-->

ALLAH TRINITAS: ANTARA ANALOGI WARIA DAN TEOLOGI MONYET

 


ALLAH TRINITAS: ANTARA ANALOGI WARIA DAN TEOLOGI MONYET

Pengantar

            Berawal dari keingintahuan untuk menyelesaikan tugas ini, saya membuka internet dan menemukan komentar yang bertalian dengan Allah Trinitas, khususnya tentang ”analogi waria” dan ”teologi monyet” yang dipakai untuk mempersoalkan Allah Trinitas. Kedua uraian ini berasal dari kelompok Islam yang hendak menggugat iman Trinitaris. Maka dalam tulisan ini penulis mencoba menggali pemahaman dari kedua hal di atas kemudian dikaitkan dengan keyakinan penulis sendiri.

Penulis sadar bahwa uraian di bawah ini memiliki keterbatasan, karena usaha untuk menyingkap rahasia Allah Trinitas senantiasa terbatas di mana manusia berhadapan dengan misteri maha besar yakni Allah sendiri.

 

1. Analogi Waria dan Teologi Monyet: Persoalan Mendasar di dalamnya

1. 1 Analogi Waria[1]

          Sebelum kita mulai kajian tentang Trinitas, mari kita simak ilustrasi tentang pribadi seorang waria: Dalam sebuah operasi polisi pamong praja untuk menertibkan para waria yang beroperasi di kolong jembatan layang dan di taman-taman kota, para polisi tersebut berhasil menjaring beberapa waria. Malam itu juga salah seorang petugas sedang mengadakan razia dan menginterogasi salah seorang waria.
              Siapa namamu? Tanya petugas.

              Donna ooomm, jawab waria tersebut centil.

              Yang benar tanya petugas sekali lagi

              Benar oooommmm.                                                       .
Lihat KTP-nya, kemudian waria itu menyodorkan KTP karena kebetulan dia      mempunyai KTP, dan petugas itupun memeriksanya.

               Lho kok di sini namanya Donni bukan Donna. Kamu memalsukan KTP ya?
              Ah Om ini kayak nggak tahu aja, saya kalau malam bernama Donna kalau siang Donni, tapi kalau om cari saya di salon orang-orang pada memanggil saya Ni-Na singkatan dari Donni dan Donna, karena mereka bingung saya ini cewek atau cowok.
Begini Om, saya sendiri bingung, kalau siang saya ini betul-betul sebagai seorang cowok om, pernah dorong truk, pernah ikut kerja bakti, pernah ngejar-ngejar anjing karena saya digigit, saya juga pernah berkelahi sama pak RT gara-gara mengganggu ketertiban dan saya menang berkelahi pokoknya, saya ini di siang hari betul-betul sebagai seorang cowok, makanya orang-orang memanggil saya Donni.
Tetapi Om, kalau malam hari saya ini gemulai, jalan saya seperti foto model, terbukti om berhasil nangkep saya, karena pada malam hari saya betul-betul seperti wanita tulen, bahkan saya ini lebih cantik daripada wanita pada umumnya, bahkan perasaan saya pada malam hari selembut perasaan wanita, sesabar wanita, makanya teman-teman lebih sering memanggil saya Donna, gitu Om.
Terus, ketika petang saya kerja di salon untuk nambah income, teman-teman salon pada memanggil saya Ni-Na om, mereka bingung, karena saya ini Donna sekaligus Donni Om, jadi jangan menuduh saya memalsukan KTP om ya, karena memang seperti itu pribadi saya, satu tubuh mempunyai tiga pribadi, sebagai Donna, sebagai Donni dan sebagai Ni-Na. Tapi saya hanya satu om.
Kalau om nangkep Donna seperti sekarang ini, berarti om juga nangkep Donni dan Ni-Na, saya nggak bisa minta tolong sama Donni om, karena Donni itu ya saya ini, dan saya juga nggak bisa minta tolong sama Ni-Na, karena Ni-Na itu ya saya om. Moga-moga om ngerti tentang pribadi saya dan memaklumi dan tidak menuduh saya memalsukan KTP. Ya..ya..ya.., sahut petugas termanggut-manggut.

 

1. 2 Persoalan Mendasar dari Analogi Waria

          Kalimat yang diklaim sebagai penguat konsep Trinitas adalah Bapa, Firman dan Roh Kudus ketiganya adalah satu. Yang dimaksud Bapa adalah Allah Bapa, Firman adalah Yesus. Jadi yang dimaksud makna Trinitas berarti tiga adalah satu dan satu adalah tiga yaitu :Tuhan-nya orang Kristen itu adalah satu tetapi mempunyai tiga pribadi, pertama sebagai pribadi Allah Bapa yang ada di langit, yang perkasa, yang menciptakan langit dan bumi dan mengatur alam semesta, kemudian Pribadi kedua menjelma menjadi Yesus turun ke bumi melalui perawan Maria dan berkomunikasi dengan manusia secara langsung seperti komunikasinya Allah dalam sorga kepada Adam secara langsung, ketiga sebagai Roh Kudus yaitu Tuhan yang membimbing manusia kepada kebenaran. Inilah persamaan pengertian antara Waria dan Trinitas

Dari uraian di atas konsep Trinitas mempunyai kesamaan dengan konsep Waria, yaitu:
            ◊ Yesus adalah jelmaan Allah Bapa begitu juga Donna adalah jelmaan dari Donni
            ◊ Yesus dan Allah Bapa adalah satu begitu juga dengan Donna dan Donni adalah      

satu

◊ Yesus sama dengan Allah Bapa begitu juga Donna sama dengan Donni
◊ Yesus adalah jelmaan Allah Bapa yang turun ke bumi begitu juga Donna   adalah jelmaan Donni yang keluar pada waktu malam hari.

Pada dasarnya persoalan yang timbul dari analogi ini mau mengatakan bahwa iman akan Allah Trinitas mengandung beragam kontradiksi karena tidak pernah dikatakan secara eksplisit dalam Kitab Suci. Iman akan Allah Trinitas lahir karena salah tafsir atas beberapa kutiban Kitab Suci teristimewa Yoh 1:14; 1: 1; 10: 30; 5: 7, yang kepadanya dipaksakan sebagai ayat-ayat yang mendukung iman Trinitas. Dan yang lebih penting dari semuanya, mau mengatakan bahwa Yesus bukanlah Allah. Ini terbukti dengan beberapa kutipan Kitab Suci sendiri seperti Yesus memperkenalkan Allah (Yoh 17: 13), Yesus meminta pertolongan (Ibr 5: 7), danYesus duduk berdampingan (Mat 26: 64), yang nota bene semua kutipan Kitab Suci ini digunakan untuk mendukung keyakinan bahwa Yesus bukan Allah, melainkan hanyalah seorang manusia biasa.

 

1. 3 ”Teologi Monyet”[2]

Belum lama ini, bertepatan dengan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI (17/8/2009) diadakan Dialog Islam–Kristen di Aula Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dengan tema “Yesus Tuhan atau Manusia Biasa?” Dari pihak Islam tampil dua narasumber: Ustadz Masyhud SM dan Insan LS Mokoginta (mantan Katolik), sementara dari pihak Kristen diwakili oleh dua narasumber yaitu: Pendeta Budi Asali, M.Div (Gereja Kristen Rahmani Indonesia) dan Pendeta Esra Alfred Soru, S.Th. (Dosen STII Kupang).

Dalam dialog yang dihadiri oleh 300-an peserta dari kalangan Islam dan Kristen tersebut, Budi Asali dan Esra mendapat kesempatan pertama untuk memaparkan pandangannya tentang keilahian Yesus berdasarkan ayat-ayat Kitab Suci yang diyakininya. Usai pemaparan oleh pihak Kristen, moderator mempersilakan pihak Islam untuk menanggapi.

Masyhud menanggapi dengan singkat, “Menurut saya, Alkitab tidak mampu bicara tentang konsep ketuhanan Yesus. Jangankan bicara ketuhanan Yesus, catatan silsilah Yesus dalam Alkitab saja kacau-balau.” Lalu Masyhud menampilkan contoh kontradiksi silsilah Yesus sbb: Dalam Injil Matius 1:16 disebutkan bahwa kakek Yesus bernama Yakub: Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.” Sedangkan menurut Injil Lukas 3:23, kakek Yesus bernama Yusuf: “Ketika Yesus memulai pekerjaannya, ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, ia adalah anak Yusuf, anak Eli. Silsilah Yesus dalam ayat ini jelas bertentangan dan tidak bisa dikompromikan.

Pendeta Budi Asali menyanggah tudingan ini dengan menyatakan bahwa kedua ayat ini tidak kontradiktif, karena maksud kalimat “Yusuf anak Eli” dalam Lukas 3:23 adalah “Yusuf anak menantu Eli.”

Sepintas, apologi Budi ini memang cespleng untuk menghilangkan kontradiksi Alkitab. Tapi Masyhud tidak mau kalah, “Menurut anda Yusuf adalah anak menantu Eli, padahal Maria adalah istri Yusuf. Lalu mana bukti ayat yang menyatakan bahwa Maria adalah anak Eli?” tukasnya.

Sayangnya, pembicaraan seputar silsilah Yesus tidak berlanjut, karena Budi Asali tidak bisa menunjukkan bukti ayat bahwa Maria adalah anak kandung Eli. Ia hanya berpijak bahwa kata “anak” boleh diartikan “anak menantu.” Jika argumen ini diikuti, apakah semua kata “ayah” dalam Alkitab boleh diartikan “ayah mertua” sebagai konsekuensinya?

Sementara itu, Insan Mokoginta menanggapi paparan kedua pendeta tentang keilahian Yesus, dengan menampilkan banyaknya ayat Alkitab yang membuktikan kemanusiaan dan kenabian Yesus, padahal tak satu ayat pun dalam Alkitab yang menyebutkan Yesus mengaku dirinya sebagai Tuhan yang harus diibadahi dan disembah.

Lalu Mokoginta menambahkan data bahwa satu-satunya ayat Trinitas dalam Bibel adalah ayat palsu. Ayat yang dimaksud adalah: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu” (I Yoh 5:7-8).

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru dengan pengantar dan catatan, terbitan Lembaga Biblika Indonesia tahun 1976/1977, ayat ini divonis palsu dengan penjelasan berikut: “Ayat 7-8: [di dalam sorga..... di bumi]. Bagian ayat ini tidak terdapat dalam naskah-naskah Yunani yang paling tua dan tidak pula dalam terjemahan-terjemahan kuno, bahkan tidak dalam naskah-naskah paling baik dari Vulgata. Bagian ini kiranya aslinya sebuah catatan di pinggir halaman salah satu naskah terjemahan Latin yang kemudian disisipkan ke dalam naskah-naskah oleh penyalin dan akhirnya bahkan disisipkan ke dalam beberapa naskah Yunani. Oleh karena itu, bagian ini pasti tidak asli”.

Terhadap argumen ini, kedua pendeta tidak menampik bahkan mengakui adanya kepalsuan ayat dalam Kitab Suci, termasuk kepalsuan ayat Trinitas tersebut. Tapi pengakuan kepalsuan ayat ini tidak serta-merta meruntuhkan keyakinan mereka kepada doktrin Trinitas. Dengan nada tinggi, Budi Asali berkilah, “Apa peduli saya dengan kepalsuan ayat tersebut? Saya meyakini Trinitas maupun ketuhanan Yesus berdasarkan ayat-ayat yang lain!”

Pendeta Esra pun tidak mau berkomentar terhadap bukti-bukti kepalsuan ayat Trinitas, dengan alasan tidak sesuai dengan tema dialog yang disepakati. Menurutnya, tema dialog pagi itu bukan soal otentisitas Kitab Suci, melainkan “Yesus Tuhan atau Manusia Biasa?” Dalam penjelasannya, Esra menerima semua data yang disampaikan Mokoginta, bahwa Yesus memang nabi dan manusia. “Dari sisi kemanusiaan, Yesus memang manusia dan nabi. Tapi dari sisi keilahian, Yesus adalah Anak Allah,” kilahnya. Mokoginta balik bertanya, “Menurut anda, Yesus itu Allah ataukah anak Allah? Kalau Yesus itu anak Allah, berarti Yesus tidak sama dengan Allah (Sang Bapa)”

Pendeta Esra menangkis dengan argumen bahwa Yesus adalah Allah sekaligus anak Allah. “Yesus itu Anak Allah sekaligus Allah juga. Anak Allah pasti Allah juga. Seperti kalau kita bilang anak monyet itu pasti monyet juga? Siapa bilang anak monyet itu bukan monyet? Anak monyet di manapun disebut monyet juga, tanpa mengurangi kadar kemonyetan bapaknya.” katanya berapologi dengan berapi-api. Sebagian peserta dari pihak Islam tertawa terpingkal-pingkal mendengar argumen “teologi monyet” ini. Dari bangku peserta, Fendik yang datang jauh-jauh dari Gresik berseloroh, “Tuhan kok, disamakan dengan monyet! Tuhan cap opo iki rek?!”

 

1. 4 Persoalan Mendasar dari ”Teologi Monyet”

Faktor utama kerapuhan doktrin Trinitas adalah tidak adanya dukungan ayat Kitab Suci. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, tak satu ayat pun yang mengandung doktrin Trinitas. Dengan sepenuh kejujuran, Dr GC Van Niftrik memberikan pengakuan: “Di dalam Alkitab tidak ditemukan suatu istilah yang dapat diterjemahkan dengan kata “Tritunggal” ataupun suatu ayat tertentu yang mengandung dogma tersebut”.

Dalam sejarahnya, Trinitas juga bukan warisan Yesus. Awalnya, doktrin bahwa Yesus sama dengan Allah dirumuskan dalam Konsili Nicea pada tahun 325 M yang didukung penuh oleh Kaisar Konstantinus Agung. Pasca Konsili Nicea, perdebatan mengenai Yesus berlangsung terus-menerus sampai puluhan tahun. Sebagian orang fanatik buta kepada kaisar bahwa Yesus adalah Tuhan, sebagian lagi setia kepada ajaran tauhid bahwa Yesus adalah utusan Tuhan. Maka pada tahun 381 M, Kaisar Theodosius mengadakan Konsili Konstan­ti­nopel untuk merevisi Konsili Nicea 325 M. Konsili ini melahirkan formula Trinitas dengan menambahkan oknum Roh Kudus sebagai Tuhan di samping Tuhan Allah dan Tuhan Yesus.

Pasca konsili ini, pertentangan teologi justru semakin besar dan luas. Sebagian menerima mentah-mentah doktrin Trinitas, tapi sebagian lagi menolaknya dan beroposisi dengan penguasa yang pro-Trinitas. Akibatnya, para penentang Trinitas ditindas, dikejar-kejar dan dianiaya bahkan ditumpas. Para tokoh yang jadi martir penolak Trinitas antara lain: Ireneus,[3] Tertulianus,[4] Origenes,[5] Diodorus,[6] Lucian,[7] Arius[8] dan lain-lain.

Jadi keseluruhan uraian “Teologi Monyet” hendak mengatakan kerapuhan iman Trinitas karena tidak berdasarkan Kitab Suci, Yesus bukanlah Allah, melainkan seorang manusia saja, dan bahasa analogi yang justru mengaburkan ke-Mahakuasa-an Tuhan.

 

2. Allah Trinitas dalam Konsep Iman Kristen[9]

            Uraian berikut merupakan hantaran umum untuk menemukan jawaban-jawaban real yang bertalian dengan persoalan mendasar dalam “Analogi Waria” dan “Teologi Monyet”. Namun demikian jawaban-jawaban eksplisit bertalian dengan kedua hal di atas baru akan diuraikan pada poin berikutnya.

 

2. 1 Etimilogi[10]

Istilah Trinitas (Inggris: Trinity), berasal dari bahasa Latin Trinitas, yang berarti "angka tiga, sebuah triade". Ini adalah kata benda abstrak yang terbentuk dari kata sifat trinus (tiga masing-masing, tiga kali lipat, triple). Kata Unitas adalah kata benda abstrak yang terbentuk dari unus (satu), sesuai dengan kata dalam bahasa Yunani, Τριάς, yang berarti "satu set dari tiga" atau "nomor tiga".

Orang pertama yang menggunakan kata Yunani dalam teologi Kristen (meskipun bukan tentang Trinitas) adalah Theophilus dari Antiokhia[11] sekitar tahun 170. Dia menulis: "Dengan cara serupa juga tiga hari sebelum tokoh-tokoh termasyur, adalah Trinitas (Τριάδος), Allah, Firman, dan Kebijaksanaan-Nya. Dan yang keempat adalah manusia, yang membutuhkan cahaya, yang berasal dari Allah, Firman, Kebijaksanaan.

Tertulianus, seorang teolog Latin yang menulis pada awal abad ketiga, adalah orang pertama yang menggunakan kata "Trinitas", "person" dan "substansi" untuk menjelaskan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah "satu dalam esensi-bukan satu dalam Person ". Sekitar satu abad kemudian, pada tahun 325, Konsili Nicea menetapkan doktrin Trinitas sebagai ortodoksi dan mengadopsi Pengakuan Iman Nicea, yang menggambarkan Kristus sebagai "Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah dari segala Allah, diperanakkan, bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa (homoousios)".

 

2. 2 Referensi Biblis[12]

Perjanjian Baru tidak menggunakan kata "Τριάς" (Trinitas) atau mengajar secara eksplisit tentang Trinitas, tapi menyediakan bahan dalam mana doktrin Trinitas ini didasarkan. Untuk itu diperlukan sebuah refleksi oleh umat Kristen perdana bertalian dengan kedatangan Yesus dan apa yang mereka yakini sebagai kehadiran dan kuasa Allah di antara mereka, yang mereka sebut Roh Kudus, dan ini bertalian dengan Bapa, Putera, dan Roh Kudus, seperti kata-kata Yesus sendiri: "Karena itu pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku, baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19). 

Rasul Paulus berkata," Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor 13: 14), sementara pada saat yang sama tidak bertentangan dengan Shema Israel: "Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan Allah kita, Tuhan adalah satu" (Ul 6: 4). Terlepas dari bagian-bagian yang berbicara tentang Bapa, Anak dan Roh Kudus, ada banyak bagian yang merujuk kepada Allah dan Yesus tanpa juga merujuk kepada Roh Kudus.

Menurut tradisi Kristen, Trinitas diperkenalkan oleh Injil dan Yesus Kristus sendiri, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarilah mereka untuk mematuhi segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu (Mat 28: 19-20). Yesus menyebut Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam sebuah ungkapan yang mungkin menyarankan bahwa ada satu nama yang mencakup ketiganya.

Perjanjian Lama menunjuk kepada Firman Allah, Roh-Nya, dan Kebijaksanaan. Ini telah ditafsirkan sebagai pertanda dari doktrin Trinitas, sebagaimana cerita tentang penampakan dari tiga laki-laki kepada Abraham (Kej 18). Beberapa Bapa Gereja percaya bahwa pengetahuan tentang misteri itu diberikan kepada para nabi dan orang-orang kudus Perjanjian Lama, dan bahwa mereka mengidentifikasi utusan ilahi dalam Kej 16: 7, 21: 17, 31: 11, Kel 3:2 dan Kebijaksanaan, Anak, dan "semangat Tuhan "dengan Roh Kudus. Namun, secara umum para ahli sepakat bahwa hal ini melampaui maksud Perjanjian Lama untuk menghubungkan gagasan tersebut secara langsung dengan doktrin Trinitarian di kemudian hari.

Yoh 1 menyatakan, "Pada mulanya adalah Firman, dan Firman itu ada bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah. Dia ada bersama Tuhan pada awalnya. Melalui Dia segala sesuatu telah diciptakan; tanpa Dia tidak ada yang diciptakan. Jadi Yohanes memperkenalkan kontradiksi yang tampaknya mustahil, bahwa Yesus "adalah Tuhan" dan "Dia adalah Allah" sejak kekal. Yohanes juga menggambarkan Yesus Kristus sebagai Pencipta semesta, seperti bahwa "tanpa diri-Nya tidak ada yang diciptakan (Yoh 1: 3).

 Rasul Yohanes diidentifikasi sebagai "murid yang dikasihi Yesus", demikian mungkin menjadi Rasul yang paling dekat dengan Yesus. Yesus juga memerintahkan Yohanes untuk mengambil Maria ibu Yesus sebagai ibu Yohanes sendiri di usia tua Maria (Yoh 19: 26) sehingga Yohanes akan memiliki seluruh pengetahuan tentang Yesus ketika menulis Injilnya.

Yesus sering merujuk "Bapa" sebagai Tuhan yang berbeda dari diri-Nya sendiri. Dia juga berbicara tentang "Roh Kudus" sebagai yang berbeda baik dari Allah Bapa pun dari Yesus sendiri. Tetapi Sang Penolong, Roh Kudus, yang akan Bapa utus atas nama-Ku, Dia akan mengajarkan segala sesuatu, dan mengingatkan kamu semua yang telah Aku katakan kepada kamu (Yoh 14:25-26).

Yesus menggambarkan Bapa dan Roh Kudus adalah dua persona yang berbeda, dan menggambarkan baik Bapa pun Roh Kudus yang berbeda dengan Yesus sendiri. Jadi terlepas dari apakah Yesus adalah Allah, Yesus menyatakan bahwa Bapa dan Roh Kudus adalah dua orang yang berbeda. Dengan cara yang sama, Perjanjian Lama sering merujuk kepada "Roh Allah" sebagai sesuatu yang sedikit berbeda dari Allah sendiri.

Injil keempat juga menguraikan tentang peran Roh Kudus yang diutus sebagai penolong bagi orang-orang yang percaya. Pada konteks langsung dari ayat-ayat ini memberikan "jaminan penuh atas kehadiran dan kuasa Tuhan baik dalam pelayanan Yesus dan kehidupan yang berkelanjutan kepada umat beriman"; tetapi, di luar konteks langsung ini, ayat-ayat ini menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus, terutama karena perbedaan dan kesatuan mereka. Pertanyaan-pertanyaan ini hangat diperdebatkan selama berabad-abad sesudahnya, dan arus utama kekristenan menyelesaikan masalah ini dengan perumusan doktrin.

Namun, beberapa ahli mempersoalkan kesalian rumusan Trinitas dan berpendapat bahwa doktrin kristiani adalah hasil "interpretasi teologis akan Yesus". Ada ahli yang berpendapat bahwa konsep ini dinyatakan dalam tulisan-tulisan awal dari permulaan abad kedua. Beberapa ahli percaya bahwa konsep itu diperkenalkan di dalam Perjanjian Lama (Kitab Yesaya ditulis sekitar 700 tahun sebelum Yesus, salinan yang diawetkan dari 300 tahun sebelum Yesus dalam Naskah Laut Mati). Yes 9: 6 bernubuat, " Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”. Jadi seorang anak yang akan lahir pada titik tertentu dalam sejarah (kepada seorang perawan atau wanita muda (Yes 7: 14) adalah juga "Allah Maha Perkasa, Bapa Kekal". Ini adalah ajaran Kristen bahwa Allah ada sekaligus sebagai Allah yang kekal dan juga sebagai Anak (Yesus) yang lahir dari seorang perawan. Yesaya merujuk kepada Anak sebagai "Allah Maha Perkasa, Bapa Kekal".

 

2. 2. 1 Kutipan Kitab Suci yang Menyiratkan Allah Trinitas[13]

Ada beragam referensi tentang Allah, Yesus, dan Roh dalam Perjanjian Baru, yang kemudian secara sistematis dirumuskan dalam gagasan mengenai Trinitas - satu Allah dalam tiga pribadi dan satu substansi untuk membela gereja terhadap tuduhan menyembah dua atau tiga Allah. Doktrin itu sendiri tidak secara eksplisit dinyatakan di dalam Perjanjian Baru dan tidak ada penulis Perjanjian Baru yang menguraikan hubungan antara ketiga pribadi Allah. Matius mencatat hubungan khusus antara Allah Bapa dan Yesus Putra (Mat 11: 27). Dia mengatakan bahwa Yesus sama dengan Allah (Mat 24: 36), meskipun Yohanes lebih eksplisit menulis kepada orang-orang Yahudi tentang Yesus Kristus, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yoh 10: 30).

 Teks Perjanjian Baru yang mengacu pada tiga Pribadi nyata dalam rumusan baptisan dalam Matius 28:19. Juga bagian-bagian lain dipandang mengacu pada nada Trinitarian, seperti 2 Kor. 13:14. Injil Yohanes dimulai dengan penegasan bahwa "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yoh 1: 1) dan berakhir dengan pengakuan iman Thomas kepada Yesus, "Tuhanku dan Allahku!" (Yoh 20: 28). Ada kecenderungan yang signifikan di kalangan para ahli modern yang menyangkal kedua ayat tersebut sebagai mengidentifikasikan Yesus dengan Allah. Injil yang sama juga menunjukkan bahwa penggunaan kata "Anak Allah" penting disimpulkan kesetaraan dan kesatuan antara Bapa dan Anak "yang membuat-Nya setara dengan Bapa" (Yoh 5:18; 19:17 ) dimana Yesus berkata, "Aku dan Bapa adalah satu." Yohanes juga menunjukkan sebuah hirarki ketika Yesus mengatakan, "Bapa lebih besar daripada Aku" (Yoh 14: 28).

Meringkas peran Kitab Suci dalam pembentukan kepercayaan Trinitarian, Gregorius Nazianze berpendapat perihal wahyu:

Perjanjian Lama menyatakan Bapa secara terbuka, dan Anak lebih kabur. Perjanjian Baru memanifestasikan Putera dan mendukung keilahian Roh. Sekarang Roh itu berdiam di antara kita, dan menyatakan dengan lebih jelas tentang diri-Nya sendiri.

 

 

2. 2. 2 Rujukan kepada Bapa, Anak, dan Roh Kudus[14]

Beberapa ayat referensi yang langsung merujuk Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah sebagai berikut:

  • Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan (Mat. 3:16-17; Mrk 1:10-11; Luk 3:22; Yoh 1:32).
  • Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah (Luk 1: 35).
  • Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup (Ibr. 9:14) .
  • Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah (Kis 7:55).
  • Dan jika Roh, Dia yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu (Rom. 8:11), Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah, “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia” (8:14-17), dan " Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan, dan “Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus "(8: 26-27).

Bahkan beberapa referensi sebagai bagian dari satu rumusan:

  • "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (Mat. 28: 19). "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kalian semua" (2 Kor. 13:14).

 

2. 3. Perjanjian Lama[15]

2. 3. 1 Prefigurasi dalam Perjanjian Lama

Kejadian 18-19 telah ditafsirkan oleh orang Kristen sebagai teks Trinitarian. Cerita tentang Tuhan yang menampakkan diri kepada Abraham, dalam diri tiga orang. (Kej 18:1-2), dan Kej 19, "kedua malaikat" mengunjungi Lot di Sodom, menunjukkan hubungan antara Abraham di satu pihak, dan Tuhan/tiga pria/dua malaikat di pihak lain adalah teks menarik bagi mereka yang percaya pada satu Tuhan dalam tiga pribadi. Yustinus Martir, dan John Calvin sama menafsirkan bahwa Abraham dikunjungi oleh Tuhan, yang didampingi oleh dua malaikat.

Sebaliknya, Agustinus berpendapat bahwa tiga pengunjung kepada Abraham adalah tiga pribadi Trinitas. Dia melihat tidak ada indikasi bahwa para pengunjung yang tidak setara, seperti yang dikatakan Yustinus. Kemudian dalam Kej 19, dua dari pengunjung itu ditujukan oleh Lot dalam bentuk tunggal: "Lot berkata kepada mereka, 'Tidak demikian, tuanku.' Agustinus melihat bahwa Lot mampu menyapa mereka sebagai satu karena mereka memiliki substansi tunggal. Orang Kristen melihat indikasi dalam Perjanjian Lama adanya perbedaan dan kesatuan dalam Tuhan, sebuah ide yang ditolak oleh Yudaisme.

Secara khusus, beberapa orang Kristen menafsirkan teofani atau penampakan Malaikat Tuhan sebagai wahyu dari seseorang yang berbeda dari Allah, yang tetap disebut Tuhan. Penafsiran ini ditemukan dalam kekristenan seperti dikemukakan oleh Yustinus Martir dan Melito dari Sardis, yang mencerminkan ide-ide yang sudah ada dalam Philo. Teofani Perjanjian Lama dengan demikian dilihat sebagai Kristofani, masing-masing dari mereka adalah "penampakan pra-inkarnasi Mesias".

 Teofani dapat dilihat dalam Kej 12:7 dan Kejadian 18:1(Tuhan muncul kepada Abraham), Kej 26:2 dan Kej 26:24 (Allah menampakkan diri kepada Ishak), Kej 35:1, Kej 35:9 dan Kej 48:3 (Allah menampakkan diri kepada Yakub), Kel 3:16 dan Kel 4:5 (Tuhan muncul kepada Musa), Kel 6:3 (Allah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak, Yakub), Im 9:4 dan Im 6:2 (Allah menampakkan diri kepada Harun), Ul 31:15 (Tuhan muncul kepada Musa dan Yosua), 1 Sam 3:21 (Tuhan muncul kepada Samuel), 1 Raja 3:5, 1 Raja 9:2-3 (Allah menampakkan diri kepada Salomo), 2 Taw 1 (Allah menampakkan diri kepada Daud), 2 Taw 7:12 (Allah menampakkan diri kepada Salomo)

Sedangkan yang bertalian dengan Malaikat (utusan) Tuhan: Kej 16:7-14, Kej 22:9-14, Kel 3:2, Kel 23:20,21, Bil 22:21-35, Hak 2:1-5, Hak 6:11-22, dan Hak 13:3.

 

2. 3. 2 Allah sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama[16]

·       Ulangan 32:6 (Demikianlah engkau mengadakan pembalasan terhadap TUHAN, hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana? Bukankah Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau?).

·       Yesaya 63: 16 (Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala); 64: 8 (Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu).

·       Maleakhi 2: 10 (Bukankah kita sekalian mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah menciptakan kita? Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain dan dengan demikian menajiskan perjanjian nenek moyang kita).

 

2. 3. 3 Yesus sebagai Allah dalam Perjanjian Lama

Allah tidak secara langsung diidentifikasi sebagai "Anak" dalam Perjanjian Lama. Israel adalah anak sulung, yang menggambarkan hubungan bangsa Yahudi dengan Allah. Namun, apa yang banyak orang Kristen percaya adalah bahwa Perjanjian Lama memberi pratanda perihal Yesus sebagai Allah Putra.

Mazmur 2 secara luas dianggap sebagai mazmur mesianik yang menggambarkan Tuhan "yang diurapi" (ayat 2). Jelas dalam ayat 7 pernyataan Allah: " "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini." Dalam ayat 7 kata Ibrani untuk anak digunakan kata Kasdim. Terjemahan dari kata Kasdim sebagai "anak" ditemukan dalam penampilan lain (bdk. Ezr 5: 2). Mazmur ini menunjukkan hubungan Bapa-Anak antara Tuhan dan "Yang Diurapi", orang yang akan menerima bangsa-bangsa sebagai warisan (ayat 8). Yesaya 9, juga dianggap sebagai nubuatan mesianik, yang menggambarkan kedatangan Mesias sebagai "Allah yang Mahakuasa" (ayat 6). Mazmur 110 menggambarkan TUHAN (dipahami sebagai Allah Bapa) yang memiliki berbagai kemuliaan kekal dengan pemazmur, Tuhan (yang dipahami sebagai Anak, Mesias).

Dalam Daniel 7 catatan nabi tentang visinya "tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; "yang" diberi otoritas, kemuliaan dan berdaulat; semua rakyat, bangsa dan orang-orang dari setiap bahasa menyembah-Nya" (ayat 14). Orang Kristen percaya bahwa ibadah yang benar diberikan kepada Allah, dan bahwa dalam terang bagian-bagian Alkitab lain ini "anak manusia" dapat diidentifikasi sebagai orang kedua dari Trinitas. Dapat ditarik kesejajaran antara visi Daniel dan kata-kata Yesus kepada imam Yahudi bahwa di masa depan mereka yang berkumpul akan melihat "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit " (Mat 26: 64-65). Yesus segera dituduh menghujat Allah, sama seperti ketika Dia mengidentikan kesatuan-Nya dengan Allah (Yohanes 10: 33).

 

 

 

2. 3. 4 Roh Tuhan dalam Perjanjian Lama[17]

·       1 Samuel 10:10 (Ketika mereka sampai di Gibea dari sana, maka bertemulah ia dengan serombongan nabi; Roh Allah berkuasa atasnya dan Saul turut kepenuhan seperti nabi di tengah-tengah mereka).

·       1 Samuel 19:20 (maka Saul mengirim orang-orang suruhan untuk mengambil Daud. Tetapi orang-orang ini melihat sekumpulan nabi kepenuhan, dengan dikepalai oleh Samuel. Dan Roh Allah hinggap pada orang-orang suruhan Saul, sehingga mereka pun kepenuhan seperti nabi).

·       1 Samuel 19:23 (Lalu pergilah ia ke sana, ke Nayot, dekat Rama dan pada dia pun hinggaplah Roh Allah, dan selama ia melanjutkan perjalanannya ia kepenuhan seperti nabi, hingga ia sampai ke Nayot dekat Rama).

·       2 Samuel 23:2 (Roh TUHAN berbicara dengan perantaraanku, firman-Nya ada di lidahku).

·       1 Raja-raja 22:24 (Sesudah itu tampillah Zedekia bin Kenaana, ditamparnyalah pipi Mikha serta berkata: "Mana boleh Roh TUHAN pindah dari padaku untuk berbicara kepadamu?).

·       Nehemia 9:30 (Namun bertahun-tahun lamanya Engkau melanjutkan sabar-Mu terhadap mereka. Dengan Roh-Mu Engkau memperingatkan mereka, yakni dengan perantaraan para nabi-Mu, tetapi mereka tidak menghiraukannya, sehingga Engkau menyerahkan mereka ke tangan bangsa-bangsa segala negeri).

·       Mazmur 51:11 (Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosaku, hapuskanlah segala kesalahanku!).

·       Yesaya 63:10-11(Tetapi mereka memberontak dan mendukakan Roh Kudus-Nya; maka Ia berubah menjadi musuh mereka, dan Ia sendiri berperang melawan mereka. Lalu teringatlah mereka kepada zaman dahulu kala, zaman Musa, hamba-Nya itu: Di manakah Dia yang membawa mereka naik dari laut bersama-sama dengan penggembala kambing domba-Nya? Di manakah Dia yang menaruh Roh Kudus-Nya dalam hati mereka).

·       Mikha 2:7 (Bolehkah hal itu dikatakan, keturunan Yakub? Apakah TUHAN kurang sabar? Atau seperti inikah tindakan-Nya? Bukankah firman-Ku baik terhadap orang yang benar kelakuannya?).

 

2. 3. 5 Ke-Allah-an Roh dalam Perjanjian Lama

·       Ayub 33: 4 (Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa membuat aku hidup).

·       Mazmur 104:30 (Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi).

·       Mazmur 139:7 (Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu).

 

2. 3. 6 Kata-kata Roh Kudus Disebut Kata-kata Tuhan

·       1 Samuel 10:10 (Ketika mereka sampai di Gibea dari sana, maka bertemulah ia dengan serombongan nabi; Roh Allah berkuasa atasnya dan Saul turut kepenuhan seperti nabi di tengah-tengah mereka).

·       2 Samuel 23:2 (Roh TUHAN berbicara dengan perantaraanku, firman-Nya ada di lidahku).

·       Zakharia 2:10 (Bersorak-sorailah dan bersukarialah, hai puteri Sion, sebab sesungguhnya Aku datang dan diam di tengah-tengahmu, demikianlah firman TUHAN).

·       Zakharia 7:12 (Mereka membuat hati mereka keras seperti batu amril, supaya jangan mendengar pengajaran dan firman yang disampaikan TUHAN semesta alam melalui roh-Nya dengan perantaraan para nabi yang dahulu. Oleh sebab itu datang murka yang hebat dari pada TUHAN).

 

 

2. 4 Perjanjian Baru[18]

Dalam Perjanjian Baru, Injil Yohanes menekankan keilahian Yesus, menampilkan Yesus sebagai Logos, pra-eksistensi dan ilahi, "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah"(Yohanes 1:1) dan "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran" (1:14). Bagian-bagian lain Injil Yohanes ditafsirkan dalam pengertian ini, "Aku dan Bapa adalah satu“ (10:30), "Bapa di dalam Aku, dan Aku di dalam Bapa" (10:38), dan "Tomas berkata kepadanya, "Ya Tuhanku dan Allahku!" (20:28). Yohanes mengidentifikasikan Yesus sebagai Tuhan seperti yang dikatakan Yesaya (Yoh. 12:34-45, Yes . 6:1-10) dan teks-teks lain (Ibr. 1:1-12) juga merujuk kepada Yesus sebagai Allah.

Surat-surat Paulus telah ditafsirkan untuk menunjuk ke-ilahi-an Yesus. Kolose 1:16 (karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia) dan 2: 9 (Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allah-an), dan Rasul Paulus telah menyatakan dalam Galatia 1:1,"Dari Paulus, seorang rasul, bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati)".

Keterangan biblis lain perihal Yesus sebagai Allah berasal dari bahasa Inggris abolisionis dan Granville Sharp yang melihat idiom Yunani, yang sekarang disebut Granville Sharp's: Setiap dua kata benda personal, tunggal, dan bukan nama yang tepat tersambung dalam sebuah TSKS pola (The-substantif-Kai-substantif, di mana 'kai' adalah bahasa Yunani untuk 'dan') maka kedua nomina mengacu kepada orang yang sama. Oleh karena itu, ketika Paulus berkata, "dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus" (Titus 2: 13), maka secara tata bahasa ia mengidentikan Yesus Kristus sebagai Allah yang besar. Dan idiom Yunani menunjukkan bahwa baik para penulis Perjanjian Baru pun Bapa-bapa gereja awal menganggap Yesus sebagai Allah. Disepakati bahwa Alkitab juga merujuk Yesus sebagai manusia, yang sejalan dengan konsep teologi Trinitarian kenosis.

Konsep Trinitas lebih kuat ditekankan dalam Perjanjian Baru. Perjanjian Baru dengan tegas menunjukkan Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah. Selain itu, Perjanjian Baru juga mengajarkan bahwa ketiga Pribadi Ilahi itu sekaligus berbeda dan sederajat.

·       Bapa disebut Allah (Yoh 6:27; 20:17; 1 Kor. 8:6; Gal. 1:1; Ef. 4:6; Flp. 2:11; 1 Ptr. 1:2) .

·       Yesus Kristus dinyatakan sebagai Allah. Keilahian-Nya dibuktikan dengan nama-nama ilahi yang diberikan kepada-Nya, dengan karya-Nya yang menyatakan ke-Allah-an-Nya (menegakkan segala sesuatu, Kol 1:17; penciptaan, Kol 1 : 16, Yoh 1:3; dan penghakiman di masa depan, Yoh 5:27), dengan sifat-sifat ilahi-Nya (keabadian, Yoh 17:5; hadir di mana-mana, Mat. 28:20; kemahakuasaan, Ibr. 1:3; kemahatahuan, Mat. 9:4), dan pernyataan eksplisit keilahian-Nya (Yoh 1:1; 20:28; Tit 2:13; Ibr. 1:8).

·       Roh Kudus diakui sebagai Allah. Dengan membandingkan komentar Petrus dalam Kis 5: 3 dan 4, kita dapat melihat bahwa dalam kebohongan kepada Roh Kudus (ayat 3), Ananias berbohong kepada Allah (ayat 4). Dia memiliki sifat-sifat mahatahu yang hanya dapat dimiliki oleh Allah (1 Kor. 2:10) dan kehadiran di mana-mana (1 Kor. 6:19), dan Dia melahirkan kembali orang-orang untuk hidup baru (Yoh 3:5-6, 8; Tit. 3 : 5), dan hanya Allah yang memiliki kekuatan kehidupan. Akhirnya, ke-ilahian-Nya dengan jelas dalam predikat Tuhan yang digunakan untuk Roh sebagai "Roh Allah kita" (1 Kor. 6:11), yang harus dipahami sebagai "Roh, yang adalah Tuhan kita."

Bukti-bukti dari tulisan-tulisan PB, selain dari Injil, sudah cukup untuk menunjukkan bahwa Kristus telah menginstruksikan para murid suatu ajaran ke tingkat yang lebih tinggi daripada yang dicatat oleh salah satu dari keempat penginjil. Sepenuh hati mereka menyatakan doktrin Trinitas sebagai sumber penebusan. Pencurahan Roh pada hari Pentakosta menyatakan Roh menjadi lebih menonjol, dan pada saat yang sama memberikan terang baru dari Roh Kudus kepada Anak. Petrus, dalam menjelaskan fenomena Pentakosta, mewakili aktivitas Trinitas, "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini" (Kis 2:32-33). Jadi momen Pentakosta ini merupakan pendirian doktrin Trinitas. Ada penyebutan karunia Roh, jenis pelayanan untuk Tuhan yang sama dan inspirasi yang sama untuk pekerjaan Allah (1 Kor. 12:4-6).

Jejak keselamatan Trinitas yang sama, ”yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya”(1 Pet. 1:2). Kerasulan doa: "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian" (2 Kor. 13:13), tidak hanya merangkum pengajaran kerasulan, tapi menafsirkan lebih dalam arti Trinitas dalam pengalaman Kristen, anugrah keselamatan dari Anak memberikan akses kepada kasih Bapa dan persekutuan Roh. Dari bukti-bukti di atas, jelas Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah adalah Satu dalam Tiga Pribadi.

 

2. 5 Allah Trinitas dalam Perspektif Sejarah[19]

2. 5. 1 Asal Usul Rumus Trinitas[20]

Dasar doktrin Trinitas ditemukan dalam teks Perjanjian Baru yang mengasosiasikan Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Perikope Matius, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus"(Mat 28:19) dan Paulus, "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kalian semua"(2 Kor. 13:14 ) dilihat memberikan pendasaran iman Trinitaris.

Pada tahun 325, Konsili Nicea mengadopsi sebuah istilah untuk hubungan Anak dan Bapa yang sejak saat itu dipandang sebagai ciri khas ortodoksi yang menyatakan bahwa Anak adalah "substansi yang sama" (μοούσιος) dengan Bapa. Ini dikembangkan lebih lanjut dalam rumus "tiga pribadi, satu substansi". Jawaban atas pertanyaan "Apa itu Allah? menunjukkan ke-satu-an dari kodrat ilahi, sementara jawaban atas pertanyaan "Siapa Allah?" menunjukkan ke-tiga-an "Bapa, Anak dan Roh Kudus".

Santo Athanasius,[21] menyatakan bahwa para uskup terpaksa menggunakan istilah ini, yang tidak ditemukan dalam Kitab Suci. Istilah homoousios ('satu substansi') dalam rangka menjaga hubungan  Anak dan Bapa yang telah ditolak oleh Arius.

Iman Nicea berbicara sedikit tentang Roh Kudus. Doktrin tentang keilahian dan kepribadian Roh Kudus dikembangkan oleh Athanasius dalam dekade terakhir hidupnya. Dia membela dan menyempurnakan rumus Nicea. Pada akhir abad ke-4, di bawah kepemimpinan Basilius dari Kaisarea, Gregorius dari Nyssa, dan Gregory dari Nazianze (Bapa-bapa Kapadokia), ajaran tentang substansi mencapai bentuk seperti yang sekarang.

 

2. 5. 2 Perumusan Doktrin

Perkembangan paling signifikan dalam mengartikulasikan doktrin Trinitas terjadi di abad ke-4, dengan sekelompok orang yang dikenal sebagai Bapa-bapa Gereja. Meskipun Bapa-bapa Gereja awal telah menegaskan ajaran-ajaran para rasul, tetapi mereka lebih fokus pada tugas pastoral Gereja di bawah penganiayaan Kekaisaran Romawi. Dengan demikian Bapa-bapa Gereja awal sebagian besar tidak dapat menulis risalah doktrinal dan eksposisi teologis. Penganiayaan terhenti setelah Kaisar Konstantinus.

Kepercayaan akan Allah Trinitas awalnya bukanlah sebuah ajaran melainkan, tanggapan atas ajaran-ajaran sesat seperti Arianisme, dan dengan jelas diungkapkan dalam syahadat bahwa gereja telah ada sejak zaman para rasul. Setelah Konsili Nicea, kembali ditegaskan ke-ilahi-an Kristus dan merujuk "Bapa, Anak dan Roh Kudus".

 

2. 5. 3 Penggambaran Trinitas dari Basilika St. Denis di Paris.       

Iman Trinitas dirumuskan dan disahkan oleh Gereja sejak abad ketiga dan keempat sebagai reaksi terhadap heterodoks teologi mengenai Trinitas dan atau mengenai Kristus. Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, direvisi pada tahun 381, yang dianut oleh Gereja Ortodoks Timur, dengan satu tambahan (klausa filioque).

Pengakuan Iman Nicea, yang merupakan formulasi klasik dari doktrin Trinitas, menggunakan "homoousios" (Yunani: "memiliki esensi yang sama") tentang hubungan antara Anak dengan Bapa. Kata ini berbeda dari yang digunakan oleh non-Trinitarian pada waktu itu, "homoiousios" (Yunani: "serupa esensi").

Paulus dari Samosata[22] dikutuk karena menggunakan istilah ini dalam pengertian Adoptionisme, merujuk istilah "homoousios". Pada abad keempat orang Kristen yang menolak iman Trinitas (Nicea) dikutuk oleh Gereja. Selain itu, makna dari "ousia" dan "hypostasis" memiliki arti yang tumpang tindih pada saat itu. Athanasius dari Aleksandria (293-373) membantu untuk memperjelas istilah-istilah.

Dalam apologetiknya Gereja menggunakan filsafat Yunani, terutama dari Neoplatonisme, yang bahasanya diadopsi untuk menjelaskan penolakan gereja terhadap Arianisme dan Adoptionisme di satu pihak (ajaran bahwa Kristus adalah lebih rendah daripada Bapa, atau bahkan bahwa Ia hanya manusia), dan Doketisme dan paham Sabellianisme di sisi lain (mengajar bahwa Kristus adalah ilusi, atau bahwa Ia identik dengan Allah Bapa). Di Barat Agustinus dari Hippo menyumbang banyak spekulasi perkembangan doktrin Trinitas seperti yang dikenal pada saat ini. Selain itu para Bapa Kapadokia (Basilius Agung, Gregorius dari Nyssa, dan Gregorius Nazianze) lebih menonjol di Timur. Jejak Augustinianisme ditemukan, misalnya, di barat, yang walaupun menyandang nama dan mereproduksi pandangan dari abad keempat untuk melawan Arianisme, tetapi mungkin saja ditulis lebih kemudian.

Kontroversi ini adalah untuk menegaskan iman Trinitas. Menurut Credo Athanasius, masing-masing dari ketiga pribadi ilahi dikatakan abadi, Mahakuasa, tidak lebih atau kurang daripada yang lain, masing-masing adalah Tuhan.

Modalisme berusaha memecahkan misteri Tritunggal dengan mengindikasikan bahwa Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah modus, aspek atau peran, dari Allah. Dalam modus dari Anak, mengalami Allah dalam daging, sebagai manusia, sepenuhnya manusia dan sepenuhnya Allah. Allah menyatakan diri sebagai Roh Kudus oleh tindakan-Nya di bumi dan di dalam kehidupan. Pandangan ini dikenal dengan Sabellianisme, dan dianggap sebagai ajaran sesat oleh Konsili Ekumenis. Trinitarianisme, di sisi lain, menegaskan bahwa Bapa, Putra dan Roh secara bersamaan ada sebagai tiga pribadi dalam satu esensi, masing-masing sepenuhnya Tuhan yang sama.

Doktrin ini dikembangkan menjadi bentuk yang sekarang justru melalui konfrontasi dengan alternatif dan proses perbaikan terus-menerus dengan cara yang sama. Bahkan sekarang, dialog ekumenis antara Ortodoks Timur, Katolik Roma, Gereja Asiria di Timur, Anglikan dan Protestan, mencari ekspresi doktrin Trinitas dan Kristologis yang akan mengatasi perbedaan-perbedaan yang ada. Karena itu doktrin Trinitas adalah simbolik dan agak paradoks.

 

2. 6 Teologi Trinitas

2. 6. 1 Baptisan Sebagai Awal Pelajaran

Baptisan itu sendiri umumnya bertalian langsung dengan rumus Trinitaris, "dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus" (Mat 28: 19). Rumusan Trinitaris mengidentifikasikan nama ini dengan iman Kristen dalam mana baptisan adalah sebuah inisiasi, seperti yang terlihat dalam laporan Basilius Agung (330-379), "Kami terikat untuk dibaptis dalam istilah yang telah kita terima, dan untuk menyatakan iman dalam istilah-istilah yang dalam mana kita telah dibaptis". Ini adalah iman baptisan kita", maka Konsili Konstantinopel (382) juga mengatakan, "yang mengajarkan kita untuk percaya dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Menurut Iman ini ada satu Tuhan, Bapa, Anak, dan Roh Kudus".

Mat 28:19 dapat merupakan indikasi bahwa baptisan dikaitkan dengan rumusan Trinitaris sejak awal keberadaan Gereja. Beberapa kelompok Kristen, menyatakan keberatan terhadap pandangan Trinitaris dalam rumusan baptisan. Bagi mereka, bahwa Kisah para Rasul tidak menyebut rumus ini dengan melampaui semua pertimbangan lain. Rumusan ini lebih merupakan panduan liturgi untuk praktek mereka sendiri. Untuk alasan ini, mereka sering memfokuskan diri pada rumusan pembaptisan dalam Kisah para Rasul. Sebagai contoh, Kittel mengutip ungkapan "dalam nama" (Yunani: ες τ νομα) seperti rumusan pembaptisan yang digunakan dalam Kisah para Rasul:

Ciri khas baptisan Kristen adalah diberikan dalam nama Kristus (ες Χριστόν), atau dalam nama Kristus (ες τ νομα Χριστο).[23] Rumusan (ες τ νομα) tampaknya lebih merupakan istilah tekhnis. Penggunaan terminologi Hellenis ini mau mengatakan nama dari orang yang memilikinya, dan dalam baptisan nama Kristus diucapkan, dipanggil dan diakui oleh orang yang dibaptis (Kis 22: 16). [24]

 

Mereka yang menempatkan penekanan besar pada pembaptisan dalam Kis sering juga mempertanyakan keaslian Mat 28: 19 dalam bentuk yang sekarang.

A. Ploughman dan Conybeare FC, telah mempertanyakan keaslian Matius 28: 19, namun sebagian besar ahli Perjanjian Baru menerima keaslian teks ini, karena tidak ada varian naskah-naskah mengenai rumusan ini, dan ditemukan juga dalam Didakhe serta karya-karya patristik dari abad pertama dan kedua seperti Ignatius, Tertullianus, Hippolitus, Siprianus, dan Gregorius Thaumaturgus. Kis hanya menyebutkan orang-orang percaya yang dibaptis "dalam nama Yesus Kristus" (Kis 2:38; 10:48) dan "dalam nama Tuhan Yesus" (8: 16; 19: 5). Tidak ada referensi Alkitab untuk baptisan dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus di luar Mat 28: 19, atau referensi alkitabiah atau patristik, untuk baptisan dalam nama (Tuhan) Yesus (Kristus) di luar Kis. Mengomentari Mat 28:19, Gerhard Kittel menyatakan:

Tiga persona (Bapa, Anak dan Roh Kudus) segera menemukan ekspresi di dalam rumus triade 2 Kor 13: 14 dan 1 Kor 13: 14 dan dalam 1 Kor. 12: 4-6; 12:4-6. Bentuknya yang pertama kali ditemukan dalam rumus baptisan dalam Mat 28: 19 adalah jelas bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus dihubungkan dalam kesatuan yang tidak terpisahkan.[25]

Dalam Injil Sinoptik baptisan Yesus sendiri sering ditafsirkan sebagai manifestasi dari ketiga pribadi Trinitas: "Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan" (Mat 3: 16-17).

2. 6. 2 Satu Tuhan[26]

 Kekristenan adalah agama monoteis. Tidak pernah dalam Perjanjian Baru konsep trinitarian menjadi "tritheisme" (tiga Allah). Allah adalah satu, dan bahwa Allah Bapa adalah satu, ini terang dinyatakan dalam Alkitab:

  • Shema dari Kitab Suci Ibrani: " Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa" (Ul. 6:4).
  • "Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku" (Yes 44: 6).
  • Dalam Perjanjian Baru: " Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa" (Mrk. 12: 29).

Dalam pandangan Trinitaris, Bapa dan Anak dan Roh Kudus adalah satu hakikat, substansi. Pusat dan penegasan penting iman Kristen adalah bahwa hanya ada satu penyelamat, Tuhan, dan satu keselamatan, yang nyata dalam Yesus Kristus, dalam kekuatan Roh Kudus.[27] Allah Perjanjian Lama masih sama dengan Allah Perjanjian Baru.[28] Dalam kekristenan, dapat dipahami bahwa pernyataan-pernyataan tentang Tuhan yang satu dimaksudkan untuk membedakan pemahaman Ibrani dari pandangan politeisme, yang melihat kekuasaan ilahi seperti dalam beberapa makhluk yang memiliki pertentangan satu dengan yang lainnya.

 

2. 6. 3 Allah dalam Tiga Pribadi[29]

Menurut doktrin Trinitas, Allah ada dalam tiga persona atau hipostasis, tetapi satu dalam kodrat keilahian. Allah hanya memiliki satu sifat ilahi. Rumusan Konsili Calsedon  Katolik Roma, Kristen Ortodoks, Anglikan dan Protestan, berpendapat bahwa, pribadi kedua Trinitas (Putera-Yesus), diasumsikan sifat manusia, sehingga Ia memiliki dua kodrat (dan dengan demikian dua kehendak), dan keduanya benar-benar dan sepenuhnya Tuhan yang sejati dan manusia sejati.

Ketiga persona Trinitas dikatakan satu dan co-eternal, seperti yang tercantum dalam Credo Athanasia: Bapa tidak diciptakan, Anak tidak diciptakan, dan Roh Kudus tidak diciptakan, dan ketiganya adalah kekal tanpa permulaan. Gereja Katolik Roma mengajarkan dalam arti procedure (Latin), tapi tidak dalam arti kata kerja Yunani κπορεύεσθαι, Roh "berasal" dari Bapa dan Anak.

"Bapa dan Anak dan Roh Kudus" bukan tiga nama berbeda untuk bagian-bagian yang berbeda dari Tuhan, tetapi satu nama bagi Tuhan, karena Bapa tidak dapat dibagi dari Anak atau Roh Kudus dari Anak. Allah selalu dicintai, dan selalu ada dalam persekutuan yang harmonis sempurna antara tiga pribadi Trinitas. Satu konsekuensi dari ajaran ini adalah bahwa Tuhan tidak mungkin menciptakan manusia supaya memiliki seseorang untuk diajak bicara atau untuk mencintai: Allah "sudah" menikmati persekutuan pribadi; menjadi sempurna. Ia tidak menciptakan manusia karena kekurangan atau ketidakmampuan yang dimilikinya.

Thomas Hopko, seorang teolog Ortodoks Timur, mengatakan bahwa jika Allah itu bukan Tritunggal, Dia tidak bisa mencintai sebelum menciptakan makhluk lain pada siapa untuk memberikan cintanya. Jadi Tuhan bersabda, "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya sendiri, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1: 26-27). Penekanan dalam Kej 1: 26 adalah pada pluralitas Ketuhanan, dan 1: 27 pada kesatuan ilahi. Satu kemungkinan interpretasi Kej 1: 26 adalah bahwa hubungan Allah dalam Trinitas tercermin dalam manusia oleh hubungan ideal antara suami dan istri, dua orang menjadi satu daging, seperti dijelaskan dalam penciptaan Eva dalam bab berikutnya.

 

 

 

2. 6. 4 Saling Berdiamnya[30]

Sebuah penjelasan penting perihal hubungan pribadi ilahi yang berbeda disebut "perichoresis", (Yunani: terjadi di sekitar, balutan). Konsep ini mengacu pada Yoh 14-17, di mana Yesus menyampaikan kepada para murid makna kepergian-Nya kepada Bapa, katanya, adalah demi mereka, maka Ia akan datang kepada mereka ketika "penghibur" diberikan kepada mereka. Pada waktu itu, katanya, para murid akan diam di dalam diri-Nya, ketika Ia tinggal di dalam Bapa, dan Bapa diam di dalam diri-Nya, dan Bapa akan tinggal di dalam mereka. Ini menurut teori perichoresis, "mengandung makna timbal balik satu sama lain, satu amplop secara permanen dan dibungkus secara permanen "(Hilarius dari Poitiers).

Saling berdiamnya ini juga dapat membantu kita menggambarkan konsep Trinitas. Konsep Trinitaris menegaskan manfaat doktrinal yang selaras dengan ajaran Kristen bahwa persatuan dengan Anak dalam kemanusiaan-Nya membawa persatuan dengan orang yang berdiam dalam dirinya sendiri, seperti kata-kata Rasul Paulus, "seluruh kepenuhan keilahian" dan bukan sebagian. Perichoresis memberikan sosok intuitif dari arti tersebut. Putra, Firman abadi, ada dari kekal, sama seperti Anak berdiam di dalam Bapa dan Roh, maka, ketika Roh Kudus "diberikan", hal itu terjadi seperti kata Yesus, "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu, sebab Aku akan datang kepadamu" (Yoh 14: 18).

Beberapa bentuk persatuan manusia dianggap tidak identik tetapi sejalan dengan konsep Trinitas, seperti yang ditemukan misalnya dalam kata-kata Yesus tentang pernikahan, “sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu” (Mrk 10: 7-8). Menurut kata-kata Yesus, menikah dengan seseorang dalam arti tertentu bukan lagi dua, melainkan bergabung menjadi satu. Oleh karena itu, para teolog Ortodoks juga melihat hubungan perkawinan sebagai gambar, atau "ikon" dari Allah Trinitas, di mana hubungan persekutuan, seperti kata-kata Rasul Paulus, "satu anggota dari yang lain". Seperti perkawinan, kesatuan gereja dengan Kristus dianggap sama dalam pengertian tertentu yang analog dengan kesatuan Trinitas, seperti mengikuti doa Yesus kepada Bapa bagi gereja, ”Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu” (Yoh 17: 22).

 

2. 6. 5 Generasi Kekal dan Prosesi[31]

Trinitarianisme menegaskan bahwa Anak "diperanakkan" (atau "dijadikan") dari Bapa dan bahwa Roh "berasal" dari Bapa, tetapi Bapa "tidak diperanakkan maupun diciptakan". Argumen mengenai apakah Roh berasal dari Bapa sendiri, atau dari Bapa dan Putra, adalah salah satu katalis dari skisma besar, dalam hal ini mengenai penambahan klausa filioque kepada Credo Nicea.

Bahasa ini sering dianggap sulit karena, jika digunakan mengenai manusia atau makhluk lain, itu akan selalu menyiratkan waktu dan perubahan; ketika digunakan di sini, tanpa awal, perubahan dalam keberadaan, atau proses dalam waktu yang dimaksudkan dan pada kenyataannya dikecualikan. Anak dihasilkan ("lahir" atau "diperanakkan"), dan Roh berlangsung selama-lamanya. Agustinus dari Hippo menjelaskan, "Tahun-tahun-Mu adalah satu hari, dan hari-Mu bukanlah hari, tapi hari ini; karena hari-Mu bukanlah besok, karena juga tidak mengikuti kemarin. Hari-Mu adalah kekal sehingga Engkau ada sejak kekal, kepada siapa Engkau mengatakan, “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini” (Mzm 2: 7).

 

2. 6. 6 Anak Diperanakkan, Tidak Diciptakan

Karena Anak diperanakkan, bukan diciptakan, substansi pribadi-Nya adalah ilahi. Penciptaan ada melalui Anak, tetapi Anak sendiri bukan bagian dari ciptaan itu melainkan melalui inkarnasi.

Bapa-bapa Gereja menggunakan beberapa analogi untuk mengungkapkan pikiran ini. St. Ireneus dari Lyon, teolog besar terakhir dari abad kedua menulis, "Bapa adalah Allah, dan Anak adalah Allah, untuk apa pun yang diperanakkan dari Allah adalah Allah."

Memperluas analogi ini, bisa dikatakan pula bahwa apa pun yang dihasilkan dari manusia adalah manusia. Dengan demikian, mengingat bahwa manusia, dalam kata-kata Alkitab, "diciptakan menurut gambar dan rupa Allah", suatu analogi dapat ditarik antara Esensi Ilahi dan sifat manusia, antara Pribadi Ilahi dan pribadi manusia. Analogi ini masih jauh dari sempurna, walaupun Pribadi Ilahi dan manusia ditandai oleh adanya "loci relationship". Bagi orang Kristen, analogi ini penting berkenaan dengan Gereja, yang oleh Rasul Paulus disebut "tubuh Kristus" dan yang anggota-anggotanya adalah "anggota Kristus", juga "anggota salah satu dari yang lain".

Namun, setiap upaya untuk menjelaskan sepenuhnya misteri Trinitas sampai batas tertentu selalu saja terbatas. Perbedaan antara mereka yang percaya akan Tritunggal dan mereka yang tidak, bukan merupakan masalah pemahaman akan misteri, tetapi sebaliknya terutama tentang identitas pribadi Kristus. Ini bertalian dengan perbedaan konsep keselamatan yang berhubungan dengan Kristus yang mendorong semua reaksi, baik menguntungkan atau tidak menguntungkan, untuk doktrin Tritunggal Mahakudus. Maka, doktrin Trinitas secara langsung terkait dengan Kristologi.

 

2. 6. 7 Trinitas Ekonomia dan Trinitas Ontologis (Imanen)

  • Trinitas Ekonomia: Hal ini mengacu pada tindakan Allah Tritunggal sehubungan dengan penciptaan, sejarah keselamatan, pembentukan Gereja, kehidupan sehari-hari orang-orang beriman dan lain-lain, dan menggambarkan bagaimana Trinitas berkarya dalam sejarah melalui peran atau fungsi yang dilakukan oleh masing-masing Persona Trinitas dalam hubungan-Nya dengan ciptaan.
  • Trinitas Ontologis (atau esensial atau imanen): ini berbicara tentang kehidupan batin (interior) Trinitas (Yoh 1: 1-2), hubungan timbal balik antara Bapa, Putra dan Roh Kudus tanpa mengacu pada hubungan Allah dengan ciptaan. Atau lebih sederhana, Trinitas ontologis (siapa Allah itu) dan Trinitas ekonomia (apa yang Tuhan lakukan). Teolog Katolik (Karl Rahner) melangkah lebih jauh dengan mengatakan "Trinitas ekonomia adalah Trinitas imanen, dan sebaliknya".

Teolog Nicea kuno berpendapat bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh tiga pribadi dari Tritunggal selalu bekerja bersama, karena pekerjaan mereka selalu berasal dari Allah yang satu. Karena kesatuan ini, Tritunggal tidak dapat melibatkan subordinasi abadi Anak kepada Bapa. Subordinasi abadi hanya bisa ada apabila kehendak Anak setidaknya dibayangkan berbeda dari Bapa. Tetapi ajaran Nicea mengatakan bahwa Anak tidak dapat berbeda dari Bapa. Mereka adalah satu. Jika tidak, mereka bukan satu Allah.

Dalam menjelaskan mengapa Alkitab berbicara tentang Anak sebagai subordinat kepada Bapa, teolog besar Athanasius berpendapat bahwa Alkitab memberikan suatu "rekening ganda", salah satu subordinasi temporal dan sukarela dalam inkarnasi, dan lain dari status ilahi yang abadi. Bagi Athanasius, Anak adalah satu dalam keberadaan abadi dengan Bapa, temporal dan sukarela dalam penjelmaan.

Seperti Athanasius, para Bapa Kapadokia juga berpendapat bahwa tidak ada kesenjangan Trinitas ekonomia dalam Trinitas. Basilius menulis, "Kita melihat karya Bapa, Anak, dan Roh Kudus menjadi satu dan sama, tidak menghormati perbedaan; dari identitas karya ini kita harus menyimpulkan kesatuan kodrat Allah Trinitas".

Agustinus juga menolak gagasan hirarki ekonomia dalam Trinitas. Ia mengatakan bahwa ketiga pribadi Trinitas "kesetaraan yang tak terpisahkan dari satu substansi hadir dalam kesatuan ilahi". Karena tiga persona adalah satu, ini berarti bahwa bagi Agustinus karya mereka di dunia adalah satu. Untuk alasan ini, mustahil bagi Agustinus berbicara tentang Bapa memerintah dan menaati Anak seolah-olah bisa ada konflik kehendak dalam Trinitas.

John Calvin juga berbicara panjang lebar tentang doktrin Trinitas. Seperti Athanasius dan Augustinus sebelumnya, ia menyimpulkan bahwa Filipi 2: 4-11 menunjukkan bagaimana Kitab Suci seharusnya dibaca dengan benar. Baginya ketaatan Anak terbatas pada inkarnasi yang menandakan kemanusiaan sejati yang diasumsikan bagi keselamatan manusia.

Gagasan-gagasan ini telah banyak diringkas dalam Credo Athanasia. Credo ini menekankan kesatuan Trinitas dan kesetaraan masing-masing, bahwa keilahian, keagungan, dan kewenangan ketiga pribadi ilahi adalah sama. Ketiganya dikatakan sebagai "Mahakuasa" dan "Tuhan" (tidak ada subordinasi; "tidak ada yang sebelum atau sesudah yang lain" (tidak ada tingkatan hirarkis), dan "tidak ada yang lebih besar, atau kurang dari yang lain" (tidak ada yang menjadi subordinasi). Jadi, karena pribadi ilahi Trinitas berkarya dalam kesatuan, tidak ada kemungkinan adanya hirarki atau ketidaksetaraan dalam Tritunggal.

Sejak tahun 1980-an, beberapa teolog evangelis telah sampai pada kesimpulan bahwa Trinitas mungkin tidak sama, namun tetap sama dalam ekonomis ontologis. Teori ini dikemukakan oleh George W. Knight III dalam buku The New Testament Teaching on the Role Relationship of Men and Woman, yang menyatakan bahwa Anak Allah selalu tunduk pada otoritas Allah Bapa. Kesimpulan ini digunakan sebagai sarana penunjang tesis utama bukunya: bahwa wanita tunduk dalam kekuasaan secara permanen kepada suami mereka di rumah dan para pemimpin laki-laki di gereja, meskipun secara ontologis sama. Bertalian dengan teori ini ditegaskan bahwa Bapa memiliki peran memberi perintah, dan Anak memiliki peran menaati perintah.

 

2. 7. Kesimpulan

            Melalui uraian yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan atasnya: 1). Allah yang diimani oleh orang Kristen adalah Allah monoteis, maka agama Kristen adalah agama monoteis, 2). Perumusan iman Kristen berdasar pada referensi biblis, baik dari Perjanjian Baru pun dari Perjanjian Lama, 3). Dan akhirnya iman Kristiani dieksplisitkan melalui refleksi yang dirumuskan dalam doktrin Trinitaris.

 

3. Allah Trinitas: Antara “Analogi Waria” dan “Teologi Monyet”

            Bagian berikut berisi gagasan penulis perihal kebenaran iman Trinitas yang dilawankan dengan “Analogi Waria” dan “Teologi Monyet”. Oleh karena itu, uraian berikut lebih bernada apologetis dengan merujuk pada uraian iman Trinitaris yang telah dipaparkan di atas.

            Pada bagian awal, penulis telah merumuskan tentang “Analogi Waria” dan “Teologi Monyet”. Melalui uraian atasnya penulis menarik beberapa persoalan mendasar yang hendak dijawab dalam tulisan ini. Persoalan yang dimaksud ialah: kerancuan konsep Trinitas, tidak adanya data biblis yang berbicara tentang Allah Trinitas, dan akhirnya Yesus bukanlah Allah melainkan manusia biasa. Benarkah permasalahan yang dipaparkan tersebut? Berikut adalah uraian atasnya.

 

3. 1 Kerancuan Konsep Trinitas

            Misteri Tritunggal Mahakudus merupakan rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Iman Trinitas merupakan misteri kehidupan batin ilahi, dasar dan pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya. Itulah yang paling mendasar dan hakiki dalam hirarki kebenaran iman, yang dengannya hendak mengatakan bahwa seluruh sejarah keselamatan tidak lain dari sejarah dan upaya yang dengan perantaraannya Allah yang satu dan benar - Bapa, Putera, dan Roh Kudus - mewahyukan diri, memperdamaikan diri-Nya dengan manusia yang berbalik dari dosa dan mempersatukan mereka dengan diri-Nya.[32]

            Berdasarkan misteri ini, orang Kristen dibaptis atas “nama” (tunggal) dan bukan atas “nama-nama” (jamak) Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Ini mau mengatakan bahwa hanya satu Allah, Bapa yang mahakuasa, dan Putera-Nya yang tunggal dan Roh Kudus: Tritunggal Mahakudus.[33]

            Misteri iman ini ada dalam Kitab Suci dan kemudian mengalami perkembangan lewat perumusan dogma. Gereja tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga pribadi. Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing mereka adalah Allah sepenuh dan seluruhnya: “Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat”. Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat atau kodrat ilahi”.[34]

            Bertalian dengan “analogi waria”, kiranya analogi ini terlalu bernuansa negatif bila digunakan untuk menganalogikan Allah Trinitas. Ada kecenderungan bila menerima analogi ini, orang akan mengatakan bahwa Allah orang Kristen adalah waria. Namun tetap harus dikatakan bahwa bahasa analogi selalu saja terbatas untuk mengungkapkan misteri Allah Trinitas, dan analogi ini sendiri adalah terbatas untuk menjelaskannya.

 

3. 2. Tidak Ada Konsep Trinitas dalam Kitab Suci dan Bukan Warisan Yesus

            Dari referensi biblis yang telah diuraikan di depan dapat dikatakan bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak menggunakan dan mengajarkan secara eksplisit tentang Trinitas. Namun demikian, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menyediakan bahan yang dalam mana doktrin Trinitas berdasar. Bahan-bahan itu secara implisit dikatakan dalam Perjanjian Lama, kemudian dinyatakan lebih terang oleh Yesus sendiri dalam Perjanjian Baru, dan kemudian diperjelas melalui refleksi yang panjang oleh Gereja. Maka dapat disimpulkan bahwa doktrin Trinitas berdasarkan Kitab Suci dan merupakan warisan Yesus.

            Dengannya hendak dikatakan pula bahwa Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan kesatuan karena rencana Allah hanya satu yang berisi satu pewahyuan mengenai diri-Nya. Perjanjian Lama merupakan persiapan dan Perjanjian Baru merupakan pemenuhan atasnya.[35] Gereja selalu menghormati Kitab Suci sebagai Sabda Allah. Di dalamnya Gereja menemukan santapan, kekuatan dan dukungan. Gereja mengajarkan bahwa Allah sendirilah yang menjadi pengarang Kitab Suci, dengan menggunakan alat-alat manusiawi untuk melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya.[36] Maka pendasaran iman Trinitas oleh Gereja sungguh berdasar pada Kitab Suci sendiri.

 

3. 3 Yesus Bukan Allah

            Sama seperti gelar-gelar lainnya, gelar Yesus Allah berasal dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Dengan menyebut Yesus adalah Allah hendak mengungkapkan hubungan antara Messias dan Allah (Perjanjian Baru). Dalam Perjanjian Baru Yesus menjelaskan hubungan-Nya dengan Allah yaitu hubungan Bapa dan Anak.[37]

            Gereja mengimani bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Dua kodrat ini dipersatukan dalam satu pribadi. Apapun yang ada dalam keilahian Yesus harus dianggap berasal dari-Nya; demikian pula, apapun yang dalam kemanusiaan Yesus harus dianggap berasal dari pribadi yang sama yaitu Yesus.[38]

            Menyikapi masalah dari kedua teori di atas (Analogi Waria dan Teologi Monyet) yang mempermasalahkan ke-Allah-an Yesus, penulis tidak mau masuk dalam eksege teks yang dikutip, namun harus dikatakan bahwa kutipan-kutipan Injil yang dirujuk lebih menunjukkan sosok manusia Yesus yang menjalankan misi-Nya di dunia sampai pada kepenuhan kemuliaan-Nya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kutipan-kutipan yang diambil tidak representatif untuk mengatakan siapa Yesus itu. Dan penulis sendiri tetap yakin seperti rumusan iman Gereja, bahwa Yesus adalah seratus persen Allah dan seratus persen manusia.

 

3. 4 Bahasa Analogi

            Manusia selalu terbatas untuk mengungkapkan realitas Allah yang tidak terbatas. Untuk mengungkapkan realitas yang tidak terbatas itu, manusia menggunakan satu dari beragam kemungkinan yang ada yakni melalui bahasa analogi. Gereja sendiri dalam perkembangannya kerap menggunakan bahasa analogi untuk menerangkan siapakah Allah Trinitas itu. Namun demikian, usaha ini selalu kurang tepat karena bahasa selalu terbatas untuk mengungkapkan suatu realitas, apalagi realitas yang dimaksud ialah Allah sendiri.

            “Analogi Waria” yang dikemukakan pada awal tulisan ini juga sangatlah terbatas untuk mengungkapkan realitas Trinitas, apalagi analogi ini lebih merupakan batu loncatan untuk menyerang iman Trinitaris. Namun yang jelas harus dikatakan bahwa realitas Ilahi yang maha besar itu tidak mungkin seluruhnya diketahui oleh nalar manusia yang terbatas. Mengutip Agustinus, penulis juga mengatakan bahwa walaupun Allah mewahyukan diri, namun Ia tetap tinggal rahasia yang tidak terucapkan: ”Kalau engkau memahami-Nya, Ia bukan lagi Allah”.[39]

 

Penutup

            Realitas iman Kristen tentang Allah Trinitas bukanlah hasil rekayasa manusia. Keyakinan iman Kristen benar-benar berdasarkan pewahyuan diri Allah melalui Putera-Nya Yesus Kristus. Ini jelas bisa kita temukan dalam Kitab Suci sendiri baik Perjanjian Lama pun Perjanjian Baru. Maka masalah yang dilontarkan dalam “Analogi Waria” dan “Teologi Monyet” adalah tidak berdasar dan jauh dari kebenaran iman yang diyakini oleh orang-orang Kristen sendiri.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abineno, J. L. Ch. Yesus Sang Messias. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984.

 

“Analogi Waria” dalam http://islamic.xtgem.com/trinitas-dan-waria.htm.

 

Bowden, John  Who’s Who in Theology. New York: Crossroad, 1990

 

Cantwell, Laurence S. J. The Theology of the Trinity . 4 Bridge Street, Cork: The Mercier Press, 1969.

 

Douglas, J. D (ed.).  The New Bible Dictionary. Illinois: Inter-Varsity, 1962.

 

Ferguson, B. Sinclair and David F Wright (ed.). New Dictionary of the Theology. Illinois: Inter-Varsity, 1989.

 

Fortman, Edmund J. The Triune God, a Historical Study of the Doctrine of the Trinity. London: Hutchinson, 1972.

 

Griffin, James. Ringkasan Katekismus Katolik yang Baru. (Judul asli: A Summary of the New Catholic Catechism). Diterjemahkan oleh J. Hadiwikarta. Jakarta: Obor, 1996.

 

Katekismus Gereja Katolik 1995. Diterjemahkan oleh P. Herman Embuiru (Ende: Arnoldus, 1995.

 

Keathley, J. Hampton “Trinity” dalam  http:org/article/trinity-triunity-god dan http://en.wikipedia.org/Trinity.

 

Kittel, Gerhard. Theological Dictionary of the New Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 1977).

 

McKenzie, John L. S.J., The Two-Edged Sword. London & Dublin: Geoffrey Chapman, 1959.

 

Pannenberg, Wolfhart Jesus-God and Man. London: SCM Press Ltd, 1968.

 

Richardson, Alan dan John Bowden (ed.), A Dictionary of Christian Theology. London: SCM Press, 1983.

 

Teologi “Monyet” untuk Ketuhanan Trinitas dalam http://kristenisasi.wordpress.com/2009/09/18/teologi-monyet-untuk-ketuhanan-trinitas/.

 



[1] Perihal “Analogi Waria” dikutip langsung dari http://islamic.xtgem.com/trinitas-dan-waria.htm.

[3] Ireneus lahir di Asia Kecil. Dia belajar di Roma sebelum ke Lyon dan menjadi uskup di sana. Dia bertemu dengan Gnostisisme dan menulis Against the Heresies dalam lima buku. Dia lebih terkenal dengan ajaran rekapitulasi [Lihat Ireneus dalam John Bowden,  Who’s Who in Theology (New York: Crossroad, 1990), hlm. 65.]

 

[4] Tertulianus adalah seorang Teolog Afrika. Dia bertumbuh di Kartago sebagai seorang kafir dan pada akhirnya bertemu dan menjadi seorang Kristen dalam cara hidup asketik. Dia menulis banyak karya untuk melawan kaum heretik, Marcion, Praxeas yang menjadi polemik pada zamannya [Lihat Tertulianus dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 119.]

 

[5] Origenes lahir di Yunani dan belajar di Alexandria. Dia menjadi pemimpin sekolah kateketik dan memimpin hidup asketik yang radikal. Karya-karyanya antara lain: Hexapla. His the Principiis dan Against Celsus [Lihat Origenes dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 94.]

[6] Diodorus adalah seorang uskup dan teolog. Dia belajar di Antiokia dan Athena, menjadi seorang rahib dan belajar di Antiokia. Sedikit saja karyanya yang tersisa karena dia dikutuk pada tahun 499 sebagai seorang arigator dari mana menjadi Nestorianisme [Lihat Diodorus dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 39.]

 

[7] Lucian adalah seorang uskup dan martir. Dia adalah seorang imam di Antiokia, dalam mana Arius termasuk di dalamnya dan belajar pandangan-pandangannya. Dia merevisi Kitab Suci bahasa Yunani dan membuatnya lebih mudah dimengerti [Lihat Lucian dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 79.]

 

[8] Arius adalah seorang teolog Kristen. Dia kemungkinan lahir di Libya. Dia terkenal sebagai pengkhotbah. Ketika Alexander menjadi uskup, dia menjadi seorang pengkritik dari gagasannya bahwa Putra mempunyai awal dan subordinasi dari Bapa. Dia kemudian diekskomunikasi oleh Atanasius. Arianisme dalam beragam corak adalah heresi dan ditolak pada Konsili Nicea [Lihat Arius dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 9.]

 

               [9] Keseluruhan bagian poin no. 2 ini merupakan pembahasan ulang dari J. Hampton Keathley, “Trinity” dalam http:org/article/trinity-triunity-god dan http://en.wikipedia.org/Trinity. Selanjutnya dari bahan yang ada penulis meramu dengan menambah beberapa referensi yang bertalian dengan tema ini.

 

               [10] Sinclair B. Ferguson and David F Wright (ed.), New Dictionary of the Theology (Illinois: Inter-Varsity, 1989), hlm. 691; bdk. J. D Douglas (ed.), The New Bible Dictionary (Illinois: Inter-Varsity, 1962, hlm. 911-913.

[11] Theophilus dari Antiokhia adalah seorang apologet Kristen. Sedikit saja yang bisa diketahui perihal hidupnya, kecuali bahwa dia menjadi uskup di Antiokia. Dia diketahui sebagai penulis tiga buku To Autolycus, yang menunjukkan superioritas Allah orang Kristen dan ajaran penciptaan untuk melawan dewa-dewa kafir dan mitologi Yunani [Lihat Theophilus dari Antiokhia dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 9.]

 

               [12] Sinclair B. Ferguson and David F Wright (ed.), New..., hlm. 691-694.

               [13] Laurence Cantwell, S. J, The Theology of the Trinity (4 Bridge Street, Cork: The Mercier Press, 1969), hlm 15-27.

 

 

               [14] Laurence Cantwell, S. J, The Theology ..., hlm 24-27.

               [15] Edmund J. Fortman, The Triune God, a Historical Study of the Doctrine of the Trinity (London: Hutchinson, 1972), hlm. 3-8.

[16] Sinclair B. Ferguson. David F. Wright, J. I Packer (ed.), New Dictionary of Theology (Illinois: Inter-Varsity Press, 1988), hlm. 253-254.

[17] Alan Richardson dan John Bowden (ed.), A Dictionary of Christian Theology, (London: SCM Press, 1983), hlm. 262-269.

               [18] Edmund J. Fortman, The Triune ..., hlm. 10-30; bdk. Laurence Cantwell, S. J, The Theology ..., hlm 15-27.

               [19] Edmund J. Fortman, The Triune ..., hlm. 66-114.

 

[20] Laurence Cantwell, S. J, The Theology ..., hlm 28-43.

[21] Athanasius adalah seorang teolog dan uskup. Dia belajar di Alexandria dan menjadi sekretaris Alexander, yang dengannya dia pergi ke Konsili Nicea dan kemudian menjadi uskup. Dia melawan ajaran Arius dan menulis Contra Gentes, Contra Arianos, dan De Incarnatione. Dalam teologinya dikenal ajaran tentang Logos dan homoousios [Lihat Athanasius dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 9.]

 

[22] Paulus dari Samosata adalah seorang teolog Yunani. Dalam teologinya dia mengajarkan Allah yang dia lihat sebagai seorang person tunggal sampai penciptaan, atau Yesus yang dia lihat sebagai kombinasi dari dua persona yakni manusia dan Allah. Persona Yesus hanya satu tingkat di atas nabi. Pada akhirnya dia menjadi seorang heretik [Lihat Paulus dari Samosata dalam John Bowden, Who’s ..., hlm. 96.]

[23] Gerhard Kittel, Theological Dictionary of the New Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1977), hlm. 539.

 

[24] Gerhard Kittel, Theological …, hlm. 540.

 

[25] Gerhard Kittel, Theological …, hlm. 540.

[26] Edmund J. Fortman, The Triune..., hlm. 300.

 

[27]  Wolfhart Pannenberg, Jesus-God and Man (London: SCM Press Ltd, 1968), hlm 181-183.

 

[28]  John L. McKenzie, S.J., The Two-Edged Sword (London & Dublin: Geoffrey Chapman, 1959), hlm. 302-303.

 

[29] Edmund J. Fortman, The Triune..., hlm. 300.

[30] Edmund J. Fortman, The Triune..., hlm. 293-294.

[31] Edmund J. Fortman, The Triune..., hlm. 292.

[32]  Katekismus Gereja Katolik 1995, diterjemahkan berdasarkan edisi Jerman oleh P. Herman Embuiru (Ende: Arnoldus, 1995), no. 234. Selanjutnya akan disingkat KGK dan diikuti nomornya.

 

[33]  KGK no. 233.

 

[34]  KGK no. 253.

 

[35] James Griffin, Ringkasan Katekismus Katolik yang Baru (judul asli: A Summary of the New Catholic Catechism), diterjemahkan oleh J. Hadiwikarta (Jakarta: Obor, 1996), hlm. 12.

 

[36] James Griffin, Ringkasan ..., hlm. 9-10.

 

[37] Dr. J. L. Ch. Abineno, Yesus Sang Messias (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), hlm. 117-118.

 

[38] James Griffin, Ringkasan ..., hlm. 29.

 

 

[39] KGK no. 230.

LihatTutupKomentar