengan pengalaman mereka akan Allah yang membimbing mereka dalam sejarah hidup mereka sebagai bangsa yang terpilih. Dari beberapa hari raya ini, penulis memfokuskan diri pada Hari Raya Pondok Daun dengan berdasar pada Yoh 7: 1-8: 59. Lantas siapakah Yesus dalam perikop ini dalam kaitannya dengan Hari Raya Pondok Daun? Tulisan berikut merupakan uraian singkat atasnya.

 

1. Hari Raya Pondok Daun dalam Tradisi Yahudi

Hari Raya Pondok Daun adalah satu dari tiga pesta bangsa Israel. Hari raya ini dikenal sebagai “Pesta YHWH” atau secara sederhana disebut “Pesta”. Yosephus menggambarkan Hari Raya Pondok Daun sebagai “Pesta kudus dan penting bagi bangsa Israel”. Hari raya ini awalnya adalah pesta panen dengan pendirian pondok-pondok dari dedaunan yang menjadi tempat tinggal para pekerja selama pekerjaan panenan. Kemudian secara historis dihubungkan dengan perjanjian dan perlindungan Tuhan, dan tuntunan Yahwe selama exodus.[1]

Pesta ini tidak hanya historis, tetapi dikaitkan juga dengan eskatologis yang dirayakan pada akhir dunia. Elemen dasariah dari perayaan ini ditetapkan oleh Mishnah dan ketentuan rabinik. Perayaan ini dimulai tanggal 15 pada bulan ketujuh, Tishri (September-Oktober). Perayaan ini menghadirkan kembali pengalaman bangsa Israel di padang gurun, yang dilindungi oleh YHWH, yang dengannya bangsa Israel sekarang telah mempunyai sebuah ikatan perjanjian. Pria dewasa yang merayakan pesta ini tidur dan makan roti di dalam pondok selama tujuh hari. Setelah tujuh hari perayaan, masih ada tambahan satu hari lagi yakni hari kedelapan untuk mengenang perlindungan YHWH selama periode eksodus. Hari kedelapan juga didedikasikan bangsa Israel untuk meminta kelimpahan hujan sebagai tanda berkat dari YHWH dan kontinuitas perlindungan-Nya kepada bangsa Israel. Perayaan ini mencakup tiga elemen penting.[2]

 

1. 1 Perayaan Air

Setiap pagi selama tujuh hari perayaan dipimpin oleh imam sambil diiringi nyanyian dan sederetan orang banyak menuju Kolam Siloam untuk mengumpulkan air dalam sebuah bejana. Perayaan ini diiringi oleh sederetan orang banyak dan bunyi shofar. Prosesi kembali ke sekitar Bait Allah melalui Gerbang Air. Menurut literatur rabinik, Gerbang Air memiliki simbol eskatologis. Rabbi Eliezer bin Yakub mengidentikkannya sebagai gerbang selatan dalam Yes 47: 1-5, yang melaluinya sumber air hidup berasal dari ambang pintu Bait Allah akan mengalir. Setelah tiba di Bait Allah mereka mengelilingi altar Bait Allah dan menyanyikan Mzm 113-118. Lambaian daun-daun palma dengan minyak zaitun disatukan dengan Mzm 118: 1, ”Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Setibanya di altar imam menuangkan air dari Kolam Siloam dan anggur ke dalam dua bejana di atas altar, membiarkan air dan anggur mengalir dari atas altar. Prosesi ini berlangsung selama tujuh hari.[3]

Pengumpulan air menghubungkan pesta ini dengan pemberian hujan. Zak 14 memberi gambaran hubungan ini, yang dikaitkan juga dengan perayaan eskatologi. Setelah Tuhan menghapuskan tulah, semua perjuangan bangsa akan berpusat di Yerusalem untuk Hari Raya Pondok Daun. Jika mereka tidak pergi ke sana, ”Hujan tidak akan turun bagi mereka” (Zak 14: 17). Ini adalah bukti bahwa perayaan air dihubungkan dengan pengharapan messianis, yang dikaitkan dengan teks biblis perihal janji masa depan. Yesus kemudian memberi makna baru bahwa Dia adalah Air Kehidupan.[4]

 

1. 2 Perayaan Cahaya

Perayaan cahaya diadakan di ruangan khusus wanita. Para pria merayakan pesta sambil menari di bawah cahaya yang terang benderang. Pesta ini berakhir pada malam hari pada hari ketujuh pesta. Mishnah menggambarkan terang dari Bait Allah, ”Di sana tidak ada halaman yang dikelilingi tembok (dalam) Yerusalem yang tidak memancarkan terang yang menutup Ruang Air.[5]

Zak 14: 6-8 tertulis, ”Maka pada waktu itu tidak akan ada lagi udara dingin atau keadaan beku, tetapi akan ada satu hari, hari itu diketahui oleh TUHAN, dengan tidak ada pergantian siang dan malam, dan malam pun menjadi siang. Pada waktu itu akan mengalir air kehidupan dari Yerusalem, setengahnya mengalir ke laut timur, dan setengah lagi mengalir ke laut barat; hal itu akan terus berlangsung dalam musim panas dan dalam musim dingin”. Perayaan cahaya dihubungkan dengan tiang api yang menuntun bangsa Israel melewati padang gurun. Tiang api ini diharapkan akan hadir lagi pada akhir dunia. Perayaan cahaya, seperti upacara air, membawa makna eskatologi Hari Raya Pondok Daun. Dan pada akhirnya, Yesus memberi makna baru tentang diri-Nya sebagai Terang Dunia.[6]

 

1. 3 Perayaan di Bait Allah

Pada fajar pagi hari di hari ke tujuh imam berjalan ke arah timur gerbang Bait Allah dan memandang  keluar dari Bait Allah ke arah Timur. Ketika matahari terbit, mereka membalikkan punggung ke arah matahari dan memandang ke arah altar Bait Allah dan mendaraskan, ”Kemudian dibawa-Nya aku ke pelataran dalam rumah TUHAN; sungguh, dekat jalan masuk ke bait TUHAN, di antara balai Bait Suci dan mezbah ada kira-kira dua puluh lima orang laki-laki, yang membelakangi bait TUHAN dan menghadap ke sebelah timur sambil sujud pada matahari di sebelah timur” (Yeh 8: 16), juga Zak 14: 9, ” Maka TUHAN akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu TUHAN adalah satu-satunya dan nama-Nya satu-satunya”, serta Mzm 118: 28-29, ”Allahku Engkau, aku hendak bersyukur kepada-Mu, Allahku, aku hendak meninggikan Engkau. Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya”.[7]

 

2. Hantaran Umum atas Yoh 7: 1-8:59

2.1 Hantaran Umum

Perikop Yoh 7: 1-8: 59[8] adalah bagian yang panjang dan kompleks. Perikop ini memberi gambaran tentang ”Yesus yang hadir di Bait Allah pada Hari Raya Pondok Daun”. Untuk mengerti perikop ini diperlukan pula komentar atas Yoh 6:1-71 yang dikaitkan dengan Yoh 8:48-59. Uraian yang dibuat tanpa mencurigai keyakinan bahwa Yoh 7:1-8:59 adalah kesatuan unit.[9]

Perikop ini terdiri dari tiga elemen penting pembentuk cerita yakni: pertama pemisahan antara beragam sifat dalam kisah (7: 43, 9:16, 10:19), kedua konflik yang semakin intensif antara Yesus dan orang-orang Yahudi, dan ketiga ada tanda-tanda irama berlalunya waktu (7: 2, 10, 14 ,37) yang bertalian langsung dengan Hari Raya Pondok Daun bangsa Yahudi.[10]

 

 

 

2. 2 Struktur Yoh 7: 1-8: 59

            Bertalian dengan Yesus dan Hari Raya Pondok Daun dalam Injil Yohanes para ahli umumnya sepakat dengan struktur berikut ini:

1. Sebelum Hari Raya Pondok Daun (7:1-9)

2. Pada Hari Raya Pondok Daun (7: 10-13)

3. Pada Pertengahan Hari Raya Pondok daun (7:14-36)

a. Yesus Mengajar di Bait Allah dan Munculnya Konflik (14-24)

b. Jawaban Yesus atas Konflik (25-31)

c. Usaha Menangkap Yesus (32-36)

4. Pada Akhir Perayaan Pondok Daun (7: 37-8:59)

a. Yesus: Air Kehidupan (7: 37-52)

b. Yesus : Terang Dunia (8: 12-30)

c. Pertentangan tentang Yesus : Terang Dunia (8: 12-30)

d. Pertentangan antara Yesus dengan Orang-orang Yahudi (8:31-59)[11]

 

3. Yesus dan Hari Raya Pondok Daun: Tinjauan Eksegetis atas Yoh 7: 1-8: 59

            Untuk mengerti secara keseluruhan tentang Yesus dan Hari Raya Pondok Daun, struktur yang akan diikuti berdasar pada pembagian para ahli di atas. Dengan demikian bagian-bagian berikut merupakan uraian atasnya.

 

3. 1 Sebelum Hari Raya Pondok Daun (7:1-9)[12]

Ayat 1: Setelah peristiwa di Laut Tiberias, Yesus melanjutkan perjalanan ke Galilea. Dia tidak mempunyai keinginan untuk tinggal di Yudea sebab orang-orang Yahudi hendak membunuh-Nya.

Ayat 2: Hari Raya Pondok Daun sudah dekat. Ini memberi alasan bagi Yesus untuk pergi ke Yerusalem. Hari Raya Pondok Daun merupakan perayaan syukur atas hasil panen. Pada perayaan ini orang-orang tinggal dalam pondok yang terbuat dari daun-daun sebagai peringatan akan pengembaraan di padang gurun.

Ayat 3: Saudara-saudara Yesus hadir. Mereka menghendaki agar Yesus membuat mukjizat-mukjizat di kota itu untuk meyakinkan para murid dan orang banyak perihal identitas-Nya.

Ayat 4: Saudara-saudara Yesus masih menghendaki agar Yesus membuat mukjizat. Mukjizat itu akan meyakinkan orang banyak bahwa Dia adalah Messias. Untuk menyatakan identitas ke-Messias-an-Nya Dia harus membuat mukjizat yang lebih meyakinkan.

Ayat 5: Saudara-saudara Yesus sebenarnya tidak percaya kepada-Nya. Yesus menegaskan bahwa kedatangan-Nya bukan untuk menunjukkan kekuatan-Nya tetapi untuk menyatakan Allah sendiri (bdk. 1: 18, 51; 3: 13; 4: 10; 5: 19, 23, 30; 6: 28-29, 46).

Ayat 6: Yesus memperlawankan kehendak Allah dengan kehendak manusia. “Saat” Yesus menunjuk penyaliban-pemuliaan. Kehidupan Yesus ditentukan oleh Allah sendiri. Ini berarti bahwa “saat”  dari saudara-saudara-Nya selalu ada. Mereka dapat memilih untuk percaya atau tidak.

Ayat 7:  Jarak antara Yesus dan saudara-saudara-Nya diberi tekanan lebih lanjut. Permintaan kepada Yesus menunjukkan ketidakpercayaan. Pewahyuan Yesus menunjukkan lebih terang perihal kejahatan-kejahatan, maka terjadilah konflik dan kebencian kepada Yesus sendiri.

Ayat 8-9: Kata-kata ”waktu-Ku belum genap” diulangi kembali (ayat 6). Penekanannya di sini adalah ”genap” untuk menggantikan kata ”tiba”. Dengan kata ”genap” menunjukkan pemenuhan eskatologis. Yesus berangkat ke Yerusalem untuk memenuhi rencana Allah sendiri. Yesus meminta mereka untuk berangkat ke Yerusalem, sedangkan Dia tetap tinggal di Galilea.

 

 

 

3. 2 Pada Hari Raya Pondok Daun (7: 10-13)[13]

Ayat 10: Para murid sudah di Yerusalem. Yesus kemudian pergi ke sana secara diam-diam. Ini mau menunjukkan bahwa Yesus tidak mudah dipengaruhi oleh siapapun. Dia melakukan kehendak Allah. Kepergian-Nya ke Yerusalem dilakukan secara diam-diam agar tidak menarik perhatian orang banyak.

Ayat 11: Orang-orang Yahudi mencari Yesus dengan alasan negatif. Penggunaan kata ”Yahudi” menunjukkan permusuhan mereka kepada Yesus. ”Orang-orang Yahudi” di sini menunjuk pemimpin agama dan lawan Yesus.

Ayat 12: Terjadi beda pendapat tentang Yesus. Ini menunjukkan bahwa hadirnya Messias menimbulkan perpecahan. Ada yang mengatakan bahwa Dia adalah orang baik, sedangkan yang lain lagi mengatakan bahwa Dia menyesatkan rakyat. Ini adalah tuduhan yang serius melawan Yesus. Yesus bukanlah Messias karena menyesatkan rakyat.

Ayat 13: Ungkapan ”takut kepada orang Yahudi” mengungkapkan bahwa orang-orang Yahudi adalah lawan terbesar Yesus. Juga yang dimaksud di sini adalah para pemimpin agama. Ini mau menegaskan bahwa iman kepada Yesus mempunyai konsekuensi yang besar. Ayat ini berasal dari zaman Yohanes sendiri.

 

3. 3 Pada Pertengahan Hari Raya Pondok Daun (7:14-36)[14]

3. 3. 1 Yesus Mengajar di Bait Allah dan Munculnya Konflik (14-24)[15]

Ayat 14: Yesus mengajar di Bait Allah. Yohanes meletakkan ajaran Yesus dalam konteks Bait Allah. Ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui bahwa pembicaraan selanjutnya merupakan perlawanan terhadap institusi manusiawi. Kristus adalah Bait Allah yang baru. Yesus menjadi pemenuhan tradisi Yahudi.

Ayat 15: Bagi Yohanes, Yesus adalah orang bijak, terpelajar dalam berbicara walaupun Ia berasal dari keluarga sederhana. Pengajaran-Nya membuat orang-orang Yahudi heran.

Ayat 16: Jawaban Yesus selalu berhubungan dengan Bapa-Nya. Unsur Kristologis merupakan inti dari ucapan-ucapan Yesus. Bapa menjadi pusat dan asal segala ajaran Yesus. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Putra yang diutus Allah. Pengajaran-Nya berasal dari Bapa sendiri.

Ayat 17: Ajaran Yesus tidak berdasar pada aspek manusiawi-Nya, tetapi dalam aspek ke-ilahian-Nya. Dia berbicara atas nama Bapa-Nya. Dia bergantung kepada Bapa sendiri.

Ayat 18: Orang yang mencari kehormatan bagi Allah menandakan bahwa ia seorang yang benar. Ini dilawankan dengan mencari kehormatan sendiri. Yohanes biasanya memakai dua ungkapan yang bertentangan seperti: terang - kegelapan, air biasa - air sejati, roti biasa - roti kehidupan.

Ayat 19: Yesus membuat jarak dengan Hukum Taurat. Jarak ini tidak sesuai dengan Yesus historis, tetapi lebih sesuai dengan Yesus dari jemaat Yohanes yang menekankan pemisahan antara jemaat Kristen dengan orang-orang Yahudi.

Ayat 20: Orang banyak menuduh Yesus kerasukan setan. Tuduhan ini sama halnya dengan mengatakan bahwa Yesus gila. Hal ini menunjukkan bahwa orang banyak memiliki iman alternatif yakni percaya kepada Yesus atau tidak.

Ayat 21: Ayat ini berbicara tentang penyembuhan pada hari Sabat. Yesus dituduh melanggar hukum Sabat. Orang-orang lebih memperhatikan pelanggaran Sabat dari pada penyembuhan yang dibuat Yesus.

Ayat 22: Yesus membenarkan tindakan penyembuhan-Nya pada hari Sabat, sembari menunjukkan hubungan-Nya dengan Bapa. Ia mendamaikan peraturan tradisional yang ketat dengan suatu hal yang baik, yakni berbuat hal yang baik pada hari Sabat. Tindakan Yesus ini bukan dimaksudkan-Nya untuk melawan hukum Taurat tetapi untuk menggenapinya. Yesus membawa keselamatan.

Ayat 24: Ayat ini menegaskan bahwa hendaknya setiap orang yang melihat tindakan Yesus tidak membuat kesimpulan bahwa Yesus melanggar Hukum Taurat. “Menghakimi dengan adil” berarti mengadili berdasar pada hal yang lebih dari pada hal yang tampak. Hal ini berkaitan erat dengan maksud beriman.

 

3. 3. 2 Jawaban Yesus atas Konflik (25-31)[16]

Ayat 25-26: Melukiskan ketegangan dan pertentangan di antara orang banyak dan kecurigaan kepada para pemimpin mereka. Kegagalan para pemimpin untuk bertindak kepada Yesus menimbulkan pertentangan, apakah Yesus itu Messias atau bukan. Mereka kemudian mempersoalkan asal usul-Nya.

Ayat 27: Ayat ini mengisahkan kepercayaan rakyat kepada Messias yang datang tanpa diketahui seorang pun. Ada pertentangan paham dari banyak orang: ada yang memandang bahwa Yesus bukan Messias, karena asal-usul Yesus diketahui berasal dari dunia, tetapi ada pula yang mengakui bahwa Yesus adalah Messias karena Ia berasal dari surga.

Ayat 28: Yesus menekankan betapa penting perkataan-Nya. Hal ini dimaksudkan agar umat tidak berpura-pura dalam beriman kepada-Nya, karena pada kenyataannya umat tidak mengenal Allah sehingga merekajuga tidak dapat mengenal Yesus sendiri.

Ayat 29: Yesus menyadari diri-Nya sendiri bahwa Ia berasal dari Allah. Dia diutus ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Kesadaran ini menampakkan suatu relasi yang mendalam antara Yesus dengan Allah. Ayat 28 dan 29 menerangkan bahwa mengenal Allah bukan hanya dengan pikiran tetapi juga dengan hati (iman), di mana iman menjadi unsur yang paling mempengaruhi dalam pengenalan akan Bapa dan Yesus Kristus.

Ayat 30-31: Mengisahkan sekelompok orang yang ingin menangkap Yesus. Namun upaya penangkapan ini tidak berhasil sebab kekuatan manusia tidak dapat membatasi kekuatan Yesus. Yesus sendiri yang dapat dan mampu menentukan saat penangkapan-Nya.[17]

3. 3 .3 Usaha Menangkap Yesus (32-36)[18]

Ayat 32-36: Adalah perikop yang berdiri sendiri. Alasannya ialah karena usaha penangkapan tidak berhubungan dengan ayat 30. Bagian ini melukiskan inisiatif orang-orang Farisi untuk menangkap Yesus. Selain itu pula ayat ini melukiskan tentang imam-imam kepala dan orang-orang Farisi yang memerintahkan penjaga-penjaga Bait Allah untuk menangkap Yesus.

Ayat 33: Dalam ayat ini terdapat kata-kata yang bernada perpisahan. Hal itu misalnya: “tinggal sedikit waktu” yang menunjukkan bahwa masa karya Yesus hampir selesai. Ia harus kembali kepada Bapa. Kata lainnya: “Aku akan pergi kepada Dia yang mengutus Aku” menunjukkan dua hal, yakni: pertama, istilah yang dipakai Yohanes dalam menandai penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan ke Surga. Kedua, kata-kata ini juga menerangkan bahwa asal-usul Yesus adalah dari Allah.

Ayat 34: Dalam ayat ini, kata kerja ”mencari” menjadi tekanan. Kata ini mempunyai dua arti: 1) mencari untuk menangkap Yesus, dan 2) mencari untuk mengimani Yesus.

Ayat 35: Kesalahpahaman terjadi dalam ayat ini. Orang Yahudi mengira Yesus pergi ke perantauan. Sebaliknya mereka rupanya salah paham akan maksud perkataan Yesus. Kepergian Yesus bersifat transendental. Ayat 36: Menggarisbawahi ketidakmengertian orang banyak.

 

3. 4 Pada Akhir Perayaan Pondok Daun (7: 37-8:59)

3. 4. 1 Yesus: Air Kehidupan (7: 37-52)[19]

Ayat 37a: Kata “pada hari terakhir” sebagai kelanjutan dari yang terdahulu. Hari terakhir diidentikkan dengan hari ketujuh sebagai puncak perayaan; bukan hari kedelapan yang adalah hari istirahat.

Ayat 37b: “Barang siapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!” Air di sini melambangkan pembersihan dan keselamatan. Yesus adalah pemberi air kehidupan. Ini mau melawankannya dengan air ritual dari ibadah Yahudi.

Ayat 38: Orang yang percaya kepada Yesus memiliki Roh Tuhan. Orang yang memiliki Roh Tuhan diutus menjadi pewarta Injil kepada sesamanya. Mereka menjadi saluran kebenaran. Air hidup adalah air yang memberi kehidupan. Sedangkan “hati” adalah pusat hidup emosional orang Ibrani. “Dari dalam hati” berarti dari lubuk hati yang terdalam.

Ayat 39: Merupakan catatan dari penginjil. Yohanes mengidentikkan air dengan ”Roh”. Roh selalu ada dalam Gereja. Dan dengan itu Gereja didorong untuk selalu mewartakan karya keselamatan Allah dengan menghadirkan Yesus Kristus kepada sesama manusia.

Ayat 40-44: Kata-kata Yesus yang terdapat dalam ayat 37-38 menimbulkan reaksi yang berbeda di antara orang banyak. Beberapa orang terkesan oleh kata-kata-Nya. Serentak dengan itu mereka mengakui bahwa Ia adalah nabi yang lebih diidentikkan dengan nabi seperti Musa. Ada yang mengakui bahwa Ia bukan Messias karena Ia berasal dari Galilea bukan dari Bethlehem, karena Messias berasal dari keturunan Daud, dari Bethlehem.[20] Mereka tidak mengetahui asal usul Yesus yang berasal dari Allah.

Selanjutnya ayat 45-52 melukiskan para imam kepala dan orang-orang Farisi yang terkesan oleh pengajaran Yesus. Namun Yesus dituduh menyesatkan rakyat. Jawaban para imam kepala dan orang-orang Farisi menyatakan ketidakpercayaan mereka kepada Yesus. Mereka menyangka bahwa hanya mereka yang tahu tentang Hukum Taurat. Kemudian tampillah Nikodemus, yang mengatakan bahwa mereka sebenarnya tidak mengerti Hukum Taurat. Dan pada bagian akhir menunjukkan kontroversi tentang asal usul Yesus.

 

3. 4. 2 Yesus : Terang Dunia (8: 12-30)[21]

Ayat 12: “Orang banyak” tidak jelas siapa yang dimaksud, tetapi imam besar dan kaum Farisi termasuk di dalamnya. Ayat 13 mengemukakan ucapan pewahyuan yang kedua. “Akulah terang dunia”, mengikuti 6: 23 dan 51 dan diulangi lagi dalam 9: 5. Yohanes menggunakan lambang kuno dari terang untuk menjelaskan pribadi Yesus. Baginya terang menggantikan istilah pewahyuan. “Dunia” mempunyai arti alam kegelapan yang melawan Allah (1: 4-5,9). Terang hidup menyerupai 1: 4 dimana terang pewahyuan memberikan kehidupan. Dalam kegelapan karena jauh dari Allah, pewahyuan menyinari eksistensi manusia, memberi makna kepada umat beriman. “Terang” adalah lambang religius yang universal dan kiasan yang penting dalam Yudaisme. Ini berkaitan dengan Pesta Pondok Daun atau Tabernakel dan ajaran kebijaksanaan (Ams 8: 22). Bagi Yohanes, Kristus adalah terang yang memenuhi mereka. “Mengikut Aku” berarti menjadi murid dan “berjalan” berarti perjalanan hidup seseorang.

Ayat13-15: Orang Farisi dimunculkan dalam pembicaraan mengenai bersaksi tentang dirinya sendiri. Di sini, Yesus menyatakan bahwa kesaksian Bapa-Nya mendukung kesaksian-Nya sendiri. Ucapan “Akulah” ditafsirkan sebagai kesaksian mengenai diri-Nya sendiri. Prinsip kesaksian sendiri tidaklah sah terdapat dalam Bil 35: 30 dan Ul 17: 6; 19: 15. Jawaban Yesus untuk tanggapan itu ada dalam ayat 14, yang menunjuk pada asal usul ke-ilahian-Nya yang membuat kesaksian-Nya benar. Lagi asal usul Yesus menyatakan identitas-Nya. Asal usulnya dari Allah dan kembali kepada Bapa membuat Ia menjadi wakil resmi dari Allah dan memungkinkan Ia bersaksi tentang diri-Nya karena apa yang Ia katakan adalah benar. Jika para lawan mengetahui (asal usul dan tujuan-Nya), maka mereka tidak akan mempermasalahkan kebenaran kata-kata-Nya. Mereka menghakimi menurut ukuran manusia (menurut apa yang kelihatan, bdk. 7: 24). Ini membutakan mereka terhadap asal usul dan tujuan hidup-Nya. “Menurut manusia” yang dimaksud ialah dunia dengan keterbatasannya. Pertentangan dengan Yesus tampak lagi dalam ayat 15 yang mengatakan bahwa Ia menghakimi. Perbedaan terletak dalam pemahaman bahwa penghakiman bukanlah fungsi dari pewahyuan melainkan akibat yang tidak dapat dihindari.

Ayat 16-18: Penghakiman adalah milik Allah. Penghakiman Yesus benar karena hubungan-Nya dengan Bapa. Penghakiman Yesus adalah dengan dan bagi Allah. Sedangkan ayat 17-18 menjelaskan kesaksian Bapa yang bertalian dengan kesaksian Yesus. Sebutan “Kitab Tauratmu” menunjukkan jarak antara Yesus dengan komunitas Yohanes dan orang Yahudi. Kesaksian dua orang adalah sah. Yesus mempunyai satu saksi yaitu Bapa. Namun kesaksian Yesus benar karena ke-ilahian-Nya. Ayat 18, merupakan kesimpulan dari gagasan tentang saksi dan kesaksian. Kesaksian Bapa dan Yesus adalah satu. Jaminan kesaksian Yesus adalah hubungan-Nya dengan Bapa. Dengan demikian kesaksian Yesus adalah manifestasi Allah sendiri. Kesaksian Yesus menjadi hakikat pewahyuan.

Ayat 19: Kata “Bapa” merupakan penggunaan yang pertama sejak 6: 65. Pertanyaan orang Yahudi tentang Bapa menunjukkan kesalahan mereka untuk mengerti konsep “bapa”. Mereka memahaminya dalam konsep bapa duniawi. Ini mau mengatakan bahwa pengetahuan tentang Yesus mengandaikan pengetahuan tentang Allah.

Ayat 20: Ayat ini menandai putusnya diskusi. Kita terbatas untuk mengerti hal ini. Namun yang jelas bahwa Yesus tidak dapat ditangkap karena “saat-Nya” belum tiba.

Ayat 21-23: “Lagi” merupakan tanda pemisah dengan unit lain (ayat 21-30). “Aku akan pergi” adalah ungkapan bagi Yohanes untuk menyatakan kematian atau kebangkitan Yesus. “Carilah Aku” di sini berarti usaha untuk memperoleh kekuatan penyelamatan Kristus. Ayat 22, para lawan disebut orang-orang Yahudi. Seperti dalam 7: 35-34, perkataan Yesus mengenai kepergian-Nya menimbulkan salah paham. Ada kesan bahwa Yesus mau bunuh diri. Namun sebenarnya Ia akan memberikan hidup-Nya bagi orang lain, tetapi “mereka” akan membunuh Dia, bukan Ia mau bunuh diri.

Ayat 23: Adalah sejajar dengan penggunaan dualisme: dari atas - dari bawah dan dari dunia ini - bukan dari dunia ini. Yang pertama berkaitan dengan kiasan jarak untuk melukiskan alam dari Allah dan alam kejahatan atau yang berlawanan dengan Allah, seperti pertentangan antara terang dan gelap. Yang kedua menunjukkan dua realitas yang sama. Maksudnya bukan membedakan antara asal ilahi Yesus dan asal duniawi-Nya.

            Ayat 24-25: Dalam ayat 24 ini orang diminta untuk percaya bahwa Yesus memiliki kewibawaan. Hendaknya diingat bahwa Yohanes tidak pernah memakai kata benda “iman” atau “kepercayaan” tetapi selalu kata kerja: “mengimani” dan “mempercayai”. Keselamatan hanya ditemukan dalam pemahaman yang benar mengenai Yesus. Para pendengar-Nya salah menangkap makna terdalam dari “Akulah” (ayat 25), dan menanyakan identitas duniawi-Nya, “Siapakah Engkau?” Ironis bahwa mereka mengajukan pertanyaan yang sangat penting: “Siapakah Yesus itu?” Dalam ayat 25b, jawaban atas pertanyaan ini tidak begitu jelas. Ini disebabkan oleh kesulitan penerjemahan karena tidak ada tanda baca atau tanda pemisah antara huruf-huruf dalam manuskrip-manuskrip lama. “Apa gunanya lagi Aku berbicara dengan kamu?” merupakan salah satu kemungkinannya.

            Ayat 26-30: Yesus menahan diri untuk tidak mengatakan kepada orang banyak. Ini mengandung makna bahwa Dia memilih hanya berbicara mengenai apa yang Ia dengar dari Bapa. Kata “kepada dunia” dapat diartikan di dunia. Ayat 27 menunjukkan salah paham yang memberi kesempatan untuk menjelaskan lebih lanjut. “Meninggikan”, ayat 28,[22] adalah ungkapan Yohanes untuk “menyalibkan”(lih. 3: 14). Penyaliban akan membuahkan dua pemahaman, bahwa Yesus adalah “Akulah Dia” dan bahwa Ia adalah penafsir setia dari Bapa. Ayat 29 meringkas apa yang dikatakan dalam ayat 21-28. Kehadiran Bapa adalah tetap karena Yesus selalu setia. Ayat 30 merupakan peralihan ke unit berikutnya. Ayat 31-59 mungkin yang dimaksud Yohanes adalah orang-orang Yahudi yang percaya, namun tidak memiliki keberanian untuk mengakui-Nya.

 

 

3. 4. 3 Pertentangan antara Yesus dan Orang-orang Yahudi (8:31-59)[23]

Ayat 31-33: Unit ini mulai dengan menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya. Hal ini kiranya tidak begitu tepat karena “orang-orang yang percaya” ini segera akan menjadi lawan-lawan-Nya (ayat 37). Karena alasan ini, beberapa pakar beranggapan bahwa ayat ini merupakan sisipan atau usaha dari redaktur terakhir untuk membuat lembut peralihan dari ayat 30 ke ayat 32. Istilah Yunaninya berarti “telah mempercayai-Nya” dan mengisyaratkan bahwa iman mereka tidak begitu mendalam, seperti “percaya kepada-Nya”.

            Ayat 32: “Mengetahui kebenaran” berarti mempercayai pewahyuan. Mengetahui mempunyai makna relasi dan tidak hanya mempunyai pengetahuan biasa saja. Kebenaran adalah istilah Yohanes untuk isi dan makna pewahyuan Allah. Pewahyuan memerdekakan orang-orang beriman dari pemahaman diri yang palsu dari “dunia” atau dari “kegelapan”. Jawaban dari pendengar dalam ayat 33 mengungkapkan kebanggaan akan warisan mereka. Pernyataan mereka membuat mereka bebas dari perbudakan. Yesus tidak memaksudkan perbudakan itu dari segi politik karena sejarah mereka membuktikan yang sebaliknya. Perbudakan mereka sesungguhnya adalah anggapan mereka bahwa jati diri nasional sendiri menjamin kemerdekaan.

            Ayat 34-35: “Setiap orang yang berbuat dosa” sejajar dengan “berbuat kebenaran”. Ini adalah “penampilan” dari dosa atau “gaya hidup” dari dosa yang menempatkan seseorang di bawah perbudakan dosa. Inti ayat 35 adalah bahwa hamba tidak mempunyai tempat tetap dalam keluarga, sementara anak tetap berada dalam keluarga untuk selamanya berkat warisan. Para lawan Yesus bukanlah anak-anak Abraham seperti pernyataan mereka, tetapi hamba yang kehilangan hak waris mereka.

            Ayat 36-38: Kemerdekaan sejati hanya terdapat dalam pewahyuan Allah. Berkat tindakan pewahyuan Allah, seseorang dibuat sungguh bebas dari perbudakan dosa. Pemikiran yang dinyatakan oleh para pendengar bukanlah kemerdekaan sejati. Sekarang Yesus mengakuinya dalam arti bahwa para pendengar adalah keturunan Abraham, paling sedikit dalam arti biologis (ayat 37). Tetapi pada kenyataannya  mereka berusaha membunuh Yesus (berlawanan dengan ayat 31) menunjukkan bahwa secara spiritual mereka telah meninggalkan leluhur mereka.

Ayat 38: Kemungkinan mempunyai dua arti yakni: 1) apakah bapa yang disebutkan dalam kalimat kedua adalah Allah atau “iblis”? 2) apakah kalimat kedua suatu perintah atau suatu penjelasan? Yesus mengingatkan supaya kembali kepada asal usul rohani mereka.

Ayat 39: Berisi salah paham dari para pendengar yang menyatakan bahwa Abraham adalah bapa mereka. Mereka bertahan dalam anggapan bahwa asal usul atau leluhur mereka menjamin mereka. Ayat 39b ada juga beberapa varian tekstual. Yang pasti jika mereka keturunan Abraham dalam arti yang sesungguhnya, perbuatan mereka hendaknya sesuai dengan martabat itu. Prinsip yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan tersebut ialah bahwa seseorang bertindak seperti orang tuanya. Berdasarkan prinsip itu, muncullah pernyataan sinis dalam ayat 41 bahwa para lawan Yesus bertindak seperti bapa mereka, yaitu iblis. Jawabannya berupa pernyataan bahwa para pendengar bukanlah anak yang tidak sah melainkan mempunyai satu Bapa, yaitu Allah. Mereka menegaskan bahwa leluhur mereka pada akhirnya berakar pada Allah.

Ayat 42-44: Apabila Allah dinyatakan sebagai orang tua seseorang, maka perbuatan mereka harus sesuai dengan status itu. Dalam hal ini, perbuatan itu terletak dalam mengasihi Yesus. Namun kenyataannya sangat bertentangan dengan apa yang diusahakan oleh para lawan Yesus, yaitu hendak membunuh-Nya (ayat 37 dan 40). Kasih yang demikian diharapkan karena Yesus menyatakan bahwa Ia secara fungsional satu dengan Allah. Dia bertindak sebagai wakil Allah.

Masalah dalam ayat 43 adalah kegagalan memahami Yesus. Ini jelas dalam pernyataan perihal asal usul mereka. Yesus mengatakan, “Kamu tidak mengerti bahasa-Ku, kamu tidak dapat menangkap firman-Ku”. Mengerti atau memahami ucapan Yesus mengantar kepada kemampuan untuk “mendengarkan” dalam arti menaati.

Implikasi dari ayat 41 dibuat eksplisit dalam ayat 44.[24] Asal usul para lawan Yesus adalah kekuatan jahat. Iblislah yang menjadi bapa mereka . Asal usul menjadi jelas dalam kehendak para lawan.

Ayat 45-47: Para lawan melakukan kehendak “bapa dari segala dusta”. Mereka tidak percaya kepada Yesus ketika Ia membicarakan kebenaran kendati mereka tidak dapat membuktikan bahwa Yesus adalah salah karena dosa (ayat 46b). “Membuktikan” adalah kata yang sama, yang digunakan untuk membuktikan tentang kesalahan dunia. Dalam 16: 8 tidak ada argumen bahwa Yesus lepas dari dosa. Ayat 47 menjelaskan bahwa jika mereka berakar dalam Allah, mereka akan mengenal kebenaran dalam kata-kata Yesus. Tema yang diulangi di sini adalah bahwa pandangan seseorang menentukan persepsinya.

Ayat 48-50: Yesus dituduh kerasukan setan, tetapi di sini ditambah ejekan bahwa Ia seorang Samaria. Tuduhan sebagai orang Samaria sama artinya dengan “gila”. Yesus menanggapi hal ini (ayat 49) dengan mengatakan bahwa Ia menghormati Bapa, dan ini menghapus anggapan para lawan bahwa Ia tidak waras (lih. 5: 23). Pokok ayat 50 serupa dengan 5: 41-44 dan 7: 18. Sebagai utusan Allah, Yesus tidak pernah mencari kehormatan-Nya sendiri.

Ayat 51-56: “Menuruti firman-Ku” berarti menaati perkataan Yesus, mendengarkan seperti ayat 43, 47, memegang kata-kata Yesus dan membiarkan-Nya mengarahkan kehidupan seseorang. Janji-Nya ialah bahwa orang semacam itu tidak akan mengalami maut, tidak akan pernah mengalami hukuman. Pendengar-Nya mengajukan argumentasi bahwa Abraham telah mati, yang secara harafiah mengutip perkataan Yesus. Tentu saja yang Ia maksudkan ialah mati secara spiritual (ayat 52). Tidak mengalami maut sama dengan tidak merasakan kematian dalam ayat 51. Ayat 53 dimaksudkan untuk mengartikan kata-kata Yesus secara sangat menggelikan, tetapi secara ironis Ia mengatakan kebenaran. Jawaban ayat 54 mengulangi tema biasa bahwa perhatian Yesus bukan untuk mencari pujian bagi diri-Nya sendiri, melainkan untuk memuliakan Allah. Pernyataan ayat 55 adalah bahwa Yesus mengenal Allah, sedang lawan-lawan-Nya tidak. Dua kata “mengenal” atau “mengetahui” yang digunakan di sini tidak ada perbedaan arti.

Ayat 56: Berisi pernyataan bahwa Yesus dan umat Kristen menganggap tradisi Ibrani sebagai milik mereka. Apa arti “bapamu Abraham bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku?” Kemungkinan ini mengacu kepada Kej 17: 17 ketika Abraham melihat pemenuhan Allah dan janji-Nya. Atau kepada pemahaman apokaliptik bahwa Abraham mendapat  penglihatan akan seluruh sejarah keselamatan Allah. “Ia telah melihat-Nya dan ia bersukacita” menekankan suka cita Abraham. “Hari-Ku” adalah seluruh peristiwa Yesus.

Ayat 57-59: Dalam ayat 57 para pendengar terjebak dalam makna harafiah yang mengikat makna perkataan-perkataan Yesus. "Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun”, hanya mau menekankan tahun-tahun antara Yesus dan Abraham yang muncul dari pemaknaan harafiah para lawan, dan ini sama sekali tidak menunjuk kepada usia Yesus ketika berkarya. “Engkau telah melihat Abraham?”, kadang-kadang diterjemahkan dengan, “Abraham telah melihat Engkau?”, dalam usaha untuk menghubungkan kalimat ini dengan ayat 56 di mana dikatakan bahwa Abraham telah melihat hari Yesus. Tetapi, ini kiranya tidak begitu tepat. Percakapan mencapai puncaknya dalam ucapan Yesus pada ayat 58, “Aku telah ada”, sementara Abraham “dilahirkan” atau “dijadikan”. “Ada” mengacu kepada theofani dari “Akulah dia” (bdk. 6:20) dengan implikasi pra-eksistensi Yesus. Tekanan dari pernyataan itu adalah bahwa Yesus lebih unggul daripada Abraham, suatu pandangan yang mencirikan hubungan orang Kristen dengan tradisi PL. Kata-kata itu jelas melukai perasaan para pendengar. Dan dalam ayat 59 mereka berusaha melempari Yesus dengan batu karena menganggap perkataan-Nya menghujat walaupun tidak jelas dalam hal mana perkataan Yesus berisikan hujatan.[25]

 

4. Yesus dan Hari Raya Pondok Daun: Tinjauan Teologi atas Yohanes 7: 1-8: 59)[26]

            Kehadiran Yesus dalam Yoh 6 menunjukkan diri-Nya sebagai roti yang turun dari surga, dan dalam Yoh 7 menunjukkan kehadiran-Nya sebagai air hidup. Ini dikaitkan dengan pemberian manna dan air ketika bangsa Israel sedang dalam perjalanan di padang gurun. Dengan demikian, perikop 7: 1-8: 59 harus dilihat sebagai kesatuan dari Yoh 6.

            Perikop Yoh 7 hendak menjawab pertanyaan siapakah Yesus itu. Apakah Dia adalah Messias, Kristus, dan Nabi seperti Musa yang ditunjuk dalam Ul 18: 15? Pertanyaan ini akhirnya dijawab dengan menunjuk bahwa Yesus adalah Messias karena kesucian, otoritas, dan kekuasaan-Nya (bdk. Yoh 7: 13). Pertanyaan dalam 4: 29 ("Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?") dan 7: 40 (Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata: "Dia ini benar-benar nabi yang akan datang”), juga desakan agar Yesus menyatakan diri secara terbuka dalam 10: 24 (Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: "Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Messias, katakanlah terus terang kepada kami), membawa pemisahan yang jelas, yakni mereka yang mengakui dan mereka yang tidak mengakui-Nya sebagai Messias. Dengan demikian pengakuan akan Yesus merupakan obyek eksplisit dari iman. Tetapi pengakuan akan ke-messias-an Yesus masih dimengerti dalam konsep kerajaan duniawi semata (temporal royalty).[27] Sedangkan pertanyaan tentang kenabian-Nya, Yesus adalah Nabi sebagai penggenapan dari Ul 18: 15, “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan”.

            Yoh 8 hendak menjawab pertanyaan tentang apakah Yesus adalah Anak Tunggal Bapa sehingga Dia dan Bapa adalah satu? Selanjutnya apakah Dia adalah Allah?[28] Pertanyaan ini dijawab bahwa Yesus adalah Putera Allah. Dia memiliki otoritas mengajar dan bertindak. Atas status-Nya ini, Allah mengasihi dan menempatkan segalanya ke dalam tangan-Nya. Dia memiliki otoritas di mana orang yang percaya akan mempunyai hidup di dalam Dia. Dia memerintah dan mengatakan apa yang dikehendaki oleh Bapa-Nya. Putera Tunggal Allah adalah nama yang diberikan Allah kepada-Nya.[29]

Kisah kehadiran Yesus pada Hari Raya Pondok Daun membuat pernyataan Kristologis yang dihubungkan langsung dengan perayaan tersebut. Hal itu dapat dilihat melalui enam poin berikut ini:

a. Yesus mewahyukan hanya satu Tuhan. Yesus membuat Allah dikenal dengan kewibawaan yang unik. Pewahyuan ini melawan semua bentuk idolatria (Yoh 7: 14-24; 8: 39-59).

b. Yesus adalah Messias. Pengharapan messianis Israel tidak ditiadakan tetapi dilampaui dan ditransformasi (Yoh 7: 25-31, 32-36).

c. Yesus adalah Messias yang diterima oleh orang-orang Farisi (orang-orang Yahudi), yang mengatakan bahwa mereka mengetahui segala sesuatu tentang nasib Messias dalam Yoh 7: 32-36. Tetapi pada kenyataannya, mereka menunjukkan ketidakterbukaan atas Yesus yang mentransformasi tradisi pengharapan messianis Israel.

d. Yesus adalah personifikasi dan universalisasi perayaan pemberian air hidup.[30] Dengan demikian pengharapan messianis Israel juga ditransformasi dan dilampaui (Yoh 8: 37, 48-52).

e. Yesus adalah personifikasi dan universalisasi dari terang[31] Bait Allah dan kota Yerusalem (Yoh 8: 12).

f. Perayaan penghormatan Israel kepada Tuhan dipertaruhkan. ”Mereka tidak mengerti bahwa Dia berbicara kepada mereka tentang Bapa” (Yoh 8: 27). Orang-orang Yahudi yang mencoba untuk membunuh Yesus bukanlah keturunan Abraham atau berasal dari Allah yang benar. Mereka adalah anak-anak kejahatan (Yoh 8: 37, 59, bdk. Yoh 5: 25).

Apa yang dilakukan Yesus di Bait Allah pada Hari Raya Pondok Daun adalah tanda dan bayangan dari kesempurnaan pemberian Allah dalam diri Yesus Kristus (bdk. Yoh 1: 16-17), Putera Allah yang benar (Yoh 7: 14-24), Messias yang menggenapi pengharapan bangsa Yahudi (Yoh 7: 25-31, 32-36), kesempurnaan pemberian Hukum sebagai air hidup.

 

Penutup

Uraian periskop Yoh 7: 1-8: 59 memberi kejelasan tentang kehadiran Yesus sebelum, pada hari raya, dan pada akhir Hari Raya Pondok Daun. Melalui perikop ini, Yesus menyatakan siapa diri-Nya. Kehadiran-Nya pada hari raya ini bukanlah untuk meniadakan hari raya tersebut tetapi untuk menggenapi dan mentransformasinya. Dia adalah Messias yang menggenapi pengharapan messianik Israel. Dia adalah terang dunia dan air hidup. Penyataan ini bermaksud supaya mereka percaya kepada-Nya. Dia berasal dari Bapa dan pada akhirnya akan kembali kepada Bapa. Kedatangan-Nya semata-mata menyatakan Bapa. Dia dan Bapa adalah satu.

 



[1] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina Series Vol. 4. The Gospel of John (Collegeville, Minnesota: The Liturgical Press, 1998), hlm. 233.

 

[2] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 233-234; bdk . S. R. Driver, D. D, A. Plummer, D. D, dan C. A Briggs, D. D, The International Commentary St. John Vol. I  (Edinburgh, T & T: Clark 38 George Street, 1985), hlm. 266. 

[3]Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 234.

[4] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 234-235.

[5] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 235.

[6] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 235.

[7] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 235-236. Uraian perihal Hari Raya Pondok lihat juga Rudolf Schnackenburg, The Gospel According to St. John Vol. II: Comentary on Chapter 5-12 (London: Burns & Oates, 1980), hlm, 138-139; bdk juga Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (judul asli: The Collegeville Bible Commentary), diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata, Lembaga Biblika Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 176-177.

[8] Pembahasan perikop ini tidak termasuk Yoh 7: 53-8: 11 (Wanita yang dituduh berzinah), karena menurut para ahli perikop ini bukan bagian dari Injil Yohanes tetapi berasal dari tradisi kuno.

[9] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 236.

[10] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 236.

[11] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 236; bdk. Raymond E Brown, The Gospel According to John I-XII Vol 29, hlm. CXLI; bdk juga J. H Bernard, A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel According to St. John, Vol.1 (Edinburgh: T & T: Clark 38 George Street, 1985 ), hlm. 265. 

[12] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 236; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B,  Signs and Shadows (New York: Fortress Press Minneapolis, 1996), hlm. 71-73; bdk.  S. R. Driver, D. D, A. Plummer, D. D, dan C. A Briggs, D. D, The International …, hlm. 266-270; bdk juga Lembaga Biblika Indonesia, Injil dan Surat-surat Yohanes (Yogyakarta: Kanisius, 1981), hlm. 64-65.

 

[13] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 239-240; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B, hlm. 73-74; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B,  Signs …, hlm. 71-73; bdk. S. R. Driver, D. D, A. Plummer, D. D, dan C. A Briggs, D. D, The International …, hlm. 270-272; bdk juga Lembaga Biblika Indonesia, Injil …, hlm. 65-66.

[14] Lembaga Biblika Indonesia, Injil …, hlm. 66-68.

[15] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 242-245; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B,  Signs …, hlm. 75-79.

 

[16] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 246-248; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B, Signs …, hlm. 79-82.

[17] Dalam bab 7 dan 8 mengandung banyak pertentangan antara Yesus dan orang Yahudi. Pertentangan disebabkan karena sikap iri hati dan persaingan. Orang banyak memuliakan Yesus dan mengikuti-Nya. Mereka meninggalkan orang Farisi. Persaingan ini menimbulkan ketertutupan hati. Musuh-musuh Yesus ialah mereka yang mengukur karya Allah dengan ukurannya sendiri. Mereka tidak menerima segala hal yang berasal dari luar. Mereka kemudian menghukum Yesus yang tidak sesuai dengan kerangka pemikiran mereka [Lihat Guido Tisera, SVD, Firman telah Menjadi Manusia: Memahami Injil Yohanes (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 55.]

[18] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 248-251; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B,  Signs …, hlm. 82-84.

[19] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 251-258; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B, Signs …, hlm. 84-92; bdk. juga Lembaga Biblika Indonesia, Injil …, hlm. 68-71.

[20] Bertalian dengan gagasan ini, Guido Tisera menulis tentang kehidupan tersembunyi Yesus. Dia mengatakan bahwa dalam Injil Yohanes hidup Yesus di Nazareth hampir tidak tercatat. Namun demikian, ada pesan yang terkandung di dalamnya. Pertama, hidup-Nya di Nazareth adalah hidup yang gelap dan monoton, hidup harian, hidup tanpa pesta, seperti hidup kita. Namun, Yesus telah menyucikan dan membuatnya berarti. Kedua, Nazareth berarti saat pertumbuhan, penuh sabar dan penantian, unsur penting dalam kehidupan. Nazareth berarti hidup setiap hari. Hidup semacam ini biasanya tidak mengundang berita, pun tidak mengundang untuk dikenang [Lihat Guido Tisera, SVD, Firman…, hlm. 103.]

[21] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 265-272; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B, Signs …, hlm. 93-102; bdk juga Lembaga Biblika Indonesia, Injil …, hlm. 71-73.

Bab 8 menunjukkan bagaimana perlawanan tegar orang Yahudi terhadap Yesus. Awalnya mereka mengatakan bahwa kesaksian Yesus tentang terang kebenaran adalah tidak benar. Mereka kemudian terus mengajukan keberatan melawan Yesus. Mereka mengatakan bahwa Dia orang Samaria. Dan puncak pertentangan ialah usaha untuk merajam Yesus. Semua perlawanan ini terpusat dan terarah kepada pribadi Yesus. Yesus adalah kunci persahabatan, tetapi juga sumber pertentangan. Ada sesuatu yang rahasia dalam diri Yesus. Ini semua tidak dapat diungkap dengan kata, tetapi hanya dapat direnungkan [Lihat Guido Tisera, SVD,  Firman…, hlm. 56.] 

 

[22] Ungkapan Yesus, “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia”, dapat dipahami dalam dua arti, yakni “Kamu akan tahu apa yang Aku ada” atau “Kamu akan tahu bahwa Aku ada”. Ungkapan ini bermakna ganda untuk mengungkapkan misteri kepribadian Yesus. Pribadi Yesus baru menjadi jelas sesudah Dia ditinggikan, yaitu sesudah kematian-Nya. Dengan demikian, mereka akan tahu bahwa Yesus adalah pribadi yang bersama-sama dengan Bapa [Lihat Annie Jaubert, Mengenal Injil Yohanes, (judul asli: Lecture de l’Evangile selon Saint Jean), diterjemahkan oleh Stefan Leks (Yogyakarta: Kanisius, 1979), hlm. 108.

[23] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 274-285; bdk. Francis J. Moloney, S. D. B, Signs …, hlm. 102-114; bdk. juga Lembaga Biblika Indonesia, Injil …, hlm. 73-75.

 

[24] Tuduhan Yesus kepada mereka bernada sangat keras. Yesus menunjukkan hubungan yang sangat dekat antara iri hati dan dusta sebagai sumber dosa. Dari iri hatilah timbul keinginan untuk mendepak orang lain. Iri hati dan dusta merupakan dosa orang yang sangat maju. Sikap ini mengakibatkan perlawanan dan permusuhan kepada Yesus [Lihat Guido Tisera, SVD, Firman…, hlm. 58.]

 

[25] Gagasan baru yang diungkapkan Yesus menimbulkan usaha untuk merajam-Nya. Pembicaraan tentang hubungan Yesus dengan Bapa-Nya tidak dapat dimengerti. Hal ini mengakibatkan ketertutupan terhadap misteri pribadi Yesus dan Bapa. Di sini, unsur dosa asal (ketertutupan kepada kebenaran, tidak menerima Sabda Allah) adalah sesuatu yang baru, yang berbeda dan mengguncangkan pikiran manusia [Lihat Guido Tisera, SVD,  Firman…, hlm. 55-56.]

[26] Francis J. Moloney, S. D. B dan Daniel J. Harrington, S. J (ed.), Sacra Pagina …, hlm. 285-287; bdk. juga Francis J. Moloney, S. D. B,  Signs …, hlm. 114-116.

[27] Xavier Léon-Dufour S. J (ed.), Dictionary of Biblical Theology (London: Geoffrey Chapman, 1970), hlm. 313.

[28] Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM, Tafsir …, hlm. 176-177.

[29] Colin Brown (ed.), New Testament Theology Vol. 3 (judul asli: Theologisches Begriffslexikon zum Neuen Testament), diterjemahkan oleh Lothar Coenen, Erich Beyreuther dan Hans Bietenhard (Exeter: The Paternoster Press, 1978), hlm. 643.

[30] Yesus ada sejak kekal bahkan sebelum inkarnasi. Dia hidup sejak kekal bersama Bapa. Dalam inkarnasi-Nya menjadi jelas bahwa Dia adalah Pewahyu Allah, membawa hidup kekal oleh Sabda-Nya, dan diri-Nya sendiri adalah hidup yang benar. Yesus adalah Roti Hidup (6: 35, 48), terang dunia (8: 12), kebangkitan dan hidup (11: 25), jalan, kebenaran dan hidup (14: 6). Allah mengutus-Nya ke dunia untuk memberikan kehidupan kepada manusia melalui Sabda dan diri-Nya sendiri (6: 33, 10: 10, 1 Yoh 4: 9) [Lihat Colin Brown (ed.), New Testament Theology Vol. 2 (judul asli: Theologisches Begriffslexikon zum Neuen Testament), diterjemahkan oleh Lothar Coenen, Erich Beyreuther dan Hans Bietenhard (Exeter: The Paternoster Press, 1978), hlm. 643.]

[31] Yesus adalah Terang Dunia. Ini mempertentangkannya dengan kegelapan. Yesus diberikan kepada manusia yang berada dalam kegelapan. Yohanes Pembaptis memberi kesaksian: “Terang yang sesungguhnya, datang ke dunia dalam pribadi Yesus Kristus” (Yoh 1: 9). Dia adalah terang dunia, “Siapa yang mengikuti Aku, tidak akan berjalan dalam kegelapan, tetapi akan memiliki terang hidup” (8:12; 9:5 ; 12:46). Dia bukan hanya seperti terang, tetapi adalah terang itu sendiri.  Terang itu membuat dunia bercahaya yang memungkinkan manusia melihat dan mengerti dirinya sendiri dalam dunia: melihat “jalan-Nya” [Lihat Colin Brown (ed.), New Testament ..., hlm. 494.]

 

LihatTutupKomentar