-->

SAKRAMEN MENURUT ST. AGUSTINUS

 


SAKRAMEN MENURUT AGUSTINUS

Agustinus: Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pemikirannya

Agustinus lahir pada tanggal 13 November 354 di Tagaste, Provinsi Numedia, Afrika Utara. Ayahnya bernama Patrisius, yang pada akhirnya menjadi Kristen sebelum kematiannya pada tahun 371. Ibunya bernama Monika, adalah seorang Kristen sejati.[1]

Agustinus menyelesaikan pendidikan dasar di kota kelahirannya, sedangkan pendidikan lanjut di Madaura. Di Madaura dia mendapat pelajaran kesusastraan, retorika, astronomi, dan musik. Pada tahun 371, dia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Cartago dalam jurusan retorika. Di tempat ini dia terjerumus dalam petualangan seksual dengan seorang wanita dan melahirkan seorang anak, Adeodatus.[2]

Ketika berusia 19 tahun, dia membaca buku karangan Cicero yang berjudul Hortensius yang sangat menggugah hatinya. Ia kemudian menaruh minat pada filsafat yang  menjauhkannya dari Kitab Suci. Dan dalam kebingungan, ia menemukan ketenteraman pada Sekte Manikeisme dan bergabung di dalamnya selama 9 tahun.[3]

Dia kembali ke Tagesta pada tahun 374 setelah menyelesaikan studinya. Kepulangannya ternyata disambut dingin oleh sang ibu karena dia menjadi pengikut Manikeisme. Akhirnya dia kembali ke Cartago untuk memperdalam pengetahuaannya. Pada tahun 383, dia pindah ke Roma, dan diangkat menjadi guru besar ilmu retorika. Di sini dia kerap mendengar kotbah-kotbah Uskup Ambrosius yang memberikan kesan mendalam baginya. Dia memutuskan menjadi Kristen dengan menjadi katekumen, sampai pada akhirnya dia membaca Rom 13: 13-14 yang menghilangkan segala keraguannya.[4]

Setelah meninggalkan jabatan sebagai guru pada tahun 386, dia dibaptis oleh Ambrosius pada Malam Paskah, 24 April 387. Dia manjadi manusia baru dengan mendirikan komunitas baru. Atas desakan orang banyak dia ditahbiskan menjadi imam, kemudian menjadi Uskup Hippo. Dia meneruskan hidup membiaranya, giat melayani umat dan terlibat melawan Manikeisme, Donatisme, dan Pelagianisme. Dia meninggal di Hippo pada tanggal 28 Agustus 430.[5]

Yang jelas bahwa bertalian dengan sikap skeptisnya, Agustinus akhirnya tergoda dan mengalah untuk belajar pidato dan allegorisme dari Ambrosius, Uskup Milan. Dia diperkenalkan dengan Neoplatonis Plotinus dan Porphyry, yang membawanya kepada kesempurnaan dari Manikeisme, dan memperbesar kecintaannya kepada filsafat spiritual. Perkenalan dengan kekristenan, bertalian dengan penglihatan transedental mereka, ada immaterial, dan kejahatan sebagai ketiadaan kebaikan, mengatasi kesulitannya dan menunjukkan kepadanya pengaruh yang kuat kepada agama Kristen. Ini semua membawanya kepada pertobatan.[6]

 

Sakramen dalam Arti Luas dan Ketat

Agustinus memakai kata sakramen baik dalam arti luas pun dalam arti sempit.[7] Dalam arti luas, sacramentum menunjuk pada setiap hal inderawi yang maknanya tidak dapat dihabiskan oleh apa yang tampak padanya, tetapi mengacu pada kenyataan rohani dan adikodrati. Sakramen terbesar adalah inkarnasi. Keselamatan PB dipragambarkan dalam PL seperti perintah Taurat, Sabat, Sunat, Kurban, Paskah, Roti tak Beragi, makanan halal dan haram, pengurapan imam dan raja. Semuanya dapat digolongkan sebagai sakramen dalam arti luas. Dan akhirnya, semua upacara PB yang dipakai oleh Gereja merupakan sakramen.[8] Agustinus juga banyak memakai kata sacramentum dalam arti ketat, yakni sakramen-sakramen Gereja, khususnya Baptis dan Ekaristi. Dalam arti ini sakramen merupakan ”tanda suci”, signum sacrum, sambil menonjolkan baik sifat tanda yang memang khas pada setiap sakramen, pun perbedaan antara tanda lahiriah dengan tanda batiniah.[9]

 

Tanda pada Umumnya

Agustinus berangkat dari paham tentang ”hal” atau ”kenyataan” dan paham tanda (signum) untuk mengerti tentang ”tanda”. Hal (kenyataan) ialah apa saja yang dipakai untuk menandakan sesuatu, misalnya kayu, batu, binatang, dll. Ini berbeda dengan ”kayu Musa”, batu Yakub” dan ”binatang Abraham”, yang merupakan kenyataan-kenyataan sekaligus tanda-tanda yang menunjukkan hal-hal lain.[10] Bertalian dengan tanda dibedakan antara tanda alamiah (signa naturalia) dan tanda konvensional (signa data). Tanda alamiah adalah tanda yang tanpa sengaja dan tanpa ingin menandakan sesuatu, tetapi kodratnya memperkenalkan sesuatu yang lain. Sedangkan tanda konvensional adalah tanda yang diberikan oleh makhluk hidup untuk menunjukkan gerakan hati, perasaan  dan beragam pengetahuan.[11]

 

Tanda Suci pada Khususnya

Sakramen sebagai tanda suci dipahami dalam hakekat dan strukturnya (materi dan forma). Hakekat sakramen adalah sebagai signum sacrum, tanda suci. Yang membedakan sakramen sebagai tanda dari tanda lain ialah bahwa sakramen menyangkut hal-hal ilahi (kudus). Di dalamnya lain yang dilihat, lain pula yang dipahami; yang dilihat dalam rupa jasmani, dan yang dipahami mempunyai buah rohani.[12]

Struktur sakramen tersusun atas elementum dan verbum (bahan dan perkataan). Perkataan merupakan tanda terpenting untuk mengungkapkan pikiran manusia. Perkataan bersifat menentukan, yang membuat anasir/bahan/elementum kepada cara berada yang sakramental. Perkataan itu adalah perkataan iman, verbum fidei, yang diresapi oleh daya Roh Kudus dan dihidupi oleh Gereja. Dalam perkataan sakramental tampaklah iman Gereja.[13]

 

Kenyataan yang Ditandakan oleh Sakramen (Res Sacramenti)

Menurut Agustinus, setiap tanda (signum) adalah sesuatu hal/kenyataan (res), tetapi bukan setiap res merupakan suatu signum. Keserupaannya bahwa melalui tanda tampaklah suatu kenyataan yang tersembunyi. Ini berarti bahwa sakramen tidak menandakan secara langsung rahmat yang diberikannya, melainkan Kristuslah yang menjadi sumber rahmat dalam setiap sakramen.[14]

Ciri tanda sakramental terletak dalam kenyataan-kenyataan penebusan yang rohani, yang melampaui simbol alamiah. Perbedaan tanda sakramental dengan tanda lain ialah: dalam tanda sakramental bertalian antara yang memaksudkan dan yang dimaksudkan; tanda sakramental merupakan dan memuat apa yang ditunjukkan olehnya. Olehnya misteri penebusan Kristus dalam sakramen sekaligus tersembunyi dan terungkap dalam tanda. Agustinus menegaskan, ”tidak ada misteri Allah yang lain kecuali Kristus”. Kristuslah satu-satunya realitas (res), yang di dalam-Nya semua sakramen memuncak dan kehadiran-Nya dijamin oleh Gereja. Kristuslah kenyataan yang ditandakan dalam sakramen, dalam segala dimensi keselamatan-Nya. Kristuslah keseluruhan, Kepala serta anggotanya (Christus totus, caput et membra).[15]



[1]  Peter Brown, Agustine of Hippo: A Biography (London: Queen Square, 1967), hlm.97.)

[2]  Peter Brown, Agustine…, hlm 40.

[3] James Clarke (ed.), “Agustine of Hippo”, dalam Encyclopedia of the Early Church, Vol.I (Hongkong: Great Britain, 1992), hlm. 98).

[4] Jeraldc Braver (ed.), Dictionary of Church History (Philadelpia: The Westminster [tanpa tahun penerbit], hlm. 72.

[5] Peter Brown, Agustine…, hlm. 140-141; bdk. Jeraldc Braver (ed.), Dictionary…, hlm. 73.

[6] J. D Douglas (ed.), The NewDictionary of Christian Church (Exeter: Paternoster, 1978), hlm. 87.

[7] C. Groenen, Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelamatan Allah, Sejarah, Wujud, Struktur (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 56; bdk. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2 (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 348.

[8] Nico Syukur Dister, Teologi…, hlm. 349; bdk. C. Groenen, Sakramentologi…hlm. 57.

[9] Bernard Plault, The Sacrament-sign in Agustine (New York: Hawthorn, 1963), hlm. 52.

[10] Nico Syukur Dister, Teologi…, hlm. 350.

[11] Nico Syukur Dister, Teologi…, hlm. 351.

[12] Nico Syukur Dister, Teologi…, hlm. 351; bdk. Bernard Plault, The Sacrament…, hlm. 50.

[13] Nico Syukur Dister, Teologi…, hlm. 354-355; bdk. Bernard Plault, The Sacrament…, hlm. 157.

[14]  Nico Syukur Dister, Teologi…, hlm. 355.

[15]  Nico Syukur Dister, Teologi…, hlm. 357.

LihatTutupKomentar